NovelToon NovelToon
Endless Journey: Emperors Of All Time

Endless Journey: Emperors Of All Time

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Misteri / Fantasi Timur
Popularitas:517
Nilai: 5
Nama Author: Slycle024

Ketika perang abadi Alam atas dan Alam bawah merembes ke dunia fana, keseimbangan runtuh. Dari kekacauan itu lahir energi misterius yang mengubah setiap kehidupan mampu melampaui batas dan mencapai trensedensi sejati.

Hao, seseorang manusia biasa tanpa latar belakang, tanpa keistimewaan, tanpa ingatan masa lalu, dan tumbuh dibawah konsep bertahan hidup sebagai prioritas utama.

Namun usahanya untuk bertahan hidup justru membawanya terjerat dalam konflik tanpa akhirnya. Akankah dia bertahan dan menjadi transeden—sebagai sosok yang melampaui batas penciptaan dan kehancuran?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Slycle024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Akademi

Kediaman Hao

Sejak perjalanan ke Klan Mu sebulan lalu, Hao menjadi lebih pendiam dan Zhang Mei juga jatuh sakit. Fei Yin merasa bersalah dan kini lebih memperhatikan mereka. Begitu Hao pulang, ia segera menyambut di depan pintu dengan senyum lembut.

“Masuklah, airnya sudah siap,” ucapnya hangat.

Hao hanya mengangguk kecil, lalu masuk ke dalam rumah. Fei Yin dengan ramah mempersilakan Pang Xuan duduk, menyajikan teh hangat di atas meja.

Namun, sebelum percakapan dimulai, derap kaki kuda terdengar dari kejauhan. Seorang pria muncul dengan senyum lebar.

“Sayang, aku pulang! Maaf terlambat. Lihat, aku membawa barang kesukaanmu… apakah kondisi Mei’er sudah—” Ucapannya terhenti saat melihat sosok Pang Xuan duduk di meja. Ekspresinya sempat terkejut, lalu tersenyum.

“Eh? Saudara Pang! Rupanya kau berkunjung ke sini.”

Mendengar suara suaminya, Fei Yin segera masuk ke dapur. Tak lama, ia kembali membawa beberapa hidangan istimewa. Dengan hati-hati ia letakkan di meja, lalu masuk kembali ke dalam rumah.

Di meja teras, Pang Xuan dan Zhang Feng duduk berhadapan. Mereka mulai membicarakan tujuan kedatangan Pang Xuan: pendaftaran Hao ke Akademi Mortal.

Pang Xuan menjelaskan keistimewaan akademi bagi anak muda. Zhang Feng mendengarkan dengan serius, beberapa kali mengangguk dan menanyakan hal-hal penting.

Setelah urusan pendaftaran selesai, pembicaraan mereka beralih ke topik ringan—bisnis, kehidupan sehari-hari, bahkan sesekali tawa kecil terdengar. Waktu berjalan cepat. Satu setengah jam pun berlalu.

Akhirnya Pang Xuan bangkit. “Saudara Zhang, aku harus pamit. Ada urusan yang menungguku malam ini. Seperti yang dibicarakan, besok antar putramu ke Akademi.”

Zhang Feng berdiri mengiringinya sampai halaman.

“Baiklah, Saudara Pang. Kami sekeluarga berterima kasih. Besok, saya akan membawanya.”

Dengan senyum hangat, Pang Xuan merapikan jubahnya lalu pergi, meninggalkan kediaman keluarga Hao dalam suasana tenang.

Sebelum matahari terbit, Hao dan Zhang Feng berangkat menuju Akademi Mortal. 

Di sub-wilayah ini, diatas empat keluarga utama dan sekte-sekte dari tingkat atas hingga bawah. Semuanya berpusat pada satu sekte super yaitu Sekte Roh Awan.

Dua puluh tahun lalu, sekte tersebut mendirikan berbagai yayasan atau semacam akademi. Tujuannya sederhana, yaitu memberi jalan bagi setiap anak muda di setiap kalangan untuk mempersiapkan diri dan memahami jalan seorang kultivator.

Akademi menjadi pondasi sekaligus pintu menuju tahap melampaui keterbatasan manusia. Anak-anak di bawah usia lima belas tahun diharapkan memiliki bekal awal sebelum benar-benar masuk ke dunia kultivasi. Namun kenyataan berbeda—hirarki masyarakat sering kali menenggelamkan banyak bakat dan membuat mereka tersesat. Karena itulah Sekte Roh Awan membentuk Akademi ini.

Setelah melakukan perjalanan cukup jauh mereka akhirnya tiba di gerbang akademi. Bangunan megah berdiri kokoh, memancarkan pesona yang membuat hati berdebar.

Segera, mereka berjalan menuju meja pendaftaran. Dengan hati-hati, Zhang Feng menyerahkan surat rekomendasi yang sebelumnya diberikan oleh Pang Xuan. 

Penata pendaftaran yang duduk di belakang meja tampak terkejut ketika matanya jatuh pada surat itu. Sejenak ia menjawab, lalu segera bangkit berdiri. Dengan sikap penuh hormat, ia berkata dengan sopan,

“Selamat datang di Akademi .Terima kasih atas kedatangannya. Mohon tunggu sebentar.”

