Amelia ,seorang janda yang diceraikan dan diusir oleh suaminya tanpa di beri uang sepeserpun kecuali hanya baju yang menempel di badan ,saat di usir dari rumah keadaan hujan ,sehingga anaknya yang masih berusia 3 tahun demam tinggi ,Reva merasa bingung karena dia tidak punya saudara atau teman yang bisa diminta tolong karena dia sebatang kara dikota itu ,hingga datang seorang pria yang bernama Devan Dirgantara datang akan memberikan pengobatan untuk anaknya ,dan kebetulan dia dari apotik membawa parasetamol ,dan obat itu akan di berikan pada Reva ,dengan syarat ,dia harus mau menikah dengannya hari itu juga ,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjay22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masakan special suami idaman
Matahari akhirnya benar-benar terbit, menyinari kamar tidur Amelia dan Devan lewat celah gorden yang belum sempat mereka tutup rapat. Suara burung berkicau di luar, tapi yang lebih keras adalah suara perut Amelia yang tiba-tiba keroncongan.
Devan, yang sedang memeluknya dari belakang, langsung tertawa kecil. “Laper, Sayang?”
Amelia menoleh, pipinya memerah. “Iya. Aku lupa makan malem kemarin. Terlalu sibuk NGURUSI SUAMIKU.”
Devan mencium pundaknya. “Kalau gitu, ayo sarapan. Tapi janji nggak boleh pilih menu yang bikin kamu ngantuk. Aku masih pengin kamu melek pas di kantor nanti.”
“Hah? Kenapa?” tanya Amelia sambil bangkit.
“Karena aku pengin lihat kamu jalan lewat depan ruanganku pake blazer itu lagi,” bisik Devan dengan senyum nakal.
Amelia melempar bantal ke wajahnya. “Dasar gak beneran! Baru aja bilang sayang, eh langsung mikir yang aneh-aneh.”
“Yang aneh-aneh itu yang nggak sama istrinya sendiri,” Devan bangkit, lalu menarik tangan Amelia. “Ayo, mandi lagi ! terus sarapan. Aku masak.”
“Masak? mas mau masak ? kan ada bibik ?” Amelia pura-pura kaget.
"Bibik ,aku suruh istirahat,dulu ! kali ini aku ingin menjadi Koki untukmu,dan special untuk istriku tercinta ." ucap Devan dengan mengecup pipi Amelia
“Jangan-jangan ! Nanti yang ada mas akan membuat kebakaran dapur.”
“Dulu iya. Tapi sekarang aku udah jago. Soalnya tiap masak, aku bayangin kamu yang bakal makan. Jadi nggak boleh gagal.”
Amelia meleleh. “Aduh, Mas,jangan bikin aku makin sayang deh.”
“Terlambat. Kamu udah jatuh cinta dari dulu.”
Mereka tertawa berdua, lalu bergegas mandi,kali ini benar-benar mandi, meski sempat tergoda lagi saat Devan melihat Amelia menggosok punggungnya dengan spons. Tapi ia tahan. Masih jam enam tiga puluh pagi, dan Bayu bisa bangun kapan saja.
Di dapur, Devan benar-benar memasak: telur orak-arik, roti panggang, alpukat, dan kopi hitam untuk dirinya, susu hangat plus smoothie buah untuk Amelia. Ia bahkan menata piring dengan rapi, lengkap dengan serbet kecil berbentuk hati ,hasil ‘pelajaran’ dari YouTube seminggu lalu.
Amelia terpaku di pintu dapur, memandang suaminya yang sedang sibuk mengaduk telur sambil nyanyi pelan. Jasnya sudah rapi, rambutnya disisir, tapi masih ada bekas gigitan kecil di lehernya,hadiah dari Amelia semalam.
“Kamu liatin aku terus, nanti aku sombong,” kata Devan tanpa menoleh.
“Sombong? Kamu udah sombong dari lahir, Mas,” balas Amelia sambil mendekat dan memeluknya dari belakang.
