NovelToon NovelToon
Harga Diri Seorang Istri

Harga Diri Seorang Istri

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Wanita Karir / Penyesalan Suami / Selingkuh / Romansa
Popularitas:82.5k
Nilai: 5
Nama Author: Bunda SB

Indira pikir dia satu-satunya. Tapi ternyata, dia hanya salah satunya.

Bagi Indira, Rangga adalah segalanya. Sikap lembutnya, perhatiannya, dan pengertiannya, membuat Indira luluh hingga mau melakukan apa saja untuk Rangga.

Bahkan, Indira secara diam-diam membantu perusahaan Rangga yang hampir bangkrut kembali berjaya di udara.

Tapi sayangnya, air susu dibalas dengan air tuba. Rangga diam-diam malah menikahi cinta pertamanya.

Indira sakit hati. Dia tidak menerima pengkhianatan ini. Indira akan membalasnya satu persatu. Akan dia buat Rangga menyesal. Karena Indira putri Zamora, bukan wanita biasa yang bisa dia permainkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda SB, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sahabat Sejati

Jam dinding di ruang CEO Zamora Company menunjukkan pukul sepuluh pagi ketika pintu kayu besar terbuka dengan bunyi yang cukup keras... tidak sopan untuk ruang CEO, tapi orang yang membuka pintu itu jelas tidak peduli dengan etiket kantor.

Rani masuk dengan langkah santai... mengenakan blazer merah menyala dengan celana hitam dan heels yang berbunyi tegas di lantai marmer. Rambutnya diikat ponytail tinggi, kacamata hitam bertengger di kepala, dan yang paling penting... senyum lebar tanpa rasa bersalah sama sekali di wajahnya.

Di tangannya, kunci mobil Rolls Royce bergoyang-goyang dengan gesture yang sengaja dibuat provokatif.

Indira yang sedang duduk di balik meja kayu mahoni besar dengan laptop terbuka dan tumpukan dokumen... langsung mengangkat kepalanya. Matanya menyipit. Tatapannya... tatapan yang bisa membunuh.

"Halo, CEO tercinta!" sapa Rani dengan ceria... terlalu ceria untuk seseorang yang tahu ia dalam bahaya. "Selamat pagi! Aku kembalikan kunci mobilmu!"

Indira tidak menjawab. Ia hanya menatap dengan tatapan yang membuat beberapa karyawan senior yang pernah lihat tatapan itu langsung berlari ketakutan.

Tapi Rani? Rani justru tertawa dan berjalan santai mendekat, meletakkan kunci mobil di atas meja dengan bunyi *clink* yang nyaring.

"Nah, sudah dikembalikan," ucapnya sambil duduk di kursi tamu dengan postur santai... bahkan menyilangkan kaki dengan santai. "Mobilmu masih utuh. Tidak ada lecet. Bensin sudah aku isi penuh sebagai tanda terima kasih."

"Kamu," Indira akhirnya berbicara... suara yang sangat tenang, terlalu tenang, "kamu SENGAJA menjebak aku semalam."

"Menjebak?" Rani memasang wajah innocent... wajah yang sangat dibuat-buat. "Aku tidak mengerti apa yang kamu maksud, Dira sayang."

"JANGAN PURA-PURA TIDAK TAHU!" Indira berdiri dari kursinya... membuat kursi bergeser ke belakang dengan bunyi keras. "Kamu sengaja bilang ada urusan mendadak! Kamu sengaja pinjam mobilku! Kamu sengaja buat aku terpaksa pulang sama Adrian!"

Rani tertawa lepas, yang tidak ada penyesalan sama sekali. "Oke, oke. Aku akui. Aku MEMANG sengaja."

"RAN!"

"Apa?" Rani masih tertawa sambil berdiri, berjalan mengelilingi meja untuk mendekat ke Indira. "Kamu marah? CEO sekeren kamu marah karena dijebak buat pulang bareng sama mantan pacar yang masih cinta sama kamu? Come on, Dira. Kamu harusnya terima kasih!"

"Terima kasih?" Indira menatapnya dengan tidak percaya. "Aku malu setengah mati semalam!"

"Malu kenapa? Kalian kan cuma pulang bareng. Bukan ngapa-ngapain," Rani menyeringai. "Atau... kalian ngapa-ngapain?"

