Nathan memilih untuk menceraikan Elara, istrinya karena menyadari saat malam pertama mereka Elara tidak lagi suci.
Perempuan yang sangat ia cintai itu ternyata tidak menjaga kehormatannya, dan berakhir membuat Nathan menceraikan perempuan cantik itu. Namun bagi Elara ia tidak pernah tidur dengan siapapun, sampai akhirnya sebuah fakta terungkap.
Elara lupa dengan kejadian masa lalu yang membuatnya ditiduri oleh seorang pria, pertemuan itu terjadi ketika Elara sudah resmi bercerai dari Nathan. Pria terkenal kejam namun tampan itu mulai mengejar Elara dan terus menginginkan Elara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nagita Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
****
Siang itu.
Ketika suara ketukan terdengar di pintu kayu tua itu, Irish yang sedang duduk di kursi goyang menatap arah pintu dengan alis mengernyit. Ia tidak mengira akan kedatangan tamu di jam seperti itu.
Perlahan, wanita tua itu berdiri, melangkah menuju pintu. Begitu pintu dibuka, pandangannya langsung tertuju pada sosok pria yang berperawakan tinggi tegap sedang berdiri dengan wajah sopan namun canggung.
“Nathan?” ucap Irish terkejut.
Nathan tersenyum kecil.
“Iya, Grandma. Sudah lama sekali aku tidak berkunjung ke sini.” ucap Nathan begitu ramah bicara dengan Irish.
Irish memandangi wajah itu lama. Wajah yang dulu sering ia lihat setiap kali cucunya pulang membawa kabar bahwa suaminya akan datang menjemput. Kini wajah itu terlihat berbeda, ada kesedihan yang jelas, dan tatapan yang seolah membawa penyesalan besar.
Irish masih tenang.
“Kau masih mengingat jalan ke rumah ini rupanya. Masuklah, Nathan. Tidak sopan kita berbicara di depan pintu.” ucap Irish yang memang ramah.
Nathan mengangguk pelan, lalu melangkah masuk. Ia tersenyum kaku, lalu menurunkan beberapa kantong besar yang ia bawa.
“Apa semua ini?” tanya Irish dibuat heran.
Nathan menunduk sedikit.
“Hanya sedikit belanjaan, Grandma. Beberapa makanan dan buah. Aku tahu Elara sibuk bekerja, jadi kupikir mungkin bisa membantu sedikit.” ucap Nathan.
Irish memandang belanjaan di atas meja ruang tengah itu dengan wajah datar. Ia tidak langsung menolak, tapi tidak juga menyambut dengan hangat.
Irish perlahan duduk di kursi.
“Kau masih memperhatikan cucuku, rupanya.” balas Irish.
“Aku selalu memperhatikannya, Grandma, meskipun dari jauh.” ucap Nathan.
Irish menarik napas panjang, lalu menatap Nathan, tatapan seorang wanita tua yang sudah terlalu lama belajar memahami hati manusia.
“Nathan, kau datang bukan hanya untuk membawa buah dan belanjaan, bukan?” tanya Irish.
Nathan menunduk. Tangannya saling menggenggam erat di pangkuannya, seolah sedang menahan gejolak yang sulit diungkapkan.
“Tidak, Grandma, aku datang karena aku ingin bicara. Aku tahu ini mungkin salah waktu, tapi aku tidak bisa lagi menahannya.” ucap Nathan.
Irish terdiam. Ia menunggu dengan sabar, membiarkan Nathan melanjutkan kata-katanya sendiri.
Nathan dengan suaranya berat mulai melanjutkan ucapannya itu.
“Aku…aku sadar kalau aku masih mencintai Elara.” akhirnya Nathan berucap.
Kata-kata itu terucap begitu saja, menggantung di udara.
Irish menatapnya, matanya sedikit bergetar karena keterkejutan. Tangannya yang hendak memegang cangkir teh kini perlahan diletakkan di atas meja lagi.
“Kau sadar dengan ucapanmu, Nathan? Kau dan Elara sudah berpisah secara sah. Semua sudah berakhir.” ucap Irish
Nathan mengangguk pelan.
“Aku tahu, aku tahu itu. Tapi aku tidak bisa berpura-pura lagi, Grandma. Aku mencoba melupakannya, aku mencoba fokus dengan hidupku, dengan perusahaanku, tapi semuanya terasa hampa. Aku pikir aku membencinya, tapi ternyata aku hanya tidak mengerti perasaanku sendiri waktu itu.” ucap Nathan.
Irish memejamkan mata sejenak, menatap wajah pria itu lama sebelum kembali berbicara.
“Kau tahu Nathan, cinta tidak bisa disamakan dengan penyesalan. Kau mungkin menyesal atas apa yang sudah kau lakukan, tapi itu bukan berarti Elara masih menunggu di tempat yang sama.” ucap Irish.
Nathan menatap Irish, matanya memancarkan kesedihan yang tulus.
“Aku tidak berharap dia menungguku, Grandma. Aku hanya ingin memperbaiki semuanya, jika masih ada kesempatan.” ucap Nathan lagi.
Irish menatap Nathan, lalu menggeleng pelan.