Saat ini suasana rumah sepi ,karena ibunya Devan sedang berada di luar kota ,sementara pekerja rumah untuk sementara dilarang masuk kerumah utama ,karena saat ini Devan ingin punya waktu berdua dengan istrinya .
Devan menutup kompor, lalu berbalik dan mencium keningnya. “Tapi kamu tetap mau sama aku.”
“Iya. Karena sombongmu cuma buat aku.”
Mereka duduk berhadapan di meja makan kecil di dapur. Bayu belum bangun, jadi mereka punya waktu berdua,lagi. Amelia mengunyah roti panggangnya sambil memandang Devan yang sedang memeriksa email di ponsel.
“Ada apa di kantor hari ini?” tanya Amelia.
“Biasa. Rapat merger, presentasi ke investor, dan ada gosip baru,” jawab Devan sambil menyeringai.
“Gosip? Tentang kita?”
“Hmm, iya. Katanya, kemarin ada yang liat kita keluar bareng dari lift direksi jam sepuluh malem, pegangan tangan, mata berkaca-kaca, rambut acak-acakan."
Amelia menutup mulutnya. “Siapa yang liat?!”
“Satpam Pak Joko. Tapi tenang,dia udah aku kasih bonus bulanan plus libur akhir pekan. Jadi rahasia kita aman.”
“Tapi,aku takut Viona dengar.”
Nama itu membuat Devan langsung menutup ponselnya. “Viona udah pindah divisi, bahkan cabang di Surabaya . Dia nggak punya akses ke lantai kita lagi. Dan kalau dia berani nyebarin omong kosong tentang kamu, aku bakal bikin dia keluar tanpa pesangon.”
Amelia menghela napas lega. “Aku cuma… nggak mau jadi bahan omongan lagi. Apalagi soal kismis itu.”
Devan menaruh tangannya di atas tangan Amelia. “Dengar, Sayang. Bekas itu bukan aib. Itu bukti kalau kamu dicintai. Dan kalau ada yang berani ngomong jelek, aku yang bakal hadapi. Kamu nggak perlu lawan sendirian lagi.”
Amelia menatap matanya, lalu tersenyum. “Kenapa kamu selalu jadi pahlawanku, sih?”
“Karena kamu istriku. Dan aku nggak akan biarin siapa pun meremehkan perempuan yang aku cintai.”
Mereka saling pandang sejenak, lalu Amelia mencondongkan tubuh dan menciumnya,pelan, manis, seperti rasa roti panggang dan kopi pagi ini.
Tapi ciuman itu terpotong oleh suara kecil dari tangga.
“Abi! Mama!”
Bayu berlari masuk, rambutnya acak-acakan, piyamanya melorot. Ia langsung melompat ke pangkuan Amelia.
“Wah, anak Mama udah bangun! Sudah mandi belum?” tanya Amelia sambil mencium pipinya.
“Belum! Tapi aku laper!” seru Bayu, lalu melirik piring Devan. “Abi masak?!”
Devan tertawa. “Iya, Nak. Tapi ini buat Mama. Nanti Abi bikin yang spesial buat kamu,pancake bentuk dinosaurus!”
“Y ey!” Bayu langsung berlari ke kamar mandi. “Aku mandi cepet! Biar cepet makan dinosaurus!”
Amelia dan Devan saling pandang, lalu tertawa kecil.
“Kamu beneran bisa bikin pancake bentuk dinosaurus,mas?” tanya Amelia.
“Nggak. Tapi aku bisa bikin bentuk bulat, terus kasih cokelat buat matanya. Dia pasti percaya.”
“Dasar ayah kekinian.”
Setelah sarapan, mereka bersiap berangkat. Amelia memakai blazernya,yang sama seperti kemarin. Bekas kismis di leher masih terlihat samar, tapi ia tak lagi menutupinya dengan scarf.
“Kamu yakin?” tanya Devan sambil membetulkan kerah blazernya.
