NovelToon NovelToon
TRANSMIGRASI : AKU JADI NYAI

TRANSMIGRASI : AKU JADI NYAI

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Transmigrasi / Era Kolonial / Nyai
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Dhanvi Hrieya

Sekar tak pernah menyangka, pertengkaran di hutan demi meneliti tanaman langka berakhir petaka. Ia terpeleset dan kepala belakangnya terbentur batu, tubuhnya terperosok jatuh ke dalam sumur tua yang gelap dan berlumut. Saat membuka mata, ia bukan lagi berada di zamannya—melainkan di tengah era kolonial Belanda. Namun, nasibnya jauh dari kata baik. Sekar justru terbangun sebagai Nyai—gundik seorang petinggi Belanda kejam—yang memiliki nama sama persis dengan dirinya di dunia nyata. Dalam novel yang pernah ia baca, tokoh ini hanya punya satu takdir: disiksa, dipermalukan, dan akhirnya dibunuh oleh istri sah. Panik dan ketakutan mencekik pikirannya. Setiap detik terasa seperti hitungan mundur menuju kematian. Bagaimana caranya Sekar mengubah alur cerita? Apakah ia akan selamat dari kematian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5. PENYERANGAN DI PESTA MALAM

Rambut hitam legam tebal Sekar disanggul dengan rapi sesuai arahan Sekar pada Ratna, riasan yang dia pakai pun terkesan natural. Pakaian yang ia kenakan terlihat berbeda dari biasanya, siapa sangka jika Johan membeli gaun putih dengan rok mengembang, dan atasan lengan panjang tampak elegan saat dikenakan oleh Sekar.

Pintu terbuka, Johan telah rapi dengan pakaiannya. Kemeja putih berkerah tinggi, celana hitam panjang memperlihatkan seberapa panjang kedua tungkai kakinya. Dipadukan dengan sepatu pantofel hitam mengkilap, wajahnya tak perlu diragukan lagi beberapa rupawannya jendral tinggi satu ini. Johan benar-benar seperti sosok model pria yang tengah mengenakan pakaian jadul, Sekar melangkah menuju pintu mengandeng tangan Johan.

Baru saja tadi sore kedatangan Johan ke Batavia, para elit serta kalangan pejabat Belanda langsung mengadakan pesta tak jauh dari sebuah perumahan. Ada sebuah gedung yang digunakan untuk berpesta, atau mengadakan rapat darurat. Pesta diadakan sebagai penyambutan sang jendral, serta jajaran lainnya.

Tak butuh waktu lama keduanya sampai di gedung putih, suara pesta sangat meriah. Seakan-akan Sekar merasa kembali pada abad ke-21 melihat lampu-lampu kristal yang bergelayut di atas, beberapa meja yang di isi dengan deretan makanan serta alkohol. Suara piano yang menemani pesta membuat pesta menjadi sempurna, Sekar mengedarkan pandangan matanya ia menatap liar ke arah sekitar.

'Kenapa mereka menatapku seperti itu?' Sekar merasa tatapan aneh dari banyak orang.

Saat ia telah berada di tengah-tengah ruangan pesta ia mulai menyadari kesalahannya, gaun yang ia gunakan adalah gaun yang hanya dipakai oleh para perempuan Belanda. Sementara beberapa elit pribumi yang diundang mengunakan kebaya encim, para istri elit pribumi melirik sinis Sekar. Mereka semua tahu siapa Sekar, hanya seorang gundik namun, seakan berlagak menjadi istri sah dengan dandanan bak nyonya-nyonya Belanda.

"Jendral Johanes!" seruan dari arah depan mengalihkan pandangan Sekar.

Gubernur jendral mendekati mereka berdua, di damping oleh istri sah yang dibawa dari tanah air. Beberapa petinggi lainya pun ikut berkerumun, mereka semua mulai memakai bahasa ibu. Anehnya, Sekar tidak menyangka bagaimana bisa ia paham dengan bahasa Belanda tanpa harus belajar bahasa Belanda. Kedua kelopak matanya berkedip dua kali saat merasakan keanehan tersebut, Johan melepaskan gandengannya pada tangan Sekar.

"Carilah tempat duduk, nanti aku akan menemuimu," kata Johan sebelum membawa gerombolan petinggi di negaranya menjauh.

Kini yang berdiri di sana hanya Sekar seorang, jika saja tatapan mata orang-orang yang kini menatapnya adalah laser. Entah berapa banyak bolongnya di tubuh Sekar saat ini, Sekar menarik dan mengembuskan napas kasar. Ia melangkahkan menuju ke meja yang berisikan deretan makanan dan minuman, matanya menyapu ke arah makanan yang menggugah selera.

"Siapa ini," celetuk salah satu perempuan yang sedari tadi memperhatikan Sekar.

Ada tiga perempuan yang mendekati Sekar, salah satu dari ketiganya terlihat jelas menatap jijik ke arah Sekar.