"TIDAK!" wajah Indira langsung memerah. "Kami hanya... ngobrol di mobil! Ngobrol biasa! Tidak ada yang... tidak ada apapun!"

"Sayang sekali," Rani berpura-pura kecewa. "Aku pikir setidaknya ada kiss goodnight atau kissmark gitu..."

"RAN!" Indira mencubit lengan sahabatnya dengan kencang... cukup kencang untuk membuat Rani meringis.

"Aduh! Sakit!" Rani tertawa sambil mengusap lengannya yang dicubit. "Oke, oke. Maaf. Tapi seriously, Dira, kamu memang cocok jadi CEO Zamora Company. Pintar banget bisa langsung tebak niat jahatku."

Indira menatap sahabatnya dengan mata yang menyipit... masih kesal tapi mulai mereda. Ia kembali duduk di kursinya dengan helaan napas panjang.

"Kamu menyebalkan," gumamnya.

"Aku tahu," Rani juga duduk... kali ini di kursi yang lebih dekat dengan meja Indira. "Tapi aku menyebalkan karena aku peduli."

Nada suara Rani berubah dari jahil menjadi serius. Perubahan yang membuat Indira langsung menatapnya dengan perhatian penuh.

"Dira," Rani melanjutkan dengan suara yang lebih lembut, "aku serius. Tidak ada salahnya kalau kamu dan Adrian kembali dekat."

"Ran..."

"Dengarkan aku dulu," Rani mengangkat tangannya. "Adrian itu... dia bukan hanya cocok jadi pasanganmu. Dia juga cocok jadi temanmu. Dia orang yang baik, yang peduli, yang bisa kamu andalkan. Dan aku lihat kemarin... cara dia lindungi kamu dari Rangga, cara dia ada untukmu... itu genuine, Dira. Itu tulus."

Indira terdiam tidak tahu harus berkata apa.

"Dan kamu," Rani melanjutkan sambil menatap mata sahabatnya dengan serius, "kamu yang sekarang ini... kamu yang selalu terlihat tegar dan kuat... sebenarnya tidak sekuat itu, kan?"

"Aku kuat," Indira menjawab cepat...terlalu cepat.

"Dira," Rani memanggil dengan lembut. "Lihat mataku."

"Ran..."

"Lihat mataku," Rani mengulangi dengan nada yang tidak bisa dibantah.

Indira mencoba... benar-benar mencoba untuk menatap mata Rani. Tapi tidak bisa. Matanya menghindar, menatap ke meja, ke laptop, ke jendela, ke mana saja kecuali mata sahabatnya.

Karena Rani benar. Rani selalu benar tentang dirinya.

"Kamu tidak bisa," Rani berkata dengan lembut bukan menghakimi, tapi menyatakan fakta. "Karena kamu tahu aku benar. Kamu terlihat kuat di luar. Kamu jadi CEO yang ditakuti dan dihormati. Kamu bisa berdiri tegak di hadapan Rangga dan bilang kamu tidak butuh dia. Tapi jauh di dalam... kamu lelah, Dira. Kamu terluka. Dan kamu butuh seseorang."

"Aku punya kamu," Indira berbisik, suara yang mulai bergetar.

"Ya, kamu punya aku," Rani tersenyum hangat tapi juga sedih. "Tapi Dira, aku tidak bisa selalu ada untukmu. Aku punya pekerjaanku sendiri. Aku punya hidupku sendiri. Dan kamu tidak bisa hanya berteman denganku saja. Kamu butuh lebih. Kamu butuh seseorang yang bisa ada untukmu saat aku tidak bisa. Seseorang yang bisa kamu andalkan. Seseorang yang... mencintaimu."

"Ran.."

"Dan Adrian mencintaimu," Rani memotong dengan tegas. "Aku lihat itu di matanya. Cara dia menatapmu kemarin, itu bukan tatapan teman lama atau mantan yang sudah move on. Itu tatapan seseorang yang masih sangat, sangat mencintaimu. Yang sudah menunggumu selama sepuluh tahun. Dan yang akan terus menunggu kalau kamu mau."

Indira merasakan matanya mulai memanas. "Aku tidak tahu apa yang aku rasakan, Ran. Aku baru saja keluar dari pernikahan yang menghancurkan. Aku tidak tahu apakah aku siap untuk... untuk membuka hati lagi."

