Termasuk dalam series Terpaksa Menikahi Tuan Muda (TMTM)
Sekretaris Han, bisakah dia jatuh cinta?
Kisah hidup Sekretaris Han, sekretaris pribadi Tuan Saga, sekaligus tangan kanan dan pengambil keputusan kedua di Antarna Group.
Dia meneruskan sumpah setia mengabdi pada Antarna Group, hidupnya hanyalah untuk melihat Tuan Saga bahagia. Bahkan saat Saga mengatakan dia bahagia bersama Daniah, laki-laki itu tidak bergeming, dia yang akan memastikan sendiri, kebahagiaan tuan yang ia layani.
Hubungannya dengan Arandita memasuki babak baru, setelah gadis itu dipecat dari pekerjaannya sebagai pengawal pribadi Nona Daniah.
Bagaimana hubungan mereka akan terjalin, akankah usaha Aran mengejar dan meraih Sekretaris Han membuahkan hasil.
Simak kisahnya hanya di novel Lihat Aku Seorang (LAS) 💖💖
ig : @la_sheira
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Kuliah Panjang Bersama Amera
Kejadian yang berlangsung setelah datangnya Amera, di ruang tamu. Tempat Jen dan Sofi menjalankan hukumannya.
“Kalian sudah gila ya!” Malah marah. Bukanya mendapatkan pembelaan. “Kalian tahu kan Kak Niah sedang hamil.”
Hiks padahal kami minta dibelain.
Wajah Jen dan Sofia makin muram. Mereka langsung balik badan bukan hanya karena Amera tak membela mereka, namun melihat aura menghitam muncul dari kejauhan. Laki-laki itu tak tertarik mendekat ke arah mereka. Langsung melangkah menaiki tangga.
Kembali pada Amera, gadis itu menarik ikat rambutnya. Mengendurkan kancing bajunya. Mengibaskan rambut yang jatuh ke bahu dengan mulus. Padahal dia sudah seharian bekerja, tapi rambutnya bahkan tidak terlihat lepek atau berminyak sedikitpun. Dia duduk di sofa, melihat dua gadis di depannya.
“Kenapa kalian menghadap ke tembok, lihat aku.”
“Kak Mera pergi sana, tadi Han lewat.”
“Mana?” langsung bangun mengedarkan pandangan. Tak ada siapa pun yang terlihat, area tangga pun lenggang. Dia mendengus lalu duduk lagi. Bersandar mengusir lelah seharian bekerja. Pandangannya semakin lelah saat melihat dua gadis di depannya.
Kalian tidak tahu segawat apa kejadian yang dialami Kak Niah hari ini ya?
“Menghadap kemari, aku mau bicara dengan kalian dulu.” Pikiran dua gadis di hadapannya harus dibuka pikir Amera. “Bisa-bisanya kalian masih setenang ini.”
“Apalagi si Kak. Han sudah cukup memarahi kami tadi.” Jen walaupun membalas tetap membalikan tubuh, Sofia ikut-ikutan. Dia bersandar di tembok. Matanya sesekali melirik ke tangga, mengantisipasi.
“Aku kan sudah bilang pada kalian semalam untuk berhati-hati, yang kalian bawa itu ibu yang sedang hamil.” Nada meninggi. “Ada dua kehidupan di sana, Kak Niah dan juga bayi dalam perutnya.” Kuliah Amera dimulai.
“Ia Kak kami tahu kami salah, tapi kakak ipar tadi bilang dia baik-baik saja kok.” Jen masih membela diri.
Amera mengeram kesal.
“Kalian belum paham juga ya, Kak Niah pasti melakukan itu buat melindungi kalian!”
Deg, wajah Jen dan Sofia menegang. Mereka saling pandang. Sofia langsung menggenggam tangan Jen.
“Kak Jen apa karena itu tadi kakak ipar diam saja sepanjang perjalanan pulang, apa karena dia tidak mau membuat kita ketakutan dan cemas.” Rasa bersalah itu langsung mencuat begitu saja di hati keduanya.
Kenapa mereka bisa tidak sepeka ini si. Walaupun kakak ipar lengannya terluka dia hanya menutupinya dengan tisyu, tapi sepanjang perjalanan pulang mereka memang tak mendengar sepatah katapun keluar dari mulut kakak ipar. Mereka pulang dengan satu mobil. Mobil Jen di bawa oleh Maya dan salah satu pelayan. Sepanjang perjalanan tadi kakak ipar hanya terdiam sambil menekan tangannya yang terluka.
Jen dan Sofia juga ikut terdiam, karena ketakutan mereka pada reaksi Kak Saga. Tapi tidak terlalu memperhatikan wajah kakak ipar.
“Kalian ini, tahu tidak saking geramnya aku, sekarang aku ingin menjambak rambut kalian.”
“Kak Mera.” Sofi mulai dihantui cemas, kalau keadaan kakak iparnya memang seserius itu. Bukan hanya menurut pandangan Kak Saga, tapi kondisi sebenarnya.
“Dengarkan aku!”
“Ia, ia. Kami dengar.”
“Kondisi tubuh ibu hamil dengan kita itu berbeda. Karena itu aku mewanti-wanti kalian supaya berhati-hati.”
Melihat reaksi dua gadis di depannya.
“Sesuatu yang buat kita biasa tapi buat ibu hamil itu bisa jadi agak berbeda.” Pakai kalimat paling mudah dicerna gumam Amera. Karena dia melihat Jen mengeryit bingung. Apalagi Sofi.
“Apa si Kak aku nggak ngerti.” Jen mana tahu yang begituan, seumur-umur menghadapi wanita hamil ya baru dengan kakak iparnya. Biasanya dia hanya melihat ibu hamil dari kejauhan.
“Ibu hamil itu jauh lebih peka dari segi emosi, hormon tubuhnya tidak stabil, mereka bisa cepat lelah karena faktor fisik dan psikologi. Itu memang kenyataannya.” Menarik nafas, supaya menjelaskan tanpa emosi. “Bukan cuma ngidam aja yang muncul sebagai keluhan dari ibu hamil. Tapi lebih banyak faktor hati, emosi dan perasaannya.”
Paham kan? Harus paham kalau nggak beneran aku tarik rambut kalian nanti.
“Kakak ipar tadi terluka lengannya, memar dan keluar darah sedikit. Dia bilang tidak apa-apa.” Jen mulai ragu-ragu menjelaskan. Dia mulai meraba situasi.
“Ya Tuhan!” Amera berteriak meremas tangannya seperti mencubit wajah mereka berdua. “Kalian benar-benar sudah gila ya, dan kalian bilang Kak Niah baik-baik saja.”
Mereka berdua mulai saling berpegangan tangan.
“Aku bisa membayangkan bagaimana takutnya Kak Niah tadi. Ya Tuhan kalau tahu begini aku akan melarang kalian pergi.”
“Apa si Kak, jangan menakuti kami. Kakak ipar baik-baik saja tadi." Ragu. "Apa itu berbahaya?” Sofia terlihat semakin larut dalam kecemasan, menyesuaikan mimik wajah Amera yang terlihat serius dan menakutkan.
“Tentu saja bahaya!” Menarik nafas pelan. Malah Amera yang emosi jadinya. Melihat dua gadis di depannya ini bisa sepolos itu. “Sudah kubilang tadi kan faktor psikologis ibu hamil itu sangat tidak stabil. Kak Niah pasti kaget dan takut tadi. Bagaimana kalau tiba-tiba Kak Niah kontraksi mendadak karena kaget!”
Jen dan Sofi membelalak, tak pernah terpikirkan sedikitpun di kepala mereka situasi tadi.
“Bagaimana kalau tiba-tiba kontraksi atau Kak Niah terserang sesak nafas karena kaget dan lebih fatal terjadi pendarahan!” Akhirnya kata-kata menakutkan itu keluar dari mulut Amera.
“Kak Jen, bagaimana ini. Kakak ipar, calon keponakan kita.”
Mereka melihat ke arah tangga berdoa berulang-ulang semoga apa yang dikatakan Amera hanyalah prediksi belaka. Mereka tadi melihat kakak ipar baik-baik saja.
“Kak Mera kok tahu yang beginian?” Masih ketakutan. “Jangan menakuti kami.”
“Aku sudah punya pengalaman melihat sendiri.”
“Siapa? Dimana? Ibu hamil.”
Jen menarik lengan Sofia untuk duduk. Kakinya sudah pegal berdiri.
“Nggak mau nanti Han tambah marah.” Masih melihat kearah tangga lagi.
“Sudah nggak apa-apa, dia pasti lama di atas, nggak mungkin dia turun sebelum Kak Harun keluar.”
Akhirnya Sofia menjatuhkan tubuh dan duduk di lantai. Siap mendengar cerita Amera selanjutnya. Kak Amera memang kuliah di luar negri. Pikir Sofia dan Jen bersamaan.
“Kakak perempuan teman kuliahku pernah mengalaminya.” Amera terhenyak mengingat cerita itu. Saat itu ia bisa merasakan tangis penuh khawatir sahabatnya. “Padahal dia hanya melihat kecelakaan di depan matanya saat dia sedang jalan kaki mau pergi ke minimarket.”
Jen dan Sofi sudah bersandar sambil meluruskan kaki.
“Saat itu kakak perempuan temanku sedang hamil 7 bulan. Kalau dia cerita, kakak perempuannya langsung terduduk lemas di trotoar saat melihat kecelakaan di depan matanya. Pikirannya blank, nafasnya tersengal naik turun dengan cepat. Semua berlangsung sangat cepat katanya, sampai akhirnya dia mengalami kontraksi mendadak.”
“Terus gimana Kak,?” Membayangkan peristiwa keramaian tadi dan menghubungkan dengan cerita Amera membuat mereka merinding.
Ya Tuhan tadi aja aku desak-desakan.
“Air apa itu dikandungannya pecah, air ketuban, ya namanya air ketuban." Bangga dengan ingatannya. "Kakak perempuan temanku mulai merasakan kontraksi hebat. Untungnya orang-orang ramai kan karena kecelakaan dan melihat.” Saat diceritakan sekarang tidak terlalu menakutkan batin Amera. Namun saat Amera menemani sahabatnya kejadian itu sungguh menegangkan. “Untuk itulah aku bilang berhati-hati pada kalian!”
Mereka bersandar lemas, menduga-duga kejadian sebenarnya tadi.
“Kak Jen, kakak ipar. Ya Tuhan kami mohon jaga kakak ipar.” Berulang-ulang mereka mengatakan itu.
Ibu hamil, ibu melahirkan, ibu menyusui memang mudah dibedakan secara fisik. Namun apa yang mereka rasakan secara psikologi dengan orang kebanyakan sebenarnya tingkat perbedaannya jauh lebih besar. Walaupun tidak terlihat.
Terkadang mudah emosi, terkadang mudah bahagia untuk hal remeh temeh, terkadang sedih untuk dia dan Tuhan yang tahu. Karena memang begitulah adanya.
“You know about babyblues?” Amera menyebutkan istilah yang jujur baru di dengar Jen dan Sofi.
“Apa lagi itu Kak?”
Sebuah syndrome paska seorang ibu melahirkan. Ini nyata, walaupun terkadang sulit untuk dipercaya. Jangankan untuk yang belum menikah dan pernah melahirkan. Untuk seorang ibu yang sudah melahirkan dan tak pernah merasakannya terkadang mengatakan ah apa iya, itu bawaan ibunya saja yang manja. Tapi itu memang nyata adanya kawan.
“Keluarkan hp kalian, cari di mesin pencarian.”
Keduanya sigap membuka hp mereka. Jrenggg rentetetan penjelasan dan beberapa kasus nyata yang terjadi di negri ini bisa mereka baca.
“Kak Mera.”
“Ini nyata Jen, makanya aku bilang hati-hati.”
Ia, ampun, kami salah. Mereka semakin terlihat cemas.
Kakak ipar maaf. Bayangan Daniah yang tadi tersenyum mengatakan dia baik-baik saja seakan menjadi buram. Karena tadi sebenarnya Jen melihat tangan kakak iparnya gemetar saat menekan darah di lengannya. Tapi tadi Jen hanya berfikir karena kakak iparnya merasa sedikit nyeri di luka itu.
"Kok Kak Mera tahu hal beginian si?" Sofia yang sama sekali tak pernah kepikiran, dia menyangka kakak iparnya selama ini ngidam sebatas untuk mengerjai Kak Saga.
"Cita-citaku kan menikah! Jadi istrinya Han dan melahirkan anak-anaknya Han." Berteriak keras supaya seisi dunia tahu. "Cita-cita muliaku adalah menjadi ibu."
Saat terdengar langkah kaki Jen dan Sofia langsung berdiri. Amera juga ikut berdiri. Menutup ocehannya tentang mau punya anak berapa dari Han.
Bisa-bisanya dia sudah berfikir mau punya anak berapa dari si gila Han. Jen melihat tidak percaya pada Amera.
Dokter Harun, para dokter kandungan, dan para perawat turun.
“Kak Harun!” Sofia berteriak keras. Harun bicara sebentar dengan orang-orang, memberi instruksi sesuatu. Kedua perawat menggangukan kepala sigap. Lalu mereka pergi lebih dahulu. “Gimana kakak ipar Kak?” airmatanya di sudut mata mengenang. “Kakak ipar nggak apa-apa kan?”
“Kalian pasti cemas kan, kakak ipar baik-baik saja.” Dokter Harun menenangkan dengan lembut sambil mengusap kepala Sofia.
“Jangan bohong katakan yang benar Kak?” Jen yang baru mendengar cerita dari Amera berteriak agak kesal. "Kak Harun, gimana kakak ipar?"
Harun melihat kerah Amera, gadis itu mengangkat bahu.
“Aku menjelaskan bahayanya shocked karena terkejut pada ibu hamil.”
Pantas mereka menangis begini, padahal tadinya aku tak mau bilang karena Daniah juga ingin melindungi mereka dari amarah Saga.
“Semua baik-baik saja, sungguh, sekarang sudah baik-baik saja. Tadi memang kakak ipar terkejut dan mengalami kontraksi mendadak.”
Huaaaa, pecah tangis Sofia karena rasa bersalahnya.
“Pelankan suaramu, tapi sekarang semua sudah baik-baik saja. Kakak ipar sudah tenang dan Saga sudah ada di sampingnya.” Harun lagi-lagi menepuk kepala Sofia pelan.
Bocah-bocah yang ingin dilindungi Daniah, ah dimana Aran ya? Bagimana nasibnya Aran?
Masih terdengar Sofia sesenggukan ditenangkan Dokter Harun yang pikirannya hanya tertuju pada Aran.
Bersambung
apa si Arya mnjdi cerita kisah key dn Abian yah
sweet banget.