"Nyai dari seorang Jendral memang berbeda ya," gumam wanita yang memakai kebaya beludru merah, ia melirik sinis ke arah Sekar.

"Oh tentu saja berbeda, dia bahkan seperti kacang lupa kulit. Lihatlah, dia terang-terangan memakai gaun Nyonya Belanda. Ia melupakan tanah airnya, benar kata orang. Bergaul dengan monyet akan jadi seperti monyet. Dia salah satunya penjilat yang memalukan," sela yang lainya.

Mereka bertiga tertawa mencemooh setelahnya, alis mata Sekar mengerut. Atensinya menatap satu persatu dari tiga wanita yang mengelilinginya, mereka adalah istri elit pribumi. Sekar melipat kedua tangannya di bawah dada, tidak ada ekspresi rendah diri pada Sekar. Ia tak mati diinjak dan tak akan terbang saat di puji, wanita-wanita kuno ini bukan tandingan Sekar. Mentalitas Sekar bukan pada abad ini, ia adalah wanita yang tumbuh dan besar di abad ke-21. Mereka ingin memperlakukan Sekar seperti orang bodoh, yang rendah diri.

"Oh, lihat siapa yang sedang berbicara," sahut Sekar mengangkat dagunya tinggi, "apakah kalian pikir kita ini berbeda? Jangan menganggap remeh saya yang hanya seorang Nyai. Setidaknya saya hanya melayani satu orang lelaki, tidak pernah menjilat. Anda mungkin lupa para Nyonya, suami Anda menjadi anjing para petinggi. Harus menggonggong keras saat disuruh, bahkan akan menggoyang ekor untuk menyenangkan para petinggi Belanda. Lucu sekali, saat maling teriak maling."

Sontak saja ketiganya melotot mendengar kata-kata tajam Sekar, wanita berparas ayu itu terkekeh melihat wajah coklat mereka langsung berubah masam. Sekar membalikkan tubuhnya, melangkah ke luar dari ruangan pesta yang terasa mulai pengap. Meskipun baru beberapa menit ia habiskan di sana, tidak akan ada yang menyukainya.

Di hadapan para wanita Belanda Sekar hanyalah seorang gundik yang menjijikan, mereka merasa kehadiran merusak pemandangan. Sementara untuk para wanita pribumi, Sekar seperti wanita murahan yang melayani jendral tanpa status istri sah.

"Ini baru menyegarkan," gumam Sekar saat ia berdiri di taman belakang.

Tanpa ia sadari, area pesta tengah dilanda kekacauan di dalam sana. Suara tembakan dan jeritan mengalun, Sekar malah duduk di kursi panjang taman tanpa mengetahui apapun.

...***...

Udara malam yang dingin dan semilir angin malam bertiup membuat Sekar mengusap kedua sisi bahunya, ia bangkit dari posisi duduknya. Ia harus kembali ke dalam gedung, tak tahu sudah berapa lama ia di luar. Baru saja kakinya menginjak teras belakang gedung. Ia mendengar suara gaduh, dan samar-samar mendengar panggilan keras. Sekar berlarian memasuki gedung, langkah kakinya berhenti di pintu belakang yang terbuka.

Pupil mata Sekar melebar mendapati gedung bercat putih itu ternodai, warna merah pekat terciprat di mana-mana. Seluruh ruangan kacau balau, makanan dan minuman tergeletak di atas lantai. Sekar menutup mulutnya dengan ekspresi tak percaya, malam berdarah di novel tampaknya adalah malam ini. Sabotase perjuangan tentara Indonesia bergerak, pantas saja ia merasa ada yang memperhatikan dirinya saat baru saja sampai di depan rumah.

"Waduh, ini gila. Ternyata malam berdarah itu adalah malam ini, beruntung aku tidak ada di dalam ruangan ini. Kalau tidak, sudah dapat dipastikan aku akan terluka parah. Seperti yang ada di cerita, meskipun tidak sampai mati. Tetap saja terluka itu menyakitkan," monolog Sekar bergidik ketakutan.

"Sekar!" seruan deep voice serak berat itu mengalun panik.

Ia berlarian mendekati Sekar—gundiknya, matanya terlihat memerah. Pakaian putih Johan dipenuhi oleh cipratan darah segar, aromanya membuat perut Sekar bergejolak. Saat tangan Johan terulur, Sekar dengan cepat menipisnya.

"Bau amis," kata Sekar, mundur empat langkah ke belakang menatap ngeri ke arah Johan.

Johan menunduk, pistol di tangannya diturunkan. Ia sendiri tak tahu jika dirinya sekacau itu, Johan mendesah berat. Ia sangat panik saat penyerangan terjadi, lampu sempat dipadamkan beberapa menit. Beberapa petinggi terluka parah ada yang sampai kehilangan nyawanya, Johan melawan dan menewaskan beberapa orang. Saat lampu menyala ia kembali sadar, ia takut Sekar menjadi target amukan. Ia berteriak-teriak mencari Sekar, pada akhirnya ia mendesah lega.

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!