Tak lama kemudian, seorang gadis muda berusia sekitar lima belas tahun mendekat. Rambut hitamnya terikat pita merah muda, matanya jernih memancarkan semangat tulus. Dengan senyum lembut, ia menangkupkan tangan dan berkata,

“Apakah Anda adik Zhang, murid baru yang direkomendasikan oleh Guru Pang? Nama saya Lin Rou, bertugas sebagai pemandu. Mari, hari ini saya akan mengajak Anda berkeliling.”

Hao melangkah maju, mengikuti Lin Rou dengan santai.

---

Sepanjang jalan, Lin Rou menjelaskan tata letak Akademi dengan tenang. Sikapnya sabar, seolah terbiasa membimbing murid baru.

“Selain Akademi Mortal,” katanya sambil melirik Hao , “sekte super mendirikan akademi setidaknya satu di setiap kota utama. Tujuannya sama, mempersiapkan generasi muda sebelum benar-benar masuk dunia kultivasi.”

Ia berhenti sejenak, menatap Hao yang tidak mengalami perubahan ekspresi sedikitpun, kesal namun ia menahannya, lalu menambahkan, “Jalur kultivasi saat ini dimulai dari memperkuat tubuh, membentuk lautan spiritual, dan seterusnya. Namun, tidak semua orang mampu menyerap energi langit dan bumi. Karena itu ada dua tahap awal: Mortal Realm dan Beginner Realm. Mortal Realm hanya memperkuat tubuh, sedangkan Beginner Realm mulai menyesuaikan diri dengan energi spiritual, baik jasmani maupun batin.”

Tak lama, mereka sampai di depan sebuah asrama sederhana. Lin Rou berhenti dan berbalik. “Baiklah, kita sudah sampai. Mulai dari sini kau bisa menyesuaikan diri sendiri. Aku pamit dulu.”

Ia tersenyum tipis, lalu melangkah pergi, meninggalkan Hao di depan pintu asrama.

----

Hao menatap punggung Lin Rou yang menghilang di tikungan, lalu menarik napas panjang sebelum melangkah masuk ke asrama barunya. Ruangan itu sederhana—sebuah ranjang kayu, meja rendah, dan tikar jerami untuk meditasi.

Setelah meletakkan barang bawaannya, ia terdiam. Satu hal penting baru ia sadari: Lin Rou tidak pernah menjelaskan hak dan kewajiban murid di akademi. Dengan dahi berkerut, ia meneliti seisi kamar. Pandangannya jatuh pada gulungan bambu di atas meja.

Rasa penasaran membuatnya membuka ikatan gulungan itu. Isinya mengejutkan: aturan akademi ternyata sangat sederhana. Hanya menekankan tiga hal—kelas pelajaran, latihan fisik, dan meditasi. Selain itu, murid bebas mengatur waktu sendiri, selama tidak mengganggu orang lain.

Kemudian, matanya berbinar. Ia menggulung kembali lembaran itu dengan senyum tipis, dalam hati sudah menebak kegiatan esok hari.

---

Keesokan pagi, sebelum matahari terbit, dentuman gong menggema dari kejauhan, membangunkan seluruh murid. Suara berat itu seperti guntur, membuat Hao tersentak dari tidurnya.

Ia segera keluar bersama murid lain menuju alun-alun latihan. Di sana sudah berdiri seorang instruktur bertampang halus, namun tatapannya tajam hingga membuat banyak murid menunduk tanpa sadar.

“Wahai para pemalas,” suaranya menggema, “kalian bukan lagi orang biasa. Tubuh kalian akan dilatih sampai tidak ada kelemahan tersisa! Jangan harap belas kasihan dariku. Ingatlah, kultivasi dimulai dari tubuh—jika tubuh rapuh, bagaimana kalian bisa menjadi abadi?”

“Lima puluh putaran mengelilingi lapangan! Sekarang!”

Keluhan langsung pecah. Beberapa murid pucat hanya mendengar jumlahnya. Hao menggertakkan gigi dan ikut berlari. Baru dua puluh putaran, napasnya sudah terengah, kakinya goyah. Saat akhirnya lima puluh putaran selesai, banyak murid tergeletak kehabisan tenaga.

Namun instruktur tidak berhenti. “Jangan tiduran! Push-up seratus kali!”

Segera, tangisan dan erangan terdengar. Hao memaksa tubuhnya bergerak meski tangannya gemetar hebat, punggungnya seolah terbakar, keringat bercampur tanah di wajahnya.

Begitu latihan usai, sebagian murid jatuh tak sadarkan diri.

Sang instruktur hanya meninggalkan peringatan singkat: “Latihan fisik dan kelas dasar diadakan dua kali seminggu. Untuk kelas dasar, sore ini. Bubarlah pemalas.”

Saat punggungnya menghilang, lapangan dipenuhi desahan lega. Murid-murid langsung roboh, ada yang kembali tidur, ada yang bercanda di bawah pohon, ada pula yang bergegas ke kantin.

Hao mengusap wajahnya yang penuh keringat. Tubuhnya gemetar, otot-otot berteriak, namun rasa lapar lebih mendesak. Dengan langkah berat tapi mantap, ia menuju kedai dekat akademi.

1
誠也
7-10?
Muhammad Fatih
Gokil!
Jenny Ruiz Pérez
Bagus banget alur ceritanya, tidak monoton dan bikin penasaran.
Rukawasfound
Lucu banget! 😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!