NovelToon NovelToon
Muridku, Canduku

Muridku, Canduku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Duda
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.

Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34

Kemudian Kiky langsung memukul lengan Saka. “Nggak boIeh kayak gitu Sak kata Kak Sella. Nanti kaIo ikannya beneran kayak mati karena stress, kita jadi susah buat bawa ikannya ke rumah sakit.”

“Emangnya ada rumah sakit buat hewan?” Tanya Saka.

Kiky tampak berpikir sebentar, anak kecil itu mengetuk-ngetuk jarinya di dagu. “Pasti ada lah, kan ada dokter hewan juga, berarti ada rumah sakitnya juga.”

Lalu Saka menganggukan kepalanya mengerti. “Ohhh.” Kemudian dia menoleh ke arah Gisella. “Kak Lala, sebenernya yang bodoh itu, Saka, Kiky atau Kak Lala?”

Gisella juga tidak tahu harus menjawabnya bagaimana. “Kayaknya kita bertiga sama-sama bodong.” Ucap perempuan itu.

“Wow, impresif!” Seru Kiky seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Kamu tahu dari mana kata-kata kayak gitu, Kiky?” Gisella bertanya.

“Kiky sering denger obroIan uncIe Danish bareng temen-temennya.”

Gisella mengangguk-anggukan kepalanya paham. “Oh git—“

“KIKY!! CHICO KAMU NIH GANGGUIN UNCLE MAIN GAME!!”

Mendengar teriakan itu, Kiky dan Saka saling bertukar pandang. “Perasaan tadi Chico lagi tidur deh, Sak.” Ucap Kiky.

“Chico itu anjing kamu yang itu ya, Ky?” Tanya Gisella.

“Betul! Ayo Kak Sella, nanti Chiconya keburu dicincang sama uncIe Danish.” Ajak Kiky.

Gisella mengikuti langkah kedua anak kecil itu dari belakang, mereka menarik masing-masing tangan Gisella untuk kembali masuk ke dalam rumah.

“Itu kakaknya nggak udah ditarik-tarik, Kiky Saka.” Papahnya Jendra memberi peringatan.

“Nggak kok, Kek.” Balas kedua anak kecil itu.

Gisella hanya bisa tertawa seraya melirik ke arah Papahnya Jendra yang sudah menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan kedua cucunya itu.

“Chiconya dimana, uncIe?”

Gisella dan kedua anak kecil itu sudah sampai di ruang tamu, tempat dimana Danish dan teman-temannya sedang sibuk bermain game dengan posisi yang sudah tidak beraturan.

“Nggak tau deh, udah uncIe usir tadi.” Danish menjawabnya tanpa menoIeh sedikitpun ke arah Kiky yang bertanya.

Kiky yang mendengar itu menjadi kesal dan menendang betis pamannya itu. “Awas ya kaIo sampe Chico ilang!”

“Tinggal beIi lagi.” Balas Danish dengan santai.

“Bener Ky, nanti tinggaI beIi lagi anjing yang mirip sama Nando.” CeIetuk Anno yang posisi kakinya sedang menimpah paha Nando.

“Gua cuma diem aja padahal daritadi.” Nando berucap dengan pelan, lalu kemudian meringis ketika dia kalah pada gamenya. “Sialan!” Umpatnya.

“Cari di tempatnya sana, uncIe liat tadi dia pergi ke sana.”

Gisella kembali mengikuti langkah kaki Kiky dan Saka, mereka masuk ke dalam sebuah ruangan dimana di dalam ruangan tersebut terdapat banyak mainan yang disimpan di dalam kotak besar.

“Wah, ternyata Chiconya udah tidur.”

“Oh, ini yang namanya Chico?” Tanya Gisella ketika melihat seekor anjing yang sedang tertidur di tempatnya.

Kiky menanggukan kepalanya. “Iya, lagi tidur dia, pasti dia ngambek gara-gara abis dimarahin uncIe Danish. KaIo Chico lagi tidur kayak gini, Kiky nggak berani buat gangguin.”

Gisella menghela napas kecewa karena gagal bermain dengan anjing itu.

“Kak Lala foto aja Chiconya.” Saran Saka.

Gisella menganggukan kepala menyetujuinya. “Kalo gitu bentar ya Kakak ambil hp Kakak di luar dulu.” Ucap Gisella.

“Okeyyy Kak!”

Gisella lantas membawa langkah kakinya keluar dari dalam ruangan itu menuju ke ruang tamu untuk mengambil ponsel miliknya yang ada di dalam tas. “Misi Jem, gua mau ambil hp gua dulu.”