“Yakin. Karena ini tanda cinta, bukan dosa.”
Devan mencium lehernya pelan. “Kalau ada yang nanya, bilang aja: ‘Ini tanda tangan suamiku. Resmi dan sah.’"
Amelia tertawa. “Nanti aku dianggap gila!”
“Tapi gila yang dicintai.”
Di mobil, mereka mengantar Bayu ke sekolah dulu. Anak itu tertidur di kursi belakang, masih pegang mainan dinosaurusnya. Amelia memandangnya dengan lembut.
“Kamu pengin punya adik buat dia?” tiba-tiba Devan bertanya.
Amelia menoleh, terkejut. “Mas, serius?”
“Serius. Aku pengin keluarga kita makin rame. Tapi,terserah kamu. Aku nggak mau kamu merasa dipaksa.”
Amelia diam sejenak, lalu tersenyum. “Aku juga pengin, Mas. Tapi, aku takut. Takut nggak bisa jadi ibu yang baik buat dua anak.”
Devan menggenggam tangannya. “Kamu udah jadi ibu terbaik buat Bayu. Dan kamu pasti jadi istri terbaik buat anak kedua kita yang mungkin lagi nunggu di surga.”
Air mata Amelia hampir jatuh. “Kamu selalu tahu cara bikin aku nangis.”
“Tapi kamu nangis karena bahagia, kan?”
Amelia mengangguk, lalu mencium punggung tangan Devan. “Iya. Karena aku punya suami idaman, yang pengertian, sayang, dan jago masak pancake palsu.”
Mereka tertawa, lalu melanjutkan perjalanan ke kantor.
Sesampainya di gedung, mereka turun di lobi berbeda
“Jangan lupa,” bisiknya. “Jam makan siang, ruanganku. Aku pesen makanan favoritmu.”
“Jangan godain aku di kantor, Mas,” protes Amelia, tapi matanya berbinar.
“Siapa godain? Aku cuma mau makan siang sama istriku. Profesional banget, kan?”
“ Bohong!”
Devan mencium keningnya cepat, lalu berjalan pergi sambil melambaikan tangan. Amelia menghela napas, lalu berjalan ke mejanya,dengan senyum yang nggak bisa disembunyikan.
Sepanjang pagi, ia bekerja dengan semangat baru. Bahkan saat melewati ruang rapat ,ia merasa percaya diri tanpa menghiraukan orang -orang yang melihat kearahnya .
Jam makan siang tiba. Amelia naik ke lantai 20, melewati sekretaris yang sudah hafal wajahnya. “Ibu Amelia, Pak Devan sudah nunggu di dalam.”
Ia masuk, dan langsung disambut oleh Devan yang sudah melepas jasnya, kemejanya sedikit terbuka di leher.
“Kamu telat tiga menit,” kata Devan sambil menariknya masuk.
“Macet, Mas,” jawab Amelia, tapi langsung dicium.
“Bohong. Kamu sengaja jalan pelan biar aku nungguin.”
Amelia tertawa. “Iya. Karena aku suka lihat kamu gelisah kalau nungguin aku.”
Devan menggigit bibir bawahnya pelan. “Kalau gitu,aku hukum kamu.”
“Hukum apa?”
“Peluk aku selama lima menit. Tanpa ngomong. Cuma rasain aku.”
Amelia menatap matanya, lalu melingkarkan tangan di lehernya. “Janji ! jangan minta lebih.”
“Nggak. Cuma ini. Karena kadang,aku cuma pengin kamu jadi milikku, walau cuma lima menit.”
Mereka berpelukan di tengah ruang kantor yang luas, sunyi, dan penuh cinta. Di luar, dunia sibuk dengan gosip dan tuntutan. Tapi di sini, mereka punya dunia sendiri tempat di mana cinta mereka tak pernah usang, tak pernah bosan, dan selalu cukup.
sudah bucin
nunggu Devan junior...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
malam pertama nya
apakah Devan akan ketagihan dan bucin akut... hanya author yg tau...