"Aku tidak bilang kamu harus langsung pacaran dengannya," Rani menjawab dengan lembut. "Aku hanya bilang... dekatlah dengannya. Biarkan dia jadi temanmu. Biarkan dia ada untukmu. Dan kalau nanti... suatu hari nanti kamu merasa siap untuk lebih... setidaknya kamu tahu ada seseorang yang tulus menunggumu."

Indira terdiam, memproses kata-kata itu. Lalu air mata pertama jatuh... hanya satu, turun perlahan di pipi.

Rani langsung berdiri, berjalan mengelilingi meja, dan memeluk Indira dengan erat. Pelukan yang hangat, yang protektif, yang mengatakan "aku ada di sini."

"Dira," Rani berbisik di telinga sahabatnya, "kebahagiaanmu itu selalu... SELALU... berada di atas kebahagiaanku sendiri. Kamu tahu itu, kan?"

Indira mengangguk di pelukan Rani... tidak bisa berbicara karena tenggorokannya tercekat.

"Kamu sudah banyak melakukan untukku," Rani melanjutkan dengan suara yang mulai bergetar. "Dulu... dulu saat orangtuaku kecelakaan dan kami butuh biaya besar untuk operasi... keluargaku cuma pas-pasan. Kami tidak punya apa-apa. Dan kamu... kamu yang waktu itu masih SMA langsung bantu kami. Kamu keluarkan uang dari tabunganmu, dari warisan kakekmu, untuk bantu orangtuaku."

Indira melepaskan pelukan, menatap Rani dengan mata berkaca-kaca. "Ran, itu sudah lama..."

"Tapi aku tidak akan pernah lupa," Rani memotong dengan air mata yang mulai turun. "Meskipun pada akhirnya orangtuaku tidak bisa diselamatkan... meskipun mereka tetap pergi... kamu ada untukku. Kamu tidak pernah sekalipun meninggalkanku. Kamu jaga aku. Kamu support aku. Kamu bahkan bantu aku dapat pekerjaan yang sekarang... pekerjaan yang bagus, yang memberiku kehidupan yang layak."

"Karena kamu sahabat terbaikku," Indira menjawab dengan tulus. "Aku akan selalu ada untukmu."

"Dan aku juga akan selalu ada untukmu," Rani mengusap air mata Indira dengan lembut. "Makanya aku mau kamu bahagia. Aku mau kamu punya seseorang yang bisa jaga kamu seperti kamu jaga aku. Dan aku percaya Adrian adalah orang itu."

Indira tersenyum berlinang air mata tapi hangat. "Terima kasih, Ran. Terima kasih untuk segalanya."

"Sama-sama," Rani membalas senyum. "Sekarang stop nangis. Nanti makeup-mu rusak. CEO sekeren kamu tidak boleh terlihat nangis."

Indira tertawa yang tersendat oleh air mata tapi tulus. Ia mengusap matanya dengan tissue yang Rani sodorkan.

"Aku lapar," Indira akhirnya berkata setelah berhasil mengendalikan emosinya.

"Aku juga," Rani mengangguk. "Mau pesan makanan?"

"Tidak perlu," Indira berdiri, berjalan ke sudut ruangannya di mana ada kulkas kecil khusus untuk menyimpan bekal. Ia membuka kulkas dan mengeluarkan lunch box berukuran besar...lunch box dua tingkat dengan motif yang lucu.

"Aku bawa bekal," Indira tersenyum sambil membawa lunch box ke meja kecil di sudut ruangannya, meja bundar dengan dua kursi yang biasa ia pakai untuk meeting informal atau makan siang sendirian.

"BEKAL?" Rani langsung berdiri dengan excited. "Dira, kamu masak?"

"Ya," Indira mengangguk sambil membuka lunch box. "Aku masak pagi-pagi tadi di apartemen. Tidak bisa tidur jadi aku masak."

"Oh my God," Rani sudah berjalan cepat mendekat, menatap isi lunch box dengan mata berbinar. "Ini... ayam teriyaki? Dan nasi goreng? Dan salad? Dan... astaga...ini dessert-nya puding cokelat?"

"Ya," Indira tertawa melihat reaksi sahabatnya. "Semuanya favorit kamu."

"Dira, aku cinta kamu," Rani langsung duduk di salah satu kursi. "Serius. Kalau kamu bukan sahabatku, aku mungkin akan coba rebut kamu dari Adrian."