“Kesempatan? Kau pikir luka di hati Elara bisa sembuh hanya karena kau datang dan mengaku menyesal? Kau tidak tahu bagaimana cucuku melewati hari-hari setelah kau meminta perceraian itu dan meninggalkannya. Aku melihat sendiri bagaimana dia menangis diam-diam setiap malam.” ucap Irish.
Nathan menunduk, matanya memerah.
“Aku tahu aku salah, Grandma. Aku bodoh. Aku tidak mempercayainya, aku terlalu dikuasai amarah dan rasa curiga. Tapi sekarang aku benar-benar ingin menebus semuanya. Aku tak peduli dengan masa lalu lagi.” ucap Nathan.
“Menebus? Nathan, ada hal-hal yang tidak bisa ditebus hanya dengan niat baik.” ucap Irish.
Nathan menarik napas berat, lalu menatap Irish dengan tatapan tulus.
“Aku hanya ingin satu hal, Grandma, aku ingin bicara padanya. Sekali saja. Aku ingin dia tahu kalau aku menyesal, bahwa aku tidak pernah benar-benar berhenti mencintainya.” ucap Nathan penuh penyesalan.
Irish menatap Nathan dengan tatapan yang lembut namun tetap tegas.
“Aku menghargai perasaanmu, Nathan. Tapi semua itu bukan keputusan yang bisa aku buat. Itu semua tergantung pada Elara. Hanya dia yang tahu apakah luka hatinya masih ingin disembuhkan oleh tangan yang sama yang dulu membuatnya terluka.” ucap Irish lagi.
Nathan terdiam lama. Kepalanya menunduk, menatap kedua tangannya yang kini bergetar pelan.
“Aku hanya takut terlambat, Grandma. Aku takut dia benar-benar melupakanku. Aku melihat dia bersama pria lain, pria yang mungkin bisa memberinya kebahagiaan yang dulu tidak bisa kuberi.” ucap Nathan begitu menunjukkan betapa prestasinya dirinya.
Irish menarik napas panjang, kemudian bersandar di kursi.
“Kalau begitu, belajarlah menerima, Nathan. Cinta sejati kadang berarti membiarkan seseorang bahagia, meski bukan dengan kita.” ucap Irish.
Nathan menggigit bibir bawahnya, menahan gejolak di dadanya yang kian menyesakkan.
“Tapi aku tidak bisa, Grandma. Aku tidak bisa hanya diam dan melihatnya bersama orang lain. Aku mencintainya, sungguh. Aku ingin memperjuangkannya lagi.” yakin Nathan.
Irish menatap Nathan lama, lalu berkata pelan namun tegas.
“Jika itu yang kau yakini, maka lakukanlah dengan hormat. Tapi jangan pernah datang membawa luka lama ke dalam hidupnya yang baru. Jika kau benar-benar mencintai Elara, jangan buat dia menangis untuk kedua kalinya.” ucap Irish memberi nasehat.
Nathan mengangguk perlahan, matanya mulai berkaca-kaca.
“Terima kasih, Grandma, aku mengerti.” ucap Nathan.
Irish menatap pria itu, lalu menghela napas dalam.
“Aku harap kau benar-benar mengerti, Nathan. Cinta yang datang terlambat sering kali bukan untuk dimiliki, tapi untuk dipelajari.” ucap Irish lagi.
Nathan hanya terdiam. Kata-kata Irish seperti menampar sekaligus menenangkan hatinya yang rapuh.
Ia menatap belanjaan yang tadi ia bawa, lalu berkata pelan,
“Kalau begitu, aku titip semua ini untuk Grandma dan Elara. Aku hanya ingin dia tahu, aku masih peduli.” ucap Nathan.
Irish tersenyum tipis, meski matanya menyiratkan keraguan.
“Baiklah. Akan kusampaikan padanya. Tapi jangan terlalu berharap, Nathan. Elara sudah belajar untuk berdiri di atas luka yang kau tinggalkan.” ucap Irish.
Nathan mengangguk, lalu berdiri dengan langkah berat.
Sebelum keluar, ia sempat menatap ruang tamu itu sekali lagi, tempat yang dulu sering menjadi saksi tawa mereka berdua ketika masih menjadi sepasang kekasih.
'Maafkan aku, Elara. Aku hanya ingin memperbaiki semuanya, meski mungkin kau tak ingin aku kembali.' ucap Nathan membatin.
Pintu menutup perlahan.
Irish hanya bisa menatap punggung Nathan yang menjauh, lalu menghela napas panjang sambil bergumam pelan,
“Kasihan sekali, cinta yang datang terlambat, selalu berakhir dengan luka yang sama.” ucap Irish.
Irish meraih ponselnya dengan pelan lalu mengirimkan pesan pada Elara.
[Nathan datang berkunjung, dia mengatakan tentang perasaannya untukmu pada Grandma. Dia mengungkapkan kalau dia masih begitu mencintaimu. Grandma tak ingin bohong apapun padamu Elara, bicaralah dengannya kalau kau ingin bicara, namun tolaklah dia jika kau memang memiliki keraguan untuk bersamanya lagi.] isi pesan itu tampak Irish kirim ke ponsel Elara.
Bersambung…