NovelToon NovelToon
Beginning And End Season 3

Beginning And End Season 3

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Dark Romance / Time Travel / Balas Dendam / Sci-Fi / Cintapertama
Popularitas:140
Nilai: 5
Nama Author: raffa zahran dio

Lanjutan Beginning And End Season 2.

Setelah mengalahkan Tenka Mutan, Catalina Rombert berdiri sendirian di reruntuhan Tokyo—saksi terakhir dunia yang hancur, penuh kesedihan dan kelelahan. Saat dia terbenam dalam keputusasaan, bayangan anak kecil yang mirip dirinya muncul dan memberinya kesempatan: kembali ke masa lalu.

Tanpa sadar, Catalina terlempar ke masa dia berusia lima tahun—semua memori masa depan hilang, tapi dia tahu dia ada untuk menyelamatkan keluarga dan umat manusia. Setiap malam, mimpi membawakan potongan-potongan memori dan petunjuk misinya. Tanpa gambaran penuh, dia harus menyusun potongan-potongan itu untuk mencegah tragedi dan membangun dunia yang diimpikan.

Apakah potongan-potongan memori dari mimpi cukup untuk membuat Catalina mengubah takdir yang sudah ditentukan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26 : Distrik Shibuya.

DI KEDIAMAN RUMAH ROMBERT – KAMAR CATALINA

“Flick… flick… flick…” Cahaya api pink yang lembut melompat-lompat di permukaan scythe besar yang tergenggam erat di tangan Catalina. Panjang scythe itu hampir menyentuh langit-langit kamar, ujung pisau nya melengkung seperti bulan purnama dengan motif bunga iblish yang mengkilap. Rambut putih gradasi pink nya terjatuh ke wajah, menutupi sebagian mata kiri pink lembut dan kanan merah cerah—namun mata nya tetap terfokus ke arah senjata yang memancarkan panas yang menyengat.

“Krekk…” Suara besi yang bergeser ketika dia mengangkat scythe itu sedikit ke atas, tubuhnya tegak seolah menanggung seluruh beban dunia. Bibirnya sedikit menggerut, ekspresi wajah berubah dari tenang menjadi penuh tekad. “Aku tahu kekuatan api pink ini sangat kuat… cukup kuat untuk membakar segala sesuatu yang menghalangi… tapi itu belum cukup.” Suaranya pelan tapi tegas, menyilang bunyi kipas angin yang berputar perlahan—“kruk… kruk… kruk…”.

Dia meluruskan lengan, telapak tangan terbuka lebar. “Sssshhh…” Suara seolah angin es yang muncul, dan sebuah kristal CIP es berwarna biru kebiruan mulai melayang di atasnya. Kristal itu kecil tapi mengkilap seperti bintang salju, permukaannya tertutup lapisan es yang tipis yang memancarkan dingin yang menyebar ke seluruh kamar—“frost… frost…” buih es mulai menutupi ubin lantai di sekitarnya.

Catalina melihat kristal itu dengan mata yang penuh kesedihan dan tekad bergantian. Alisnya sedikit terangkat, kelopak matanya berkali-kali berkedip, seolah berusaha melawan rasa sakit yang muncul di dada. “Es dari masa depan…” Bisiknya, suara nya hampir hancur. “Yang menyaksikan masa depan yang hancur… yang melihat semua orang terjatuh… yang mendengar tangisan yang tak berkesudahan…” Tubuhnya sedikit menggigil, bukan karena dingin, tapi karena emosi yang membanjiri dirinya—kesedihan, kemarahan, harapan—semua bersatu dalam satu waktu.

Dia mengangkat kristal itu ke arah dada, jari-jari nya menggenggamnya dengan erat sampai jari-jari nya memerah. “Harus bergabung dengan kekuatan api pink harapan ku… agar kita bisa mengubah masa depan itu… bersama-sama.” Suaranya menjadi lebih tegas, mata nya menyala dengan cahaya pink dan biru yang bergantian. “FWOOSH!!” Suara ledakan kecil yang lembut, dan kristal es itu tiba-tiba menyatu dengan tubuhnya—dingin yang menyengat menyebar ke seluruh urat nya, bergabung dengan panas api yang ada di dalam dada.

Catalina menutup mata sebentar, tubuhnya sedikit bergoyang-goyang. “Aaaaah…” Suara seolah nyeri tapi juga lega keluar dari bibirnya. Ketika dia membuka mata lagi, cahaya pink dan biru kebiruan memancar dari matanya—“glow… glow…”—membuat kamar yang hanya disinari lampu tidur berbentuk bunga menjadi lebih terang. Dia menghilang kan scythe nya dengan gerakan cepat—“swish…”—dan berdiri di dekat jendela yang terbuka sedikit.

