Sang Bos Dan Sekretaris Tersembunyi.

Sena menuruni anak tangga, ia turun ke lantai utama demi bergabung bersama keluarganya untuk sarapan bersama. Sena mendekat ke meja makan dan duduk di kursinya. Kedatangan Sena berhasil menarik perhatian sang ayah, Reagan.

Pria itu tampak terkejut melihat anak perempuannya yang sulit sekali disuruh pulang, kini tiba-tiba saja ada dan ikut sarapan pagi bersama mereka.

"Cuti atau dipecat?" tanya Reagan dengan menatap putrinya, alis pria itu terangkat seakan menunggu jawaban Sena. Penasaran, apa yang membuat putrinya mendadak pulang, apa mungkin Rexi menculik adiknya itu karena sudah terlalu lelah.

Anggota keluarga yang lain, Eira dan si bungsu Rykhad-Rain terlihat hanya terkekeh kecil menanggapi pertanyaan ayah mereka pada Sena, terlebih saat Sena memutar bola matanya pada Reagan.

"Lebih tepatnya melarikan diri."

Bukan Sena yang menjawab, melainkan Rexi yang baru bergabung dan duduk di kursinya, berhadapan langsung dengan sang ibu, Amanda Rykhad yang tengah sibuk menata makanan untuk Reagan dan Rain.

"Melarikan diri dari siapa?" tanya Reagan pada putra pertamanya.

Rexi melirik adiknya yang duduk di sebelahnya sudah melototkan mata padanya dengan begitu tajam.

"Bosnya?" duga Reagan tidak sabaran karena terlalu lama mendapatkan jawaban dari anak-anaknya. "Kau membuat masalah, Sena?"

"Tidak, Dad. Aku hanya ingin pulang, aku rindu kebersamaan dengan kalian. Memangnya tidak boleh aku pulang?" Sena sengaja memperlihatkan wajah masamnya, agar sang ayah berhenti ingin tahu lebih jauh tentang alasan mengapa ia tiba-tiba pulang.

"Jangan percaya, Dad," sambar Eira yang duduk di sisi adik bungsunya. Ia mejulingkan mata saat Sena melotot padanya. "Pasti ada sesuatu yang darurat makanya kakak pulang."

Reagan tak lagi bertanya, tapi ia menatap langsung pada Rexi. Ingin tahu jawaban yang pasti.

"Dicampakan."

Bugh!

"Enak saja!! Aku tidak dicampakan!!" Sena menimpuk kakaknya yang menurutnya sudah asal bicara.

"Apa namanya diputuskan secara tiba-tiba seperti itu kalau bukan dicampakan? Pria sialan itu memiliki wanita lain, kan? Makanya kau kabur darinya."

Sena terdiam karena ucapan Rexi. Ia meremat kuat alat makan yang ia pegang dan meletakkannya secara kasar di atas meja, sebelum berdiri dan langsung pergi meninggalkan semuanya.

Yang lainnya terdiam ketika melihat Sena beranjak begitu saja, wanita itu bahkan belum sempat menyentuh sarapannya sedikit pun.

"Kau tidak bisa menahan diri untuk tidak menjahili adikmu sehari saja, Rex." Amanda menegur sikap Rexi pada Riella.

Rexi memperhatikan kepergian Sena yang menuju lantai dua, dan langsung masuk ke kamarnya. Rexi merasa adiknya terlalu sensitif, jika sampai merajuk atau bahkan marah atas ucapannya.

"Siapa yang sudah mencampakan adikmu?"

Rexi menoleh pada ayahnya yang ternyata masih bertanya.

"Rey, itu urusan anak-anak muda. Sena mungkin hanya memiliki salah paham kecil dengan kekasihnya," ujar Amanda me-warning sang suami yang radar keponya sepertinya sudah mulai terpancing.

"Aku tidak mau apa yang terjadi pada Emerald terulang, Sayang."

Amanda seketika terdiam mendengar ucapan suaminya.

"Siapa yang berani menyakiti putri-putriku, tidak akan aku biarkan hidup dengan tenang. Aku akan membuatnya menyesal."

"Rey, aku tahu kau perduli dengan anak-anak kita, tapi...,"

"Ini bukan tentang perduli, Sayang," sela Reagan yang membuat suasana meja makan mulai menjadi tegang. "Ini tentang harga diri keluarga ini. Siapa pun yang berani menyakiti putri-putriku akan merasakan akibatnya."

Reagan sangat serius dan tegas dalam melindungi keluarga, dan tidak akan ragu untuk mengambil tindakan keras jika ada yang berani menyakiti, apalagi jika menyakiti putri-putrinya.

"Jadi katakan siapa dia?" tanya Reagan pada Rexi yang dari tadi diam karena kedua orang tuanya sempat berdebat kecil.

Rexi menatap ayahnya itu. Sempat terbersit pikiran apa yang akan dilakukan oleh pria pendendam di hadapannya ini setelah mengetahui, siapa pria sialan yang mempermainkan Sena.

"Rex?"

"Pemimpin NAV Corp, Dad," beri tahu Rexi pada akhirnya.

Reagan mengangkat alis, dan terlihat manggut-manggut. Dari ekspresi wajahnya, sama sekali belum terlihat percikan amarah, meski telah tahu siapa yang mencampakkan putrinya.

*

*

*

"Tuan, apa tidak sebaiknya Anda pertimbangkan lagi? Kondisi Anda belum pulih sepenuhnya."

"Aku baik-baik saja. Dan segera atur pertemuanku."

Tracker menghela napas panjang. Elvano tetap bersikeras meminta ia mengatur jadwal pertemuan dengan seseorang yang bosnya yakini sebagai pembuka jalan untuknya bisa bertemu dengan Nona Sena.

"Apa tidak bicara dengan Tuan Rexi saja, Tuan?" ucap Tracker dan langsung menunduk dalam ia saat Elvano melepaskan perhatian dari jendela dengan berputar ke arahnya.

"Dia sudah terlalu marah padaku. Akan sulit bicara dengannya, hanya sia-sia." Elvano menutup mata dan memijat pelan pelipisnya. Ia juga memeriksa ponselnya berulang kali, karena pria itu hampir setiap saat terus mengirim pesan ke ponsel wanitanya. Pesan Elvano selalu masuk, dan bahkan dibaca oleh Sena, tapi tidak ada satupun yang Sena balas dari ribuan pesan yang sudah Elvano kirimkan.

Sudah bangun, Sayang?

Sudah makan?

Aku tahu aku salah, maafkan aku.

Apa yang kau lakukan hari ini?

Aku terus memikirkanmu.

Aku menyesal, aku mohon maafkan aku.

Aku merindukan senyummu.

Maafkan aku, Sayang, aku tidak ingin menyakitimu.

Sayang, aku benar-benar rindu.

Dan masih banyak jenis pesan lainnya yang Elvano terus kirimkan setiap harinya pada Sena. Berharap Sena bisa memaafkan dan menerima kembali dirinya.

Akan tetapi, usaha Elvano kali ini untuk mendapatkan maaf dari wanitanya begitu sulit, ia didiamkan dan diabaikan oleh Sena. Karena itu, ia memutuskan untuk mengambil langkah besar dengan langsung menemui Tuan Reagan, ayah Sena. Ia ingin memperbaiki keadaan dan berharap bisa mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki hubungannya dengan Sena dan membuktikan keseriusannya.