Indira tertawa lepas, yang membuat beban di dadanya terasa ringan. Ia mengambil piring dan sendok dari laci kecil, lalu mulai menyajikan makanan untuk mereka berdua.

"Ini porsinya banyak banget," komentar Rani sambil menatap piring yang penuh dengan makanan. "Kamu masak untuk berapa orang?"

"Untuk berdua," jawab Indira. "Aku tahu kamu pasti akan datang hari ini. Jadi aku masak extra."

"Kamu kenal aku terlalu baik," Rani menyeringai sambil mengambil sendok dan langsung menyuap ayam teriyaki. Matanya langsung menutup dengan ekspresi bahagia. "Mmm... ini enak sekali. Serius, Dira. Masakanmu ini selalu jadi favorit ku. Aku tidak akan pernah bosan makan masakanmu."

"Makan yang banyak," Indira tersenyum sambil juga mulai makan. "Kamu kelihatan kurus akhir-akhir ini."

"Itu karena aku diet," Rani menjawab sambil terus makan... sangat bertentangan dengan pernyataannya tentang diet. "Tapi untuk masakanmu, diet bisa ditunda."

Mereka makan dalam keheningan yang nyaman... keheningan persahabatan yang sudah puluhan tahun, di mana tidak perlu banyak kata untuk merasa nyaman satu sama lain.

"Ran," Indira akhirnya berbicara setelah beberapa menit, "tentang Adrian..."

Rani langsung menatapnya dengan penuh perhatian. "Ya?"

"Aku... aku akan coba," Indira menjawab pelan. "Aku tidak janji akan langsung buka hati atau apapun. Tapi aku akan coba untuk dekat dengannya. Untuk lihat... apakah masih ada sesuatu di antara kami."

Rani tersenyum sangat lebar, yang sangat puas. "Itu sudah cukup. Itu sudah lebih dari cukup."

"Tapi kalau ternyata tidak cocok..."

"Kalau tidak cocok, ya sudah," Rani memotong dengan santai. "Setidaknya kamu sudah coba. Setidaknya kamu tidak akan menyesal karena tidak memberi kesempatan."

Indira mengangguk, merasa lebih ringan setelah mengakui itu. "Terima kasih, Ran. Untuk semuanya. Untuk peduli padaku. Untuk selalu ada untukku."

"Selalu," Rani mengulurkan tangannya di atas meja, memegang tangan Indira dengan erat. "Kita sahabat. Sampai tua nanti. Sampai kita nenek-nenek yang cerewet dan duduk di teras sambil ngomongin cucu-cucu kita."

Indira tertawa membayangkan pemandangan itu. "Aku suka gambaran itu."

"Aku juga," Rani tersenyum. "Sekarang makan lagi. Nasi gorengnya dingin nanti."

Mereka melanjutkan makan dengan obrolan ringan... tentang pekerjaan, tentang gossip kantor, tentang rencana weekend. Tidak ada lagi pembicaraan berat. Hanya dua sahabat yang menikmati makan siang bersama, dengan makanan yang dibuat dengan cinta, di ruangan yang hangat meskipun di gedung pencakar langit yang dingin.

Dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Indira merasa... damai. Merasa bahwa meskipun hidupnya kacau, meskipun pernikahannya hancur, meskipun ia harus berjuang sendiri... ia tidak sendirian.

Ia punya Rani. Ia punya sahabat yang akan selalu ada.

Dan mungkin... hanya mungkin, ia juga punya Adrian. Yang menunggu dengan sabar. Yang siap ada untuknya kapanpun ia siap.

Dan itu sudah lebih dari cukup.

