Evelyn, melihat kekasihnya, Jack, tengah bercumbu dengan wanita lain, saat ia ingin menunjukkan gaun pengantin yang ia pakai. Namun, Evelyn mengabaikannya, karena ia begitu mencintai kekasihnya. Tapi, bukan berarti tidak muncul keraguan di hatinya.
Sampai, hari itu tiba, saat mereka berdiri di altar pernikahan dan siap mengucapkan janji suci, tiba-tiba tempat mereka di serang oleh orang yang dulu pernah menjadi target mereka. Dia adalah Jacob.
Dia datang untuk balas dendam atas apa yang sudah Jack lakukan padanya. Namun, Jacob justru mencari sosok berinisial L.V, sosok yang sudah mengalahkan nya beberapa tahun yang lalu.
Dan, di sinilah Evelyn menyadari, jika Jack tidak pernah mencintainya dan muncul dendam di hatinya.
Bijaklah dalam berkomentar.
Happy Reading 💜
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Dean mondar-mandir di dekat mobil, sesekali menoleh ke arah cafe dengan rasa penasaran yang tidak tertahankan, memikirkan apakah rencananya berhasil, atau justru berbalik menjadi bencana?
Matanya menyipit tajam saat melihat beberapa bodyguard mulai keluar dari persembunyian mereka. Dia mulai berfikir jika sesuatu pasti telah terjadi di sana. Namun, ia tidak berani menyusul, demi keselamatan nyawanya sendiri.
"Semoga kau baik-baik saja, Tuan Jacob," gumam Dean.
Namun, yang tidak ia ketahui, saat ini Jacob masih terengah-engah, menahan tubuhnya yang lemah. Ia menunduk, kedua tangan menopang di pinggiran wastafel, dengan wajah yang pucat pasi.
Evelyn menatapnya datar, mencoba menutupi kekhawatirannya. "Ada apa dengannya? Kenapa tiba-tiba dia muntah?" tanyanya pelan.
Erick, yang berdiri di samping, menjawab cepat. "Bukankah Dean sudah memberitahumu? Dia sakit beberapa minggu lalu."
Tanpa Erick sadari, Jacob menegakkan tubuhnya perlahan, menatap tajam ke arahnya.
"Oh, jadi waktu itu dia benar-benar sakit, ya," bisik Evelyn dengan nada seolah tidak peduli.
"Kau pikir, kami berbohong? Jacob bahkan nyaris mati karena muntah. Huh ... Aku yakin, dia terkena ilmu hitam," geram Erick, menatap Jacob dengan ekspresi cemas.
"Ilmu hitam? Pasti orang itu sangat dendam dengan pria brengsek ini," seru Evelyn kesal, menunjuk Jacob sambil menahan sedikit kekhawatirannya.
Mendengar itu, perut Jacob kembali bereaksi. Ia menunduk, memuntahkan cairan bening, dengan wajah yang terlihat menderita.
"Astaga, Jake, kenapa kau bisa seperti ini, hah?" Erick panik, lalu menoleh ke arah Evelyn dengan tatapan memohon. "Nona, bisakah Jacob beristirahat di tempatmu?"
Evelyn melebarkan kedua matanya. "Apa? Di tempatku? Bukankah dia orang kaya? Kenapa tidak istirahat di hotel saja, dasar merepotkan."
Jacob tidak peduli dengan ucapan Evelyn dan kembali memuntahkan isi perutnya.
"Cepat bawa bajingan ini pergi!" serunya, mencoba tidak peduli.
Jacob hanya mengerang pelan dan kembali memuntahkan isi perutnya. "Hoek!"
"Astaga, kau ini benar-benar menjijikan," gumam Evelyn, menatapnya dengan kesal tapi, tidak bisa menahan rasa khawatirnya.
Jacob kembali mengerang, "Hoek!"
Erick menatap keduanya bergantian. Ia mulai tersenyum samar, saat menyadari sesuatu. "Nona, coba kau mengumpat sekali lagi," ujarnya.
Evelyn mengerutkan kening. "Kau gila, ya?"
Erick menoleh ke arah Jacob yang masih bersandar di wastafel. "Tidak ada reaksi," gumamnya bingung.
"Sudah-sudah, sana kalian pergi. Kalian sudah mengganggu bisnis kami," usir Evelyn.
"Tu-tunggu dulu, nona. Ada yang ingin aku tanyakan. Apa kau pernah mengumpat Jacob?" tanya Erick dengan wajah serius tapi, menyimpan sedikit rasa penasaran.
Evelyn menatapnya datar, lalu beralih ke Jacob. "Pertanyaan macam apa itu? Sudah pasti aku mengumpat, dan menyumpahinya setiap hari," ujarnya, menekankan kata-katanya sambil menatap Jacob dengan tajam. "Dasar pria bajingan."
Jacob terkejut sejenak, lalu perutnya kembali bereaksi. "Hoek!" Suaranya terdengar lemah dan tersiksa.
Erick tersenyum puas, lalu ia menghampiri Jacob. "Jake, akhirnya aku tahu penyebab kau muntah," ucapnya senang.
Jacob menatap Erick lemah, tubuhnya mulai merosot, dan akhirnya ia jatuh tersungkur, tidak sadarkan diri di lantai Cafe.
...****************...
Perlahan, Jacob membuka matanya. Pandangannya buram, seolah ruangan di sekelilingnya berputar. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba mengenali tempat asing itu.
"Di mana ini?" gumamnya dengan kepala yang masih terasa berat dan berdenyut nyeri.
Jacob mencoba bangun, menyingkap selimut, dan hendak menurunkan kakinya dari tempat tidur. Namun, suara seseorang menghentikan gerakannya.
"Kau mau ke mana?"
Jacob mendongak pelan. Tatapannya langsung tertuju pada sosok wanita yang berjalan mendekat dengan wajah datar.
"Evelyn, Aku di mana?" tanyanya dengan suara serak.
"Menurutmu?" Evelyn mendengus, lalu dengan kasar mendorong bahunya agar kembali berbaring. "Jangan salah paham. Aku melakukan ini bukan karena peduli padamu."
Jacob tersenyum samar. Dengan gerakan cepat, ia meraih tangan Evelyn dan menariknya hingga tubuh wanita itu terjatuh di atasnya.
Evelyn terkejut, kedua tangannya otomatis menahan dada Jacob agar tidak terlalu dekat. "Apa yang kau lakukan, hah?" pekik Evelyn.
"Kau bohong, Evelyn," ucap Jacob dengan suara lemah. "Kau peduli padaku."
Evelyn memutar bola matanya, menahan debaran di dada. "Cih, kau terlalu percaya diri, Jacob."
"Kalau kau tidak peduli, kau tidak mungkin membawaku ke sini dan merawat ku," lanjut Jacob, menatapnya penuh arti.
Evelyn segera melepaskan diri dari pelukan Jacob, lalu berdiri sambil membenahi rambutnya yang berantakan.
"Jangan salah sangka. Aku membawamu ke sini karena temanmu bilang mobil kalian mogok. Dan kebetulan satu-satunya mobil Cafe sedang dipakai karyawan lain. Jadi, jangan berpikir aneh-aneh." Ia lalu melipat tangan di depan dada, menatapnya tajam. "Kalau bukan karena bos, aku sudah melempar mu ke luar."
Jacob bangun, bersandar santai di headboard. Matanya masih menatap Evelyn dengan senyum menggoda.
"Wah ... ternyata kau sangat kejam, ya."
Evelyn mendengus kesal. "Kau baru tahu? Maka dari itu, cepat pergi dari sini sebelum aku benar-benar membunuhmu."
"Benarkah? Tapi, aku tidak yakin kau tega melakukannya," ucap Jacob.
"Jangan menantang ku." Evelyn mengeluarkan belatinya dan menodongkan ke arah leher Jacob. Tatapannya tajam, tapi tangannya sedikit bergetar. "Jangan pikir aku tidak berani melakukannya."
Jacob hanya tersenyum. Dalam sekejap, ia meraih pergelangan tangan Evelyn dan menariknya hingga ujung belati nyaris menyentuh kulit lehernya sendiri.
"Kalau begitu, buktikan."
"Jacob!" Evelyn terpekik, panik setengah mati. Ia segera menarik kembali tangannya dan menyimpan belatinya.
"Sudah aku duga, kau tidak akan melakukannya," seru Jacob dengan senyum puas.
"Cih ... Dasar pria gila!" Belum sempat ia melangkah mundur, Jacob tiba-tiba menunduk, memegang perutnya.
"Hoek!" Ia memuntahkan cairan bening di tepi tempat tidur.
Evelyn sontak berlutut di sampingnya, panik. "Jacob! Kau tidak apa-apa?" tanyanya, memijat tengkuk pria itu perlahan tanpa sadar.
Jacob menggeleng lemah, mengusap bibirnya, lalu kembali bersandar dengan napas terengah. "Kau khawatir, ya?" ucapnya sambil menatap Evelyn dengan senyum samar.
Evelyn terdiam sejenak, lalu mendengus pelan, menutupi rasa canggung. "Dasar, kau memang pantas mendapatkannya.”
Ia berdiri, membalikkan badan, dan berjalan keluar kamar tanpa peduli pada Jacob kembali memegangi perutnya, menahan gejolak yang tidak kunjung reda.
"Hoek!"
Eh kok pede ya mereka bakal anaknya kembar 😄