NovelToon NovelToon
Doa Kutukan Dari Istriku

Doa Kutukan Dari Istriku

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Pelakor / Cerai / Penyesalan Suami / Selingkuh / Romansa
Popularitas:368.8k
Nilai: 5
Nama Author: Santi Suki

Vandra tidak menyangka kalau perselingkuhannya dengan Erika diketahui oleh Alya, istrinya.


Luka hati yang dalam dirasakan oleh Alya sampai mengucapakan kata-kata yang tidak pernah keluar dari mulutnya selama ini.


"Doa orang yang terzalimi pasti akan dikabulkan oleh Allah di dunia ini. Cepat atau lambat."


Vandra tidak menyangka kalau doa Alya untuknya sebelum perpisahan itu terkabul satu persatu.


Doa apakah yang diucapkan oleh Alya untuk Vandra?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30

Sejak hari ketika Alya dan Axel jatuh ke kolam renang, dia jadi sulit bersikap seperti biasanya di hadapan Albiruni. Ada sesuatu yang berubah. Tatapan mata pria itu kini membuat jantungnya berdebar. Tentu saja dia dulu pernah merasakan hal itu juga ketika baru menjalin hubungan dengan Vandra.

Setiap kali mereka berpapasan, Alya refleks menunduk, seolah takut tertangkap basah sedang memikirkan sesuatu yang tak pantas. Semua bermula dari ucapan polos Ali yang dengan riang menceritakan kepada Axel bahwa papanya mencium bibir bunda di kolam renang agar bunda sadar.

Alya sampai tersedak mendengarnya waktu itu. “Apa?!”

Ali yang tidak mengerti arti ciuman darurat itu hanya mengangguk santai. “Iya, Oma juga lihat, kok. Papa cium bibir Bunda beberapa kali, terus Bunda sadar.”

Sejak saat itu, setiap mengingat momen itu, pipi Alya terasa panas. Apalagi ketika Albiruni berusaha menjelaskan dengan nada serius bahwa yang ia lakukan hanyalah bantuan pernapasan darurat. Namun entah kenapa, justru kalimat itu membuat wajah Alya makin memanas.

Setiap kali Albiruni menyapa Alya, suaranya terdengar terlalu dalam, terlalu dekat. Lalu, setiap kali ia tak sengaja menatap mata Albiruni. Mata teduh yang waktu itu menatapnya cemas di tepi kolam, Alya merasa seperti diseret kembali ke momen ketika ia terbaring lemah, dengan tangan pria itu menggenggamnya erat.

Hari-hari berikutnya, Alya mencoba bersikap biasa. Akam tetapi yang namanya hati tidak mudah diatur. Ada saja hal-hal kecil yang membuatnya gugup. Seperti suara tawa Albiruni bersama anak-anak di halaman atau aroma parfum pria itu yang samar tercium ketika mereka lewat berpapasan.

Sore itu, Alya tengah menatap layar ponsel, berusaha menyelesaikan pesanan kue online. Suara lembut Vero memecah lamunannya.

“Bunda, besok aku ikut lomba renang tingkat kota. Aku berharap Bunda bisa datang kasih dukungan.”

Alya menoleh, melihat putranya yang kini beranjak besar. Rambut hitam dicukur rapi, wajahnya penuh semangat seperti Vandra di masa muda dulu. Ada rasa haru yang menyeruak di dada Alya.

“Tentu saja, Kak. Bunda dan Axel akan datang,” ujarnya sambil tersenyum. “Opa dan Oma sudah dikasih tahu belum?”

“Belum, Bunda,” jawab Vero sambil menggeleng. “Kira-kira mereka mau ikut nggak, ya? Soalnya Opa dan Oma sibuk banget akhir-akhir ini.”

Alya terdiam sejenak, mengingat kedua mertuanya. Setelah peristiwa kelam dengan Vandra, mereka memang lebih banyak tenggelam dalam kegiatan sosial dan bisnis, seolah ingin melupakan aib yang sempat menimpa keluarga. Namun, di setiap akhir pekan, mereka tetap menyempatkan diri mengunjungi Vero dan Axel, dua cucu yang selalu menjadi pelipur duka.

“Coba hubungi Opa. Siapa tahu mereka bisa luangin waktu. Lomba kemarin, kan, mereka nggak sempat datang.” Alya menyerahkan ponselnya kepada Vero.

Beberapa menit kemudian, wajah Vero bersinar.

“Opa dan Oma mau datang, Bun! Mereka malah semangat banget, katanya nggak mau ketinggalan lihat lomba kali ini.”

Alya tersenyum lega. “Alhamdulillah.”

Namun, belum sempat ia kembali fokus ke layar ponsel, Vero bertanya dengan nada hati-hati,

“Bunda, kalau Ayah diajak, kira-kira mau datang nggak, ya?”

