Widowati perempuan cantik yang baru saja melahirkan bayinya yang mati. Langsung dicerai oleh Aditya suaminya, karena dianggap tidak bisa menjaga bayi yang sudah dinanti nantinya.
Widowati akhirnya memilih hidup mandiri dengan mengontrak rumah kecil di pinggir sungai, yang konon kabar beritanya banyak makluk makluk gaib di sepanjang sungai itu.
Di suatu hari, di rumah kontrakannya didapati dua bayi merah. Bayi Bayi itu ukuran nya lebih besar dari bayi bayi normal. Bulu bulu di tubuh bayi bayi itu pun lebih lebat dari bayi bayi pada umumnya.
Dan yang lebih mengherankan bayi bayi itu kadang kadang menghilang tidak kasat mata.
Bayi bayi siapa itu? Apakah bayi bayi itu akan membantu Widowati atau menambah masalah Widowati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 34.
Keesokan harinya, sebelum subuh Widowati sudah bangun. Dia ciumi dengan penuh kasih sayang dua wajah bocil yang tidur di samping kanan dan kirinya.
Tempat tidur di kamar itu pun kini sudah agak luas. Widowati dan kedua anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas tempat tidur.
“Ma, cudah pagi ya..” gumam Lintang sambil masih terpejam kedua matanya.
“Iya tapi kamu dan Elang tidur lagi saja.. hari masih gelap. Mama bangun karena pasti Bu Edi akan mengantar sayuran yang sudah dipotong potong.” Ucap Widowati sambil mengusap usap kening Lintang agar tertidur lagi.
Akhirnya Lintang pun tertidur lagi. Pelan pelan Wido wati bangkit berdiri .
Bu Edi kalau kerja lembur, memang sebelum atau setelah subuh datang mengantar hasil kerjanya. Agar Widowati bisa segera memprosesnya.
Dan benar baru saja Widowati melangkah keluar dari kamar nya. Terdengar suara Bu Edi memanggil manggil dirinya dari jalan.
“Mbak Wiwid.. Mbak Wiwid ..” Suara Bu Edi tidak begitu keras, namun didengar oleh telinga Widowati yang berada di dalam rumah.
Widowati cepat cepat melangkah menuju ke pintu depan dan segera membuka pintu rumahnya.
Di luar suasana masih terlihat gelap. Lampu teras dan lampu jalan masih menyala. Tampak Bu Edi berdiri memakai daster sambil membawa satu waskom besar.
Widowati melangkah cepat cepat keluar rumah untuk menerima waskom besar itu.
“Ini Mbak, seperti biasa sudah saya cuci bersih.” Ucap Bu Edi sambil mengulurkan satu waskom besar.
“Iya Bu, terima kasih.” Ucap Widowati dan kedua tangan nya menerima satu waskom besar berisi sayuran yang sudah di potong potong.
“Habis subuhan nanti saya ke pasar, kelapa nanti saya perutkan di pasar saja Mbak. Kalau di warung agak siang buka nya.” Ucap Bu Edi selanjutnya.
“Iya Bu, terserah Bu Edi, yang pesan juga mengambil agak siang kok Bu.” Ucap Widowati dengan sopan.
Bu Edi yang seorang janda tanpa pensiunan itu, sangat semangat bekerja membantu Wido wati. Untuk saat ini dia memang tidak kesulitan ekonomi. Karena kedua anaknya yang masih lajang sudah bekerja semua.
Tetapi uang hasil kerja Bu Edi, ditabungnya untuk persiapan jika kedua anaknya sudah berkeluarga kelak.
Setelah memberi waskom Bu Edi segera membalikkan tubuhnya. Widowati pun juga akan membalikkan tubuhnya.
Namun sebelum Widowati membalikkan tubuhnya. Kedua mata Widowati melihat sosok seorang laki laki berdiri di jalan pinggir kali. Jarak dari pandangan mata Widowati kira kira dua puluhan meter.
Di lokasi tempat sosok laki laki itu berdiri agak gelap. Karena tidak ada lampu di tempat itu. Hanya terkena pantulan sinar lampu jalan di depan rumah Widowati.
“Apa orang habis mancing.” Gumam Widowati di dalam hati sambil memicingkan kedua matanya. Menajamkan pandangan matanya.
Jantung Widowati berdetak lebih keras, karena sosok laki laki itu sangat mirip dengan orang yang begitu dia kenal.
“Mas Aditya, buat apa dia di situ?” gumam Widowati sambil masih mengamati sosok laki laki itu.
“Mana mungkin Mas Aditya sampai di sini. Pagi pagi lagi. Pengantin baru pasti masih ngamar.” Gumam Widowati yang masih mengamati sosok laki laki itu.
“Tapi kok sangat mirip ya? Benar dia atau hanya orang lain yang mirip saja. Hiiii...” tiba tiba bulu kuduk Widowati meremang.
Widowati pun segera melangkah masuk ke dalam rumahnya.
🌸🌸🌸
Waktu pun terus berlalu, fajar telah menyingsing. Langit dan Lintang sudah bangun. Dua bocil itu sudah bisa cuci muka dan gosok gigi sendiri
Setelah minum susu buat isi perut. Kedua bocil itu sibuk membantu Sang Mama.
Mereka berdua duduk di diklik menghadap waskom besar yang berisi telur rebus yang sudah agak dingin karena disiram air dingin oleh Widowati. Kedua anak itu sibuk mengupas kulit telur.
“Mama dapat pecanan cayul uyap uyap ya Ma?” tanya Lintang dengan suara imutnya.
“Iya Sayang.. nanti kita juga sarapan nasi dan sayur urap ya.. biar sehat harus banyak makan sayur.” Ucap Widowati sambil meniriskan sayur sayuran.
“Iya Ma.. bial cehat dan pintal..” ucap dua bocil itu patuh.
“Cama ayam doyeng ya Ma..” suara imut Langit sambil terus bekerja.
“Iya ...” ucap Widowati yang paham kedua anaknya sangat suka ayam goreng.
Tidak lama kemudian terdengar suara pintu depan di ketuk ketuk..
TOK
TOK
TOK
“Mbak Wiwid..” suara Bu Edi agak keras dari balik pintu depan.
“Ma Bu De Edi..” teriak Langit dan Lintang secara bersamaan.
“Iya biar Mama yang ke depan. Kalian lanjut kupas telur ya..” ucap Widowati dan segera melangkah meninggalkan dapur menuju ke depan.
Widowati cepat cepat membuka pintu depan. Sosok Bu Edi kini sudah memakai baju panjang lengkap dengan kerudung nya.
“Ini Mbak, kelapa perut nya. Kelapa dari Mbak Wiwid semua pas kalau buat bumbu urap urap.” Ucap Bu Edi sambil menyerahkan satu kantong plastik berisi kelapa parut.
“Terima kasih Bu.”
“O ya Bu, tadi pagi setelah Bu Edi pergi kok ada laki laki di pinggir sungai itu ya Bu. Sebelum subuh tadi. Tadi Bu Edi juga melihat tidak?” tanya Widowati setelah menerima satu kantong plastik kelapa parut.
“Wah saya kok tidak melihat ya Mbak.”
“Bisa itu orang benaran bisa juga bukan. Dulu memang ada orang luar mancing di sungai. Tapi sudah dilarang masuk komplek Mbak. Mungkin orang komplek jalan jalan.” Ucap Bu Edi lagi dengan nada serius.
“Terus kalau bukan orang apa itu Bu?” tanya Widowati yang bulu kuduknya kembali meremang.
“Kalau bukan orang, ya yang jaga sungai Mbak. Banyak orang bilang katanya suka melihat orang atau anak anak dipinggir kali kalau hari gelap. Tapi saya juga belum pernah lihat, bertahun tahun di sini.”
“Nah, kalau orang mancing itu pernah saya lihat Mbak.” Ucap Bu Edi lagi sambil tersenyum.
“Oo ya sudah Bu. Kalau begitu biar besok saya pasang CCTV. Takut kalau ada orang berniat jahat.” Ucap Widowati.
“Iya Mbak. Eh Mbak, Tadi di pasar ada berita, Katanya Bu Kadus sudah pulang loh Mbak. Hati hati kalau dia menyuruh orang untuk menculik Langit dan Lintang. “ ucap Bu Edi dengan nada sangat serius.
DEG
Jantung Widowati serasa mau berhenti, mendengar kabar itu. Dan selanjutnya jantung Widowati berdetak lebih kencang. Manusia yang dia takutkan untuk merebut anak anaknya sudah ada di dusun tempat dia tinggal.
“Kalau dulu sih suaminya dan iparnya, punya kuasa Mbak di desa sini. Tapi sekarang sudah ditahan dan sakit sakitan.” Ucap Bu Edi sambil menatap Widowati yang masih berdiri terpaku.
“Tapi ya hati hati saja Mbak. Mereka kan masih kaya, masih punya banyak uang kalau untuk bayar orang orang. Nah jangan jangan orang tadi melihat lihat situasi di sini, cari cari celah bagaimana bisa masuk ke rumah Mbak Wiwid.” Ucap Bu Edi lagi..
Cihuuyy
jgn lagi nacal ya pegen di usir lagi sama bu mandor yaaa
jdgm ya om kasiham dehg apa jngan2 si om mau merasuki tubuh denis secara kan persis lho
om mahh ngalah napa
hadeh secara oplek ketiolek deh sm om wowo mukan ya hahaaaaa