Setelah mati tertembak, Ratu Mafia yang terkenal kejam, dan tidak memiliki belas kasihan. Tamara sang Ratu Mafia, mendapati dirinya bertransmigrasi ke dalam tubuh seorang antagonis novel roman picisan bernama sama.
Harus menjalani pernikahan paksa dengan Reifan Adhitama, CEO berhati dingin dan ketua mafia yang tampan, dan juga terkenal kejam dan dingin. Duda Anak dua, yang ditakdirkan untuk jatuh ke pelukan wanita licik berkedok polos, Santi.
Dengan kecerdasan dan kemampuan tempur luar biasa yang masih melekat, Tamara yang baru ini punya satu misi. Hancurkan alur novel!
Tamara harus mengubah nasib tragis si antagonis, membuktikan dirinya bukan wanita lemah, dan membongkar kepalsuan Santi sebelum Reifan Adhitama terlena.
Mampukah sang Ratu Mafia menaklukkan pernikahan yang rumit, mertua yang membenci, serta dua anak tiri yang skeptis, sambil merancang strategi untuk mempertahankan singgasananya di hati sang Don?
Siapa bilang antagonis tak bisa jadi pemeran utama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hofi03, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RESMI BERTUNANGAN
Adhitama Grand Ballroom, 21:30 WIB
Musik dansa kembali mengalun, memberikan lapisan keanggunan pada ketegangan yang merayapi ruangan. Reifan, dengan Kalung Mutiara Hitam kini menjadi target utama, meminta Tamara untuk berdansa.
"Nikmati momenmu, calon istriku," bisik Reifan, memimpin Tamara ke lantai dansa. Cengkeramannya di punggung Tamara tegas, menunjukkan dominasi.
Tamara, memainkan peran Ratu yang terintimidasi, membiarkan dirinya ditarik. Matanya tampak sedikit cemas saat memindai ruangan, seolah mencoba menemukan pelarian.
Reifan yang melihat keraguan kecil itu, menyeringai. Dia rapuh, persis seperti yang dikatakan Axel.
"Aku dengar kau membuat kehebohan dengan para istri Black Dragon," ucap Reifan, suaranya pelan dan mengancam.
"Mengancam mereka dengan data hutang. Sungguh trik yang picik, Tamara. Aku tidak suka wanita yang menggunakan koneksiku sebagai mainan" lanjut Reifan dengan suara datar nya.
"Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan, Reifan," jawab Tamara, nadanya agak defensif.
"Aku ingin mereka tahu bahwa aku serius. Aku ingin mereka menghormati ku," lanjut Tamara, begitu epik dalam memainkan drama nya.
"Pengakuan didapat dengan ketundukan, bukan ancaman. Dan aku akan mengajarimu cara tunduk," ucap Reifan, mendekatkan bibirnya ke telinga Tamara.
"Lihatlah ke sekeliling, Tamara. Mereka semua mengawasi mu, mereka menunggu melihatmu berlutut," bisik Reifan dengan suara rendah nya.
Tamara melirik sekilas, lalu kembali menatap Reifan, di matanya kini terlihat ketakutan yang samar.
"Apa yang harus kulakukan?" tanya Tamara, diam-diam tersenyum miring.
"Tersenyumlah, dan terima apa yang aku berikan," jawab Reifan, penuh kemenangan.
Pesta Pertunangan, Larut Malam
Setelah beberapa putaran dansa yang dingin dan penuh ketegangan, Reifan dan Tamara kembali ke tengah ruangan.
Reifan mengangkat gelas champagne-nya, dan sorot lampu kembali fokus pada mereka.
"Malam ini, kalian semua menjadi saksi," suara Reifan bergema, dingin dan penuh otoritas.
"Malam ini, aku mengumumkan pertunanganku dengan Tamara. Mulai sekarang, dia adalah bagian dari nama Adhitama. Dan aku pastikan, dia akan tunduk pada peraturan yang berlaku!" ucap Reifan, tegas, menegaskan bahwa dialah yang memimpin permainan ini.
Reifan menatap Tamara, menantang. Dia ingin semua orang melihat Tamara menundukkan kepala.
Namun, Tamara hanya tersenyum miring, senyum yang sama persis saat ia memerintahkan penyerangan pada truk sampah. Tamara mengangkat gelasnya lebih tinggi.
"Dan aku juga berterima kasih," ucap Tamara, suaranya lantang dan jelas, menarik perhatian semua tamu sosialita dan anggota Black Dragon.
"Aku berterima kasih kepada Reifan Adhitama, karena dia memberiku panggung. Mulai sekarang, aku tidak hanya akan menjadi Nyonya Adhitama, tapi aku akan menjadi Ratu yang akan mendefinisikan ulang kekuasaan di kota ini!" lanjut Tamara, dengan aura Ratu Mafia nya, yang menguar ke seluruh ballroom.
Keheningan melanda ruangan. Tamara baru saja secara terbuka menantang Reifan.
"Reifan mungkin Raja yang menguasai kegelapan," ucap Tamara, menjeda ucapan nya, menatap langsung ke mata Reifan.
"Tapi aku adalah wanita yang berani menatap kegelapan, dan mengubahnya menjadi cahayaku sendiri," lanjut Tamara tanpa takut sedikitpun.
Reifan menyeringai, dia tidak marah, dia terhibur, dia mendapatkan apa yang dia inginkan.Seorang wanita yang berani melawannya, hanya saja pria angkuh itu, enggan mengakui nya.
"Minum untuk masa depan," ucap Reifan, mendenting kan gelasnya pada gelas Tamara.
Di Luar Arena, Robert Bergerak.
Sementara Reifan dan Tamara berdansa, di luar Grand Ballroom, Robert sudah bergerak cepat. Berdasarkan koordinat yang diberikan Axel, tim Robert berhasil mendapatkan akses ke kamar hotel Tamara dan membuka brankas pribadinya.
Robert mengambil Kalung Mutiara Hitam yang legendaris, seuntai mutiara hitam yang tampak usang namun memancarkan nilai sentimental yang kuat.
"Misi selesai," ucap Robert melapor kepada Damian melalui ear piece terenkripsi.
"Bagus. Segera bawa ke Tuan Reifan. Dia akan menyajikannya setelah pidato," jawab Damian.
Robert segera bergegas kembali ke Grand Ballroom. Dia tahu, kalung ini adalah kartu truf Reifan untuk memenangkan pertarungan psikologis malam ini.
Kalian terlalu percaya diri boy🥱
Pukul 22:00, Reifan mengakhiri dansa. Ia membawa Tamara ke podium dan mengambil mikrofon.
"Terima kasih kepada semua tamu, para sahabat, dan mitra yang telah hadir. Malam ini, aku tidak hanya mengumumkan pertunangan. Aku mengumumkan era baru," ucap Reifan kembali berbicara di atas podium, suaranya keras dan jelas.
Tamara melirik Tamara, yang kini berdiri di sampingnya, memasang wajah sedikit tegang, sesuai dengan naskah wanita rapuh yang ia buat.
"Aku tahu, ada banyak spekulasi tentang calon istriku ini. Dia berani, dia ambisius, dan dia bersemangat," ucap Reifan berhenti sebentar, matanya menembus kerumunan.
"Tapi di balik semua itu, dia adalah wanita yang akan menjadi milikku," lanjut Reifan, dengan seringai samar di wajah nya.
"Sebagai simbol dari perlindungan dan pengakuan, yang sangat kau inginkan," ucap Reifan menoleh ke Tamara, nadanya kini melunak, sebuah sentuhan manipulasi yang halus.
Reifan memberi kode pada Damian. Damian berjalan maju, membawa sebuah kotak beludru merah kecil, di dalamnya terdapat liontin berlian dengan ukiran logo keluarga Adhitama yang sangat tua.
"Ini adalah Liontin Warisan Adhitama," ucap Reifan, mengambil liontin itu.
"Simbol bahwa kau kini berada di bawah perlindunganku. Bahwa mulai malam ini, kekuasaanmu datang dari namaku," lanjut Reifan, terlihat puas.
Reifan melepaskan liontin itu dari kotak dan mengalungkannya ke leher Tamara, menyingkirkan kalung berliannya yang tajam.
"Mulai sekarang, ini adalah anchor emosional mu," bisik Reifan di telinga Tamara, sebuah ancaman yang dikemas sebagai romansa.
Para tamu bertepuk tangan. Pertunjukan kontrol Reifan berhasil. Ratu telah ditundukkan, dan diberi rantai berlian yang indah.
Reifan menunggu reaksi Tamara, pria itu mengharapkan air mata haru, atau setidaknya senyum penuh ketundukan.
Tamara menyentuh liontin Adhitama itu, lalu menatap Reifan. Senyumnya kini berubah menjadi seringai yang sangat dingin.
"Terima kasih, Tuan Adhitama," ucap Tamara, suaranya mematikan.
Kemudian, Robert mendekati podium, wajahnya datar, dan menyerahkan sesuatu kepada Reifan. Kalung Mutiara Hitam.
"Robert baru saja mengambil ini dari brankas hotel," ucap Reifan berbisik kepada Tamara, menunjukkan kalung mutiara hitam itu. Wajahnya penuh kemenangan.
"Sekarang, berikan aku anchor emosional mu. Aku akan menguasai kelemahanmu!" perintah Reifan, merasa sudah menang.
Reifan menunggu Tamara hancur. Dia menunggu histeria, air mata, atau kepanikan.
Namun, Tamara hanya menatap kalung itu, lalu menatap Reifan.
"Kalung ini? Ini hanya replika kelas B, Reifan. Aku membelinya di pasar loak Paris lima tahun lalu. Aku sengaja meninggalkannya di brankas karena aku tahu kau akan mencarinya," ucap Tamara, suaranya tenang, nyaris seperti guru yang mengoreksi muridnya.
Reifan terdiam. Seringainya langsung memudar. Wajahnya membeku.
"Apa?" desis Reifan, tidak percaya.
Tamara mengangkat bahunya, menertawakan kehancuran Reifan yang tidak terlihat itu.