Pertanyaan itu membuat dada Alya sedikit sesak.

Dulu, setiap kali ada acara sekolah, Vandra selalu hadir. Ia orang pertama yang berteriak paling keras saat Vero menang lomba, dan orang pertama pula yang mengabadikan setiap momen.

Sekarang, semuanya sudah berbeda. Alya tak ingin menampakkan kesedihan itu di depan anaknya.

“Kalau Kakak mau, coba aja tanya. Siapa tahu Ayah bisa meluangkan waktu,” katanya lembut, menatap mata putrinya yang berkilau penuh harap.

“Gimana cara hubungin Ayah, Bun? Nomornya masih ada?”

Alya terdiam beberapa detik. Ia membuka kontak lama di ponselnya, tapi ragu apakah nomor itu masih aktif. Akhirnya ia memutuskan untuk meminta bantuan.

“Kita tanya ke Tante Zara saja. Mungkin dia masih punya nomor yang baru.”

Tak lama kemudian, Zara mengirimkan kontak itu.

Dengan jantung berdebar, Vero mengetik pesan singkat.

‘Ayah, ini Vero. Minggu depan aku ikut lomba renang antar kota. Kalau Ayah ada waktu, datang, ya. Beri dukungan untuk aku.’

Beberapa jam kemudian, ponsel Vero bergetar. Matanya berbinar membaca pesan balasan.

‘Tentu saja, Kak. Di mana tempatnya? Nanti Ayah akan datang.’

“Bunda, Ayah mau datang!” seru Vero girang, matanya berkilau seperti menemukan bintang jatuh.

Alya menatap putranya lama, senyum kecil terbit di wajahnya. Ada rasa lega sekaligus getir yang bercampur jadi satu.

Meski hubungan mereka sudah berakhir, setidaknya Vandra masih menyayangi anak-anaknya. Dan untuk itu, Alya bersyukur.

***

Lampu-lampu redup di kafe “Moonlight” berpendar lembut, menyoroti wajah Vandra yang sedang memetik gitarnya. Suaranya mengalun pelan, lembut dan hangat, menyanyikan lagu cinta yang menusuk hati. Setiap bait terasa seperti pengakuan dosa yang tidak pernah sempat ia ucapkan pada Alya.

Di antara aroma kopi, asap rokok, dan tawa para pengunjung, Vandra terlihat menunduk sedikit, larut dalam lirik dan petikan gitar.

Di dalam hati, dia tidak sedang menyanyi untuk pengunjung kafe, tapi untuk dua anaknya, Vero dan Axel, serta wanita yang dulu menemaninya melewati masa-masa sulit.

Malam itu, pengunjung cukup ramai. Setiap kali lagu selesai, terdengar tepuk tangan, siulan, bahkan beberapa uang kertas dilipat dan diselipkan ke dalam wadah kecil di dekat mikrofon. Vandra tersenyum, bukan karena uangnya, melainkan karena merasa dirinya kembali berarti.

Setelah menyelesaikan semua lagu, Dion mendekat sambil menepuk bahu.

“Permainan gitar kamu masih jago, Ditambah suaramu yang merdu. Apa nggak kepikiran buat jadi penyanyi profesional? Siapa tahu bisa bikin solo album,” ujar Dion setengah bercanda, setengah serius.

Vandra tertawa kecil, suaranya lemah namun tulus.

“Dulu iya, waktu masih SMA. Rasanya pengin banget punya album sendiri, tur ke mana-mana. Tapi sekarang? Aku cuma nyanyi buat bertahan hidup, bukan buat mimpi.”

Dion duduk di kursi sebelahnya, menyandarkan tubuh ke sandaran kayu. “Tapi kamu masih punya jiwa itu, Van. Orang kayak kamu, kalau dikasih kesempatan, bisa sukses lagi.”

Vandra menggeleng pelan, menatap ke gelas kopi yang mulai dingin.

“Kesempatan itu sudah aku buang, Dion. Sekarang aku cuma ingin menebus semua kesalahan.”

“Kesalahan yang mana?” tanya Dion, walau sebenarnya dia tahu arah pembicaraan itu.

Vandra menarik napas panjang, pandangannya kosong menatap panggung kecil yang baru ia tinggalkan.

“Kesalahan terhadap Alya. Dia nggak pernah nuntut apa pun dariku—kecuali memasukannya ke dalam penjara. Padahal aku yang hancurkan hidupnya. Aku yang rusak kepercayaan itu.”

“Dia nyuruh kamu kasih uang bulanan buat anak-anak?” tanya Dion.

Vandra tersenyum getir. “Nggak pernah. Dia bahkan nggak pernah nanya aku kerja di mana, atau gimana keadaanku. Tapi justru itu yang bikin aku malu, Dion. Karena aku tahu, selama ini dia kerja keras sendirian buat Vero dan Axel.”

