Super MOM

Tari buru buru pulang karena takut Arka akan sendirian di rumah, Ia sedikit berlari kecil sambil memakai tas jinjingnya.

Sepatu high heels yang Ia kenakan tentu berbunyi seiring langkah kakinya menapak lantai. Tanpa Ia sadari ada seseorang yang sejak tadi memperhatikan dirinya.

" Siapa dia "

El memiringkan kepalanya kekiri dan kanan mencoba mengenali siapa yang sedang melangkah terburu buru namun tidak nampak wajahnya.

" Siapa dia " Gumam El lagi.

Ia sudah berkenalan dengan hampir semua Dokter bahkan Suster di rumah sakit itu, lebih tepatnya mereka yang mau memperkenalkan diri.

" Eh El disini kamu rupanya ! Ngapain plongak plongok disini. Di tungguin di ruangan eh malah disini, lagi lihatin siapa sih "

Dokter Bayu yang notabene nya adalah saudara dari pemilik rumah sakit itu atau lebih tepatnya adalah Om dari El sendiri, memang selalu memanggil El dengan panggilan nama saja dan El tidak mempermasalahkan akan hal itu.

Dokter Bayu memperhatikan arah pandangan El namun tidak ada siapa pun disana.

" Tidak apa apa Om, bukan apa apa " Jawab El kemudian.

***

Menggunakan taxi yang baru Ia pesan dari aplikasi Tari kembali ke rumah, Ia begitu khawatir pada Putranya. Butuh waktu empat puluh menit hingga tiba di rumah mewah itu.

Tari segera masuk ke dalam rumah, Ia tidak mendengar apapun. Tapi di luar mobil yang sering Ia gunakan ada terparkir di halaman rumah.

" Maira, kamu disini "

Tari terkejut karena di dalam rumah ada orang lain selain Bibi.

" Iya Bu, tadi Bu Maudy yang meminta saya datang kemari menemani Ibu sekaligus menemani Den Arga di rumah kalau Ibu sedang tugas di rumah sakit " Maira sedikit merasa sungkan pada Tari.

Ia tahu betapa berartinya Tari bagi Bu Maudy sehingga Ia menganggap Tari juga adalah majikannya.

" Oh alhamdulillah kalau begitu Maira, makasih ya karena kamu sudah mau kemari. Mulai sekarang panggil nama saja, tidak usah panggil Bu atau apalah. Begitu juga dengan Arka, kamu bisa panggil dia dengan nama saja. "

Maira terkejut, tentu saja Ia tidak berani berlaku lancang, namun karena paksaan Tari akhirnya Maira pun memanggilnya dengan panggilan nama juga.

" Dimana Arka sekarang Maira " Tanya Tari ketika teringat akan Putranya itu.

" Oh Arka sedang di kamarnya, tadi jalan jalan dengan Pak Ardi sebentar " Jawab Maira.

Tari pamit dan langsung menuju kamar Putranya, Ia menegetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk.

" Masuk saja Ma, pintunya tidak di kunci "

Tari membuka pintu dan tersenyum melihat sang Putra sedang sibuk dengan buku buku pelajaran nya.

" Wah anak Mama lagi sibuk nih ya rupanya "

Tari mendekat dan duduk di lantai sembari meletakkan dagunya di atas meja belajar Arka, hari ini Ia sangat lelah. Belum lagi kejadian di ruang hijau tadi menguras pikiran dan tenaga juga. Tidak berselang lama terdengar bunyi alarm dan Arka pura-pura tidak mendengar nya, namun tentu saja Ia tahu itu pertanda apa.

..." Mama pasti lelah bekerja, dan pasti lupa makan lagi, sampai wajahnya seperti itu " Batin Arka yang melihat kondisi Tari yang tidak seperti biasanya....

" Mama, Arka lapar. "

Tari mengangkat wajahnya.

" Kamu belum makan Nak, mau makan. Bentar Mama ambilkan dulu ya " Tari ingin bangkit namun Arka mencegahnya.

" Mama, boleh nggak kalau kita makan di luar saja. Arka ingin makan di luar "

Tari menegakkan tubuhnya, tentu saja Ia menyetujui usulan anaknya. Tumben tumbenan anak itu mau keluar rumah di saat Ia tengah sibuk dengan buku buku pelajaran nya.

" Wah anak Mama lapar ya dan mau makan di luar, tentu saja boleh sayang. Sekarang kan " Tanya Tari lagi.

Arka mengangguk membenarkan dan Tari pun tersenyum.

" Oke Nak, tunggu sebentar ya sayang. Mama ganti baju dulu sebentar saja " Tari berlari keluar meninggalkan Arka seorang diri yang masih memandang nya dengan perasaan sedih.

...----------------...

Mobil yang berpenumpang empat orang dan di kemudikan Ardi melesat

membela Ibukota, mencari tempat yang nyaman untuk mereka menikmati makan sore itu.

" Sayang, Arka mau makan apa Nak " Tanya Tari

" Apa saja Ma yang penting enak " Jawab Arka.

" Ke Resto Cita Rasa saja Pak, dengar dengar disana terkenal dengan kebersihan, keramahan dan juga menunya yang beraneka ragam. Kita bisa puas memilih apa saja yang akan kita nikmati "

Maira hanya tersenyum mendengar penjelasan Tari, tentu ada pelajaran yang bisa Ia ambil disana.

Hanya butuh waktu sepuluh menit mereka sudah sampai di tempat tujuan.

Rombongan Tari pun turun dan melangkah nemasuki Resto yang nampak ramai itu.

" Pak Ardi, ayo ikut bareng kita " Ajak Tari pada supir pribadi nya itu.

" Ah tidak Bu Dokter, Terima kasih tapi saya masih kenyang "

Meskipun sebenarnya Ia juga lapar tapi tentu Ia sungkan kalau harus makan bersama majikannya itu.

" Sudahlah Pak, ayo kita makan sama sama. Tidak usah sungkan, jangan menolak rezeki yang datang, karena rezeki tidak selalu datang dua kali "

Mendengar rezeki tidak datang dua kali, akhirnya Ardi pun mengekor di belakang. Mereka memilih duduk di pojokan mengambil dua meja.

Tari dan yang lainnya mulai memesan makanan yang mereka inginkan, dan bercanda bersama menunggu pesanan datang.

Akhirnya setelah menunggu beberapa saat pesanan mereka pun datang, Tari berinisiatif memulai lebih dulu karena ketiga orang disamping nya itu sangat angker dengan sifatnya masing-masing.

" Ayo saatnya kita makan " Seru Tari.

" Sayang, perlu Mama bantu " Tanya Tari pada Putranya.

Arka menggeleng cepat dan segera mengisi piringnya dengan nasi dan lauk.

" Arka bisa sendiri kok Ma, Mama makan saja "

Mereka makan dalam diam, hanya terdengar bunyi dentuman sendok dan piring yang bersentuhan.

Tari selesai lebih dulu Ia pamit ke toilet sebentar.

" Nak, Mama ke belakang sebentar ya "

Arka dan yang lainnya mengangguk mengiyakan.

Tari melangkah dengan anggun, lagi lagi tanpa Ia sadari ada yang memperhatikan nya ketika keluar dari toilet.

" Eh seperti nya Dia lagi, tapi siapa. Seperti nya aku pernah melihatnya, tapi dimana " Batin seseorang itu.

Baru akan mengejar namun tiba-tiba Ia memegang perutnya yang sakit.

" Aduh, haih ini perut. Pada saat ada urusan penting mslah nggak bisa di ajak kompromi "

Ia segera berlari ke toilet karena urusan daruratnya harus segera di tuntaskan.