NovelToon NovelToon
WHO¿

WHO¿

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Anak Genius / Identitas Tersembunyi / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP
Popularitas:372
Nilai: 5
Nama Author: jewu nuna

Misteri kematian Revano yang tidak pernah meninggalkan jejak, membuat gadis penderita ASPD tertantang menguak kebenaran yang selama bertahun-tahun ditutupi sebagai kasus bunuh diri.

Samudra High School dan pertemuannya bersama Khalil, menyeret pria itu pada isi pikiran yang rumit. Perjalanan melawan ego, pergolakan batin, pertaruhan nyawa. Pada ruang gelap kebenaran, apakah penyamarannya akan terungkap sebelum misinya selesai?

Siapa dalang dibalik kematian Revano, pantaskah seseorang mencