Keputusan gegabah membuat Sekar harus menderita, suami yang ia terima pinangannya 5 tahun lalu ternyata tak membawanya ke dalam kebahagiaan. Sekar harus hidup bersama ibu mertua dan kedua iparnya yang hanya menganggapnya sebagai pembantu.
Sekar yang merasa terabaikan akhirnya memilih kabur dan menggugat suaminya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Ikuti ceritanya setiap episode. Aku mohon jangan di lompat. Terima kasih 🙏🏼
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian Keduapuluhempat
Tiga bulan berlalu, Sekar akhirnya resmi berpisah dengan suaminya. Kini dirinya fokus mengurus, mengasuh dan merawat anaknya seorang diri. Meskipun pengadilan memutuskan bahwa Reno wajib memberikan nafkah kepada putranya sebesar 1 juta, tapi sudah sebulan Reno belum mengirimkan uang.
Sekar pun tak memaksa mantan suaminya itu, selama ia mampu maka seluruh kebutuhan putranya bisa dipenuhinya.
Seminggu sejak Sekar kembali ke kampungnya, ia memang sudah bekerja sebagai pelayan rumah makan tak jauh dari kediaman paman dan bibinya yang menjadi tempat tinggalnya sementara.
"Sekar, aku lagi sakit perut. Tolong, kamu antarkan minuman ke meja nomor dua belas, ya!" titah Ratih, rekan kerja Sekar.
"Iya, nanti aku antarkan!" kata Sekar kemudian mengambil nampan berisi beberapa gelas es teh manis. Ia lalu mengantarkannya sesuai nomor yang disebutkan rekannya.
Langkah Sekar sejenak berhenti ketika melihat salah satu tamu di meja tersebut. Ia mengenal dan mengingatnya. Menarik napas, ia kemudian melangkah lagi.
Sekar menyajikan 6 porsi minuman di atas meja dan ia lalu buru-buru menjauh dari meja itu kemudian membuang napas secara kasar.
Salah satu tamu di meja itu adalah Hendra, Sekar hanya takut jika Hendra mengenalnya dan memberitahu Ayu pastinya mantan keluarga suaminya akan mengejek dan menghinanya.
"Tunggu, seharusnya aku tidak perlu takut. Biarkan saja mereka menganggapku hina, lagian kami bukan suami istri!" batin Sekar.
Sekar pun bersikap biasa, melakukan pekerjaannya ketika melihat Hendra. Ia melangkah ke salah satu meja tepat dibelakang pria itu duduk. Mengangkat tumpukan piring dan gelas kotor ke dapur kemudian kembali lagi mengelap meja.
Ketika mengelap meja, 3 orang wanita muncul dan menghampiri mejanya Hendra. Dua diantaranya ditaksir usianya dibawah 20 tahun.
"Jadi ini yang mau bekerja?" tanya Hendra kepada wanita dewasa yang baru datang sembari melirik ke arah 2 gadis itu.
"Iya, mereka yang mau bekerja," jawab sang wanita.
"Cukup cantik dan menarik," kata Hendra tersenyum.
Sekar yang mendengarnya mengerutkan kening. Sekar kemudian berpindah ke meja lainnya yang telah ditinggal tamunya.
"Ya sudah, bawa mereka ke penginapan!" kata Hendra kemudian menyerahkan sejumlah uang kepada wanita dewasa.
Ketiga wanita beda usia itu lalu pergi meninggalkan Hendra dan teman-temannya.
"Pintar juga kamu mencari gadis-gadis seperti mereka!" kata temannya Hendra yang duduk di sisi kanannya.
"Tentunya," ucap Hendra tersenyum.
"Hmm... sepertinya dia bukan orang baik!" batin Sekar.
"Apa keluarga mereka tidak curiga anaknya bekerja seperti itu?" tanya teman Hendra lainnya.
"Beri beberapa bulan ini upah yang lancar, tunjukkan pekerjaan kepada mereka yang baik. Nah, setelah mereka senang maka kita harus pintar-pintar menjauhkan anaknya," jawab Hendra tersenyum seringai.
"Mantap juga bisnismu itu!" kata teman Hendra yang bertanya.
"Ya, kita harus pintar biar enggak ketahuan!" ucap Hendra lagi.
Sekar selesai membersihkan meja, ia kembali menghampiri rekan kerjanya yang berdiri dekat meja bagian pemesanan menu.
Sekar jadi teringat dengan mantan adik iparnya yang bekerja bersama Hendra dan Ayu.
"Ah.. biarkan saja dia, kenapa aku peduli? Lagian dia dulu juga tidak pernah peduli dengan aku dan Arya!" batin Sekar.
Sejam berada di restoran, Hendra dan teman-temannya pun pergi. Tak lupa pria itu memberikan tip kepada seorang pelayan.
Sekar mengarahkan pandangannya ke parkiran restoran. Hendra memasuki mobil yang jauh lebih besar dan mahal dari sebelumnya ketika dia bertamu ke rumah keluarga mantan suaminya.