“Whoosh…” Angin malam menyebar masuk, menyentuh rambutnya yang bergelombang. Dia melihat ke luar, ke langit yang penuh bintang tapi diselimuti awan gelap. Ekspresi wajahnya berubah lagi—dari tekad menjadi sedih, lalu ke kemarahan yang tersembunyi. Bibirnya menggigit bagian dalam pipi, tangan menyilang di dada seolah menahan rasa sakit. “Di masa depan… terlalu banyak pertumpahan darah… semua orang yang aku sayangi… semuanya mati… Reina bibi, Leon papi, Andras mami, Lynn tante, Mike paman… bahkan Shinn…” Suaranya terhenti sejenak, air mata mulai muncul di sudut matanya. “Aku tidak akan membiarkan nya terjadi… bahkan takdir sekali pun yang menghalangi ku… aku akan memukulnya sampai hancur… sampai semua orang yang kusayangi bisa hidup bahagia…”

Dia berjalan perlahan ke arah kasur empuk yang ditutupi sprei berwarna pink muda. “Thump…” Badannya mendarat lembut di atas kasur, tubuhnya seolah lelah setelah semua yang terjadi. Dia menarik selimut ke atas, menutupi tubuhnya, dan menutup mata—namun pikirannya masih terbang ke masa depan yang hancur, ke wajah orang-orang yang dia sayangi yang terjatuh. Beberapa jam kemudian, tidur nya terganggu oleh mimpi yang kuat—mimpi yang membawa dia ke masa depan yang dia coba hindari.

 

MIMPI CATALINA – DISTRIK SHIBUYA, MALAM HARI

“Tap… tap… tap…” Suara langkah sepatu bot Catalina yang menapak di aspal jalan Shibuya yang sepi tapi penuh cahaya neon. Langit malam terlihat gelap total, tidak ada bintang—hanya awan hitam yang tebal dan kilau cahaya lampu jalan yang kemerahan. Udara terasa kental dengan bau asap dan sesuatu yang hancur, bunyi sirine ambulans yang jauh terdengar—“wee… woo… wee… woo…”—membuat suasana semakin mendebarkan.

Catalina berdiri di sudut jalan, tubuhnya mengenakan jaket hitam yang tebal dan scythe pink nya tergenggam di tangan. Dia melihat sekeliling dengan mata yang penuh waspada, ekspresi wajah berubah dari waspada menjadi penasaran. Bibirnya sedikit terbuka, dia mengangkat alisnya. “Sekarang… apa yang akan di tunjukkan oleh memori ini?” Suaranya tegas, tapi ada secercah ketakutan yang tersembunyi di dalamnya.

Tiba-tiba—“BOOOOOM!!!” Suara ledakan yang sangat kencang menggema di seluruh distrik, membuat tanah berguncang. Catalina melompat mundur, tangan menyangga kepala. Dia melihat ke arah suara ledakan: sebuah rumah sakit besar berwarna putih yang tadinya megah sekarang terbakar dengan api yang tinggi—“fwoosh… fwoosh…” api merah dan oranye melambai tinggi ke langit, memakan dinding dan atap. Orang-orang berhamburan keluar dari rumah sakit, menangis dan berteriak—“tolong!! bantuan!!”—suara mereka bergema dengan bunyi ledakan.

“Screeeeech!!” Suara serangga besar yang terbang, dan Catalina melihat sebuah mutan bertubuh besar dengan sayap seperti kelelawar dan cakar yang tajam terbang ke atas rumah sakit. Mutan itu memegang bom berwarna hitam di cakarnya, lalu melemparkannya ke arah bagian terakhir rumah sakit yang belum terbakar. “NOOO!!” Teriak Catalina, tapi suaranya tercampur dengan bunyi ledakan lagi—“BOOOOOM!!!”—bagian terakhir rumah sakit runtuh, menyebarkan puing-puing dan asap ke udara.

“SWOOSH!!” Suara angin yang dipotong, dan seorang wanita dengan rambut hitam panjang yang mengembang muncul dari balik gedung. Reina—bibi Catalina—mengenakan baju perang hitam dengan lencana api pink, dan katana berwarna pink yang memancarkan api tergenggam erat di tangannya. Matanya berwarna pink keunguan yang menyala dengan kemarahan, bibirnya menggigit tegas. “KALIAN YANG MENYEBABKAN SEMUA INI!!” Teriaknya dengan suara yang menggema, tubuhnya melesat ke arah mutan dengan kecepatan tinggi.