1
Ariany Sudjana
Darren kemana lagi? kenapa ga cerita ke Adrian, kalau panggilan malam itu hanya modus saja, supaya Adrian tidur dengan jalang itu, dan jalang itu akan merekam peristiwa itu, dan membuat Indira hancur. jangan biarkan si jalang itu merusak rumah tangga kamu Adrian, apalagi anak jalang itu, yang sudah diajarkan untuk memanipulasi kamu, sama seperti si jalang itu. lekas binasakan mereka Adrian, kamu harus tegas
mama
minta segera di basm tu jalang tak tau diru
mama
klu km smpe mau mkn siang sm Laura brrti km bodoooh Andrian.. derren juga kmana,gk lngsung bilang ke Andrian klu kmrin Laura cm pingsan bohong an
Ariany Sudjana
ngapain juga ini pelakor mau ajak makan siang Adrian? pasti mau menjebak Adrian supaya bisa tidur bareng, soalnya yang drama pingsan, padahal sudah pakai lingerie, kan gagal 🤭🤭🤣🤣 Adrian kamu harus tegas dong, jangan biarkan Laura ini mengganggu rumah tangga kamu dengan Indira
Aretha Shanum
lo ga kelar2 ma benalu ku skip, nanti muter2 bosen
Dew666
🌻🍦
Ariany Sudjana
ini hanya drama murahan yang dibuat Laura, untuk menghancurkan rumah tangga Adrian dan Indira. dasar pelakor murahan, Laura harus dibinasakan
Dew666
🍭🍭🍭🍭
Dew666
Baru ini lakinya pintar suruh orang utk urusin perusuh🌻🍦
Aether
LAURA HARUS MATI, HARUS DIBINASAKAN SECARA PERLAHAN
Tini Uje
udah mau mati masih aja mau ngejalang 😅laulier laulierrr
Ariany Sudjana
semoga Adrian bisa mencari tahu kebenarannya seperti apa, bagus Indira kamu bisa tetap dengan kepala dingin menerima penjelasan Adrian dan kamu harus tegas menghalau semua pelakor demi rumah tangga kamu
Aretha Shanum
ini nih yg bikin ga mood bca
Wulan Sari: sebetulnya ia selalu ada pelakor ,tp klu ga gini ceritanya ga panjang 🤔🤔🤔🤭🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Dew666
🏆🏆🏆🏆
Ariany Sudjana
harus tes DNA dan Adrian kalau ada bagian IT yang canggih, coba cari cctv nya, benar ga kejadian seperti itu, atau hanya akal-akalan Laura saja, demi merebut Adrian lagi. tapi yang utama sih Adrian harus jujur sama Indira
gaby
Makin ruwet critanya. Aq penasaran para pembaca novel ini kira2 kalo ada di posisi Indira mau ga dsuruh ngasuh anak haram suami?? Kalo aq mah Big No. Suruh aja sodara atau bawahan Indira atau Adrian yg ngurus, jgn kaya org susah ngurus anak haram nyuruh istri sah. Jd istri jg jgn bucin tolol mau dsuruh ngasuh anak haram suami. Walau anak ga berdosa, tp seolah2 serendah itukah harga diri seorang istri di suruh ngasuh anak haram suami. Kalo aq mending cerai & menjanda aja slamanya drpd dhina dgn status istri tp ngasuh anak haram suami.. Takutnya jd kebiasaan si Adrian, ada masalah sdikit lari ke bar, mabuk & berakhir nidurin perempuan. Namanya rmh tangga walau atas pondasi cinta, ga mungkin tanpa konflik. Takutnya nih, stiap ada masalah sm Istri, si Adrian lari ke bar lagi, lalu beberapa thn kemudian ada lagi wanita yg ngaku pny anak dr Adrian hasil one night stand
Wulan Sari: kalau ibu pribadi mumpung blm punya anak suruh ngasuh anak orang lain lebih baik bercerai pisah karena ibu ga bisa berlapang dada juga berarti dia sudah berselingkuh atau apalah intinya tidak bisa untuk kedepanya gt sj say...😘
total 1 replies
Lee Mbaa Young
filing ku mengatakan itu anak Adrian Dr gestur Andrian yg gk bisa nolak ae wes kelihatan mereka sdh unboxing. tinggal itu tes DNA ae.
malang bner nasib istri Andrian br di keloni ternyata Andrian dah punya anak Dr wanita lain.🤣🤣🤣
Ariany Sudjana
harusnya sih kamu ikut ya Indira, bagaimanapun kamu itu istrinya, dan kamu harus melindungi suami kamu dari pelakor. jangan sampai tragedi rumah tangga kamu dengan William terulang lagi, karena pihak ketiga
aku
napa gk ikut jg.temui berdua. aih. malah di kasih celah. bego
gaby
Indira bodoh, ko malah nyuruh suaminya nemuin wanita lain tanpa di dampingi. Km istrinya & posisinya lg di samping suami, knp ga ikut nemuin Laura?? Ga belajar dr pengalaman sblmnya?? Apa dah siap jd janda lg?? Ga bosen jadi janda gara2 org ketiga??
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!