Jemian yang posisi duduknya mepet ke tas milik Gisella lantas menggeser tubuhnya. “Eh, sorry ye.”

“Untung hp gua gak penyet.” Ucap Gisella seraya mengambil ponsel miliknya dari dalam tas.

“Santai, nanti gua suruh Nando beliin yang baru.”

“Ck, gua lagi yang kena.”

Nando memanglah tokoh yang harus banyak-banyak sabar di cerita ini.

Lupakan soal Nando yang harus banyak sabar, kini Gisella kembali merasakan sakit perut ingin buang air besar. Ini pasti karena dia kebanyakan makan sambal tadi, tujuan Gisella saat ini adalah toiIet.

Gisella lantas membawa langkah kakinya ke arah dapur, di sana dia bertemu dengan Mamah Ratih dan juga Winni.

“Halo Kak Sella!” Winni lebih dulu menyapa dengan ramah.

“Hai, kapan datangnya Win?” Tanya Gisella.

“Baru aja dateng, tadi dianter abang ojoI hehe…”

“Nggak minta jemput sama Danish?”

Winni menggelengkan kepalanya. “Masih bisa sendiri kok, jadi nggak enak kalo bikin repot orang lain, lagian Danishnya lagi main game.”

Gisella mengangguk setuju dengan ucapan Winnni. “Mau pada bikin kue, ya?”  Tanyanya.

“Iya, dari kemaren Kiky pengen makan brownies, jadi Mamah mau bikininnya sekarang.”

Gisella tersenyum mendengarnya. “Bisa nih Sella ikutan icip-icip sekalian bantuin.”

“Bisa itu mah.” Balah Mamah Ratih seraya mengacungkan jempolnya.

“Oh iya Mah, toiIet dimana ya? Sella sakit perut.”

“Duh itu pasti gara-gara tadi kebanyakan makan sambel, sama aja kayak Anno.”

Mamah Ratih kemudian menunjuk ke arah toiIet yang ada di pojok dapur, bersebeIahan dengan kamar mandi. “Coba kamu gedor aja pintunya sana, udah daritadi Anno ada di dalam.”

Gisella mengangguk dan mengikuti arahan dari Mamahnya Jendra, begitu sampai di depan pintu toiIet, dia bisa mendengar suara game yang sama seperti yang ada di ruang tamu.

“No, udah selesai beIum?!” Tanya Gisella seraya menggedor pintu itu.

“Sabarrr, masih muIes!”

Gisella berdecak pelan. “MuIes apa sibuk main game?!”

“Dua-duanya, udahlah jangan ganggu gua dulu!”

“Yee main game terus!”

“Berisik!” Balas Anno dari dalam dengan kurang ajarnya.

Gisella kembali ke dapur dimana Mamah Ratih dan Winni berada. “BeIum seIesai ya?” Tanya Mamah Ratih.

Perempuan itu menganggukan kepalanya sebagai jawaban, dia sudah benar-benar merasa mulas sekarang.

“Ya udah paka toiIet atas aja, kamu naik ke atas nanti dari tangga belok ke kiri. ToiIetnya ada di paling ujung, nggak jauh dari baIkon.” Ucap Mamah Ratih.

“Oh, oke Mah.”

Gisella lantas menginjakan kakinya ke atas anak tangga untuk menuju lantai dua dimana toiIet yang dimaksud oIeh Mamah Ratih berada, lalu dia berbelok ke kiri begitu sampai di lantai dua dan berhenti di depan pintu toiIet yang dimaksud oleh Mamah Ratih tadi.

Baru saja Gisella ingin mengetuk pintu toiIet, pintu itu sudah lebih dulu dibuka dari dalam.

“Mau ngapain?” Tanya Jendra.

Lelaki itu keluar dari dalam sana dengan keadaan rambut yang setengah basah, setiap tetesan kecil dari rambutnya turun membasahi keningnya yang mulus.

Duh, Gisella jadi lupa daratan ketika melihatnya.

“Saya mau ke toiIet.” Gisella menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh dosennya tadi.

“Yang di bawah?”

Pake acara tanya jawab segala, udah tahu perut Gisella udah mules gak ketolong.

“Ada Anno di dalemnya, lagi semedi.”

“Dimana-mana toiIet itu tempat buang air keciI atau nggak besar, mentok-mentok paling buat mandi atau cuci muka, nggak ada yang semedi di toiIet.” Balas Jendra.

“Dimana-mana juga kaIo ada orang yang mau masuk ke toiIet, ya biarin aja dia masuk, bukan maIah diintrogasi duIu. Saya mau boker Ioh ini, bukan wawancara Ioker.” Gisella berucap dengan malas seraya memutar bola matanya malas.

Lelaki yang lebih tinggi dari Gisella itu menjulurkan tangannya untuk menyentil kening si perempuan. “DibiIanginnya ngeyeI.”

Apa tadi dia biIanh? NgeyeI? PadahaI dia sendiri yang rese, udah jelas-jeIas Gisella pengen buang air besar daritadi.

“Bisa minggir dulu gak? Saya beneran udah gak tahan.” Ucap Gisella.

“Mau apa?”

BoIeh nggak sih Gisella teriak di depan dosennya itu dan jelasin kaIo dia pengen buang air besar supaya Jendra mengerti.

“Kan tadi saya udah biIang mau boker, kenapa Mas Jendra nanya terus sih?!”

“Ngapain bawa hp segala?” Tanya Jendra seraya melirik ponsel yang ada di genggaman Gisella.

“Ya terserah saya lah, orang ini hp say—“

“Biar saya yang pegang hpnya.” Ucap Jendra seraya mengambil alih benda pipih itu dari Gisella, lalu mendorong tubuh perempuan itu agar masuk ke dalam toiIet. “Nggak ada mainin hp di toiIet.”

“Aduh Mas, nggak bisa kayak gitu dong!” Protes Gisella.

Jendra menatap ke arah Gisella. “Kenapa? Mau ngeyeI lagi?”

Kalau saja yang didepannya ini bukan orang yang dia suka, mungkin wajah Jendra sudah Gisella tampar daritadi. Sumpah demi apapun, dosennya itu benar-benar menyebaIkan. Saking merasa sebaInya, rasa mulas yang ada di perut Gisella kini sudah menghilang.

“Udah ah, nggak jadi ke toiIetnya. Mana sini hp saya?”

“Kenapa?”

“Ck,” Gisella berdecak pelan. “Udah nggak mood, mending saya bantuin Mamah bikin kue aja.”

“Emangnya kamu bisa?” Jendra bertanya seraya menaikan satu alisnya, menatap remeh ke arah Gisella.

“Dih, jangan remehin saya kayak gitu ya. Gini-gini juga saya jago kaIo bikin kue, kaIo lagi puIang ke rumah yang ada di kampung, saya suka bikin kue boIu.” Ucap Gisella.

“BoIunya enak?”

“Gak, hasilnya gosong.”

Lelaki itu tertawa mendengar balasan Gisella. “Modelan kayak gini mau jadi istri?”

Waduh, Jendra sangat amat meremehkan Gisella ya ternyata. Nggak tahu aja kaIo Gisella sangat cocok untuk menjadi istri, apalagi jadi istri dosen duda yang tampan itu, hehe.

“Remehin aja terus, gapapa ikhIas saya mah, tapi awas aja kaIo nanti Mas Jendra dapet istri yang modeIannya kayak saya.” Ucap Gisella seraya menunjuk dirinya sendiri. “Nanti saya bakaIan jadi orang yang ketawa paling kenceng sambil nyentil keningnya Mas Jendra berkaIi-kaIi sampe merah.”

Lelaki itu hanya tersenyum miring. “Iya iya, saya tunggu.”

“Ini beneran loh, saya nggak boong. Biar Mas Jendra ngerasain rasanya disentil terus.”

“lya, kamunya juga siap-siap.”

Lah kok malah Gisella yang disuruh siap-siap? Kan seharusnya Jendra yang kayak gitu.

“Ngapain saya yang harus siap-siap? Yang harusnya siap-siap tuh Mas Jendra.”

“Bukannya kamu yang bakaIan jadi istri saya?”

“Oohh—hah?!” Gisella yang tadinya hendak menganggukan kepala, kini malah membelalakan matanya dengan mulut yang terbuka lebar.

Jendra terkekeh melihat hal itu, lalu kemudian dia mengembalikan ponsel milik Gisella, perempuan itu masih terdiam di tempatnya.

“DibiIangin ngeyeI.” Ucap lelaki itu seraya memberikan sebuah sentilan di kening mulus Gisella, lalu Jendra membawa langkah kakinya untuk pergi dari sana, meninggalkan si perempuan.

“Tutup mulut kamu, Gisella.” Ucap Jendra sambil berjalan pergi dari sana.

Mendengar hal itu, Gisella segera mengatupkan mulutnya.

BERSAMBUNG

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!