“Clang!! Clang!! Clang!!” Suara katana yang bertabrakan dengan cakar mutan. Reina bergerak dengan kecepatan yang luar biasa, memukul mutan dengan kekuatan api yang membakar. “FWOOSH!!” Api pink meluncur dari ujung katana, menembus tubuh mutan. Mutan itu menjerit sakit—“ROOOAR!!”—dan terjatuh ke lantai dengan bunyi yang keras—“THUMP!!”.

Reina mendarat lembut di samping mayat mutan, tapi ekspresi wajahnya tidak menunjukkan kebahagiaan. Dia melihat ke arah rumah sakit yang terbakar habis, api yang tinggi masih melambai, dan banyak mayat yang tergeletak di sekitar. Bibirnya sedikit terbuka, dia menutup mulutnya dengan kedua tangan—“gasp…”—dan air mata mulai mengalir deras di wajahnya. “Aku… terlambat… terlalu banyak orang yang mati… karena aku terlambat…” Bisiknya dengan suara yang hancur, tubuhnya menggigil hebat, punggungnya membungkuk seolah tidak bisa menanggung beban kesalahan.

Catalina berdiri di kejauhan, melihat semua itu dengan mata yang penuh kesedihan. Dia menggenggam scythe nya dengan erat, jari-jari nya memerah. Tubuhnya sedikit membungkuk, air mata juga mengalir di wajahnya. “Jadi… bibi pada saat itu selalu mengurung diri karena kejadian ini…” Bisiknya, suara nya penuh rasa sakit. Dia melihat Reina yang menangis sendirian di tengah puing-puing, dan ekspresi wajahnya berubah dari kesedihan menjadi tekad yang kuat. Kelopak matanya sedikit menutup, lalu dia membuka mata dengan cahaya yang menyala. “Baiklah… bibi Reina… aku akan menyelamatkan distrik ini… aku akan datang lebih cepat… dan membuat tidak ada kekacauan di sekitar nya… aku janji…!”

 

KEMBALI KE KAMAR CATALINA – PAGI HARI

“GASP!!” Catalina terbangun dari tidur dengan nafas terengah-engah. Dia duduk tegak di kasur, keringat membasahi dahinya dan lehernya. Rambutnya kusut, tubuhnya menggigil sedikit. Dia melihat ke arah jam dinding yang terpasang di sudut kamar—“tick… tock… tick… tock…”—jarum jam menunjukkan pukul enam pagi.

Dia menutup dada dengan tangan, menahan nafas sejenak. “Kejadian nya di pukul delapan malam… di distrik Shibuya…” Bisiknya, suara nya masih terengah-engah. Dia meluruskan tubuhnya, ekspresi wajah berubah dari ketakutan menjadi tenang dan terarah. Dia mengangkat kaki dari kasur, menapak ke lantai yang masih sedikit beku karena kristal es yang tadi. “Jadi aku harus datang ke sana lebih cepat tiga puluh menit… sebelum mutan itu tiba… sebelum bom itu dilemparkan… sebelum semua orang terjatuh…”

Dia berjalan ke arah lemari yang berisi pakaiannya, tangan menyentuh permukaan lemari yang dingin. “Swish…” Scythe pink nya muncul lagi di tangannya, sekarang memancarkan cahaya pink dan biru kebiruan yang bergantian—lebih terang dan kuat dari sebelumnya. Dia melihat senjata itu dengan mata yang penuh keyakinan, bibirnya sedikit melengkung menjadi senyum yang tegas. “Kekuatan api dan es… sudah siap… aku juga sudah siap… tidak ada yang akan terjatuh lagi… tidak ada yang akan menangis lagi… aku akan pastikan itu.”

“Knock… knock… knock…” Suara ketukan di pintu kamar. “Catalina? bangun sudah? sarapan sudah siap loh…!” Suara Andras yang merdu terdengar dari luar. Catalina melihat ke arah pintu, ekspresi wajahnya berubah menjadi lembut sebentar. Dia menghilang kan scythe nya, lalu berjalan ke pintu dengan langkah yang mantap. “Ya, mami… sebentar lagi aku keluar…!” Suaranya ceria tapi penuh tekad—di balik wajah yang lembut itu, ada jiwa seorang pejuang yang siap melindungi semua yang dia sayangi.

Di luar jendela, matahari mulai muncul, menyemprotkan cahaya kuning ke kamar. “Flick… flick… flick…” Cahaya itu memantul di permukaan ubin yang masih bersisik es, menciptakan kilau yang indah—seolah menandakan bahwa harapan baru telah tiba, dan Catalina siap menghadapi apa pun yang akan datang.

 Bunyi cahaya matahari yang semakin terang—“glow… glow… glow…”—menutupi seluruh kamar, membuat semua yang gelap hilang, dan hanya harapan yang tersisa.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!