Dion menatapnya lama, lalu berkata pelan, “Alya itu wanita baik-baik, Van. Tega sekali kamu mengkhianatinya.”

Ucapan itu seperti pisau kecil yang menancap dalam di dada Vandra. Dia tertunduk, mengusap wajahnya sendiri.

“Waktu itu aku cuma ngerasa bosan, Dion. Hidupku monoton, nggak ada semangat. Lalu Erika datang, bawa sesuatu yang aku kira ‘gairah baru’. Aku salah. Ternyata yang kupikir cinta, cuma nafsu yang dibungkus kebodohan.”

Dion tersenyum pahit. “Kamu tahu nggak, Van? Papa kamu sama mama udah hidup bareng hampir empat puluh tahun. Apa mereka nggak pernah bosan satu sama lain? Tapi mereka tetap setia. Kalau suatu hari papamu nyari wanita lain karena alasan ‘bosan’, apa kamu bisa terima?”

Pertanyaan itu menghantam Vandra seperti gelombang besar yang datang tiba-tiba. Ia terdiam. Suasana kafe terasa berubah sunyi di telinganya. Musik dari speaker terdengar sayup, berganti dengan detak jantungnya sendiri.

Vandra menatap jari-jarinya yang kapalan karena latihan gitar. Dulu, tangan ini dipakai untuk menggenggam tangan Alya, bukan tangan wanita lain.

Dion menepuk pundaknya pelan. “Masih belum terlambat, Van. Kadang, lagu yang paling indah lahir dari rasa bersalah yang paling dalam.”

Vandra mengangguk perlahan. “Mungkin benar, Dion. Tapi aku nggak tahu, apakah Alya masih mau mendengarkan laguku lagi.”

Dion berdiri, lalu berkata dengan nada bersahabat, “Kalau kamu nyanyi dari hati, dia pasti dengar. Mungkin bukan sekarang, tapi suatu hari nanti.”

1
Nursina
semangat lanjutkan
Ita rahmawati
udah bahagia dn baik² aja nih semuanya,,segera tamatkah 🤔
kalo baca pas lg konflik suka ikutan emosi tp giliran udh manis2 gini suka takut ditamatin sm othornya 😂😂
Mawar
aliya sudah mendpat kebahagiaannya,gmn dengan vandra ya😏
Sugiharti Rusli
semoga semuanya selalu sehat dan tetap hidup rukun yah, ujian pasti akan ada dan tinggal bagaimana kita menerima dan mencari jalan keluarnya, kalo ga punya masalah berarti tugas kita sudah kelar di dunia kan, ujian buat meninggikan derajat seseorang di mata Allah,,,
Sugiharti Rusli
dan anak" mereka juga tidak bingung, karena mereka memiliki papa dan juga ayah dan mereka bisa saling menghormati dengan baik
Sugiharti Rusli
apalagi Alya dan mantan suami beserta keluarganya juga sudah seperti saudara kan sekarang hubungannya
Sugiharti Rusli
karena sejatinya ketenangan hidup adalah segalanya yah, mau uang banyak tapi hidup gelisah terus, pasti ga akan nyaman
Sugiharti Rusli
apalagi sekarang keluarga Alya juga makin lengkap dengan tambahan seorang putri cantik🥰🥰🥰
Sugiharti Rusli
memang terasa lega yah kalo kita sudah bisa berdamai dengan masa lalu
Nar Sih
kini alya udah bahagia dan semoga vandra juga sgra menemukan jodoh yg baik seperti mantan istri
Nar Sih
selamat ya alya dan papa biru ,dgn lahir nya princes alisa ,moga sehat dan jdi ank soleha🙏
Nar Sih
lebih baik cpt tobat rachel ,semoga dosa mu sgra diampuni jdi berubah lebih baik
Nar Sih
kasihab si janda gatel ngk beehasil fitnah vandra🤣
EkaYulianti
ali nginap di rmh nenek belinda kah?
Liana CyNx Lutfi
Tinggal menungg3 vendra sembuh dan dpt jodoh yg baik tulus menerima anak2nya vendra dan menjalin silaturrahmi dngn baik dngn alya seperti halnya albiru yg menerima vendra tnpa ada rasa benci
🌸Santi Suki🌸: Vandra enggak nikah lagi sampai meninggalnya. Dia lebih fokus memperbaiki diri.
total 1 replies
Aditya hp/ bunda Lia
tinggal si Vandra ini apa burungnya bakal bangun lagi Thor? atau mau mati selamanya 🤭
Cindy
lanjut kak
Ummee
bukannya Ali cucu pertama dari Albiruni ya?
Purnama Pasedu
lucu axel
Dew666
😍😍😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!