"Sekar, lihat apa?" Ratih menyenggol lengan Sekar yang terlalu fokus melihat ke arah parkiran.
"Tidak ada," kata Sekar dengan cepat.
"Itu tamu hampir sering ke sini, cuma kamu baru melihatnya saja!" ucap Ratih menjelaskan.
"Oh," kata Sekar singkat.
"Tapi, keseringan dia ke sini dengan gonta-ganti perempuan!" ucap Ratih lagi.
"Mungkin itu temannya!" kata Sekar mencoba berpikir baik.
"Sepertinya tidak, mereka bergandengan tangan kadang sambil merangkul. Tidak mungkin cuma teman biasa."
Sekar semakin yakin jika Hendra adalah bukanlah orang yang benar. Namun, ia tak mau memikirkannya terlalu panjang. Hanya dia harus tetap waspada dan hati-hati apabila bertemu dengan Hendra. Jangan sampai ia, temannya atau kerabatnya terjerat tipuannya.
Jam bekerja selesai, Sekar pun pulang ke rumah. Dia menaiki angkutan umum menuju kediaman pamannya. Sesampainya, Sekar disambut pelukan dari Arya.
"Sekar, kami mau pergi sebentar ke rumah tetangga yang diujung jalan. Nanti, tolong sapu dan pel rumah, ya. Bibi enggak sempat mengerjakannya. Pakaianmu udah Bibi lipat. Kalau mau makan, lauk dan sayur di meja!" kata Bi Sumi, istri Paman Rahmat.
"Iya, Bi!" ucap Sekar.
Pasangan paruh baya itu pun pergi ke tempat tujuan. Sekar kemudian meletakkan tasnya dan melakukan pekerjaan yang diperintahkan bibinya. Selesai dengan pekerjaannya, Sekar lanjut membersihkan diri.
Setelah mandi, Sekar lalu mengajak putranya makan bersama sepiring berdua dengan lauk oseng ampela dan sayur lodeh.
Sejak berpisah dari Reno, berat badan Sekar mengalami kenaikan begitu juga dengan Arya. Keduanya tampak lebih segar dan bugar. Sekar bisa tidur malam tanpa harus terbangun karena mendapatkan tugas dari Reno dan keluarganya.
Malam harinya, Sekar bersama lainnya duduk di ruang keluarga sembari menikmati siaran televisi.
"Kasihan juga Kang Arman, ya, anak gadisnya enggak ada kabar beritanya!" kata Paman Rahmat membuka obrolan.
"Loh, kenapa bisa begitu? Bukankah katanya hampir tiap bulan anak gadisnya itu pulang ke sini?" tanya Bibi Sumi.
"Iya, cuma dua minggu ini enggak bisa dihubungi. Telepon orang yang membawanya katanya baik-baik saja. Bahkan Kang Arman juga dikirimkan foto anaknya sedang bekerja!" jawab Paman Rahmat.
"Memangnya anaknya kerja apa?" tanya Sekar penasaran kala mendengar percakapan kedua paruh baya itu.
"Kerja di hotel gitu," jawab Paman Rahmat. "Padahal anaknya tidak lulus SMA," lanjutnya menjelaskan.
Sekar jadi ingat Hendra yang diceritakan rekan kerjanya sering gonta-ganti membawa teman wanitanya.
"Ibu yakin itu Pak, anaknya Kang Arman kerja yang enggak benar!" ucap Bibi Sumi.
"Jangan prasangka buruk dulu gitu, Bu!" kata Paman Rahmat.
"Kenapa telepon anaknya enggak bisa dihubungi? Terus orang yang membawanya dapat mengirimkan fotonya. Itu 'kan sangat aneh!" ucap Bibi Sumi.
"Mungkin saja anaknya Paman Arman menjadi korban perdagangan manusia!" tebak Sekar.
"Huusss... enggak mungkinlah manusia didagangkan!" kata Bibi Sumi.
"Bukan jual beli seperti di pasar. Tapi, ini termasuk sindikat perdagangan manusia. Ya, aku berharap semoga itu tidak benar. Apalagi banyak 'kan terjadi hal begitu. Diiming-imingi gaji besar nyatanya dipekerjakan tidak secara manusiawi," ujar Sekar menjelaskan.
"Kemungkinan seperti itu!" kata Paman Rahmat.
"Memangnya Paman Arman tidak kenal dengan orang yang membawa anaknya?" tanya Sekar.
"Kenal, 'sih. Dia tinggal di kampung sebelah, pas ke rumah katanya bawa temannya," jawab Paman Rahmat.
"Namanya siapa?" tanya Sekar lagi.
"Paman enggak tahu, Kang Arman enggak memberitahunya," jawab Paman Rahmat.
"Semoga saja bukan Hendra, kalau benar tebakan aku tidak salah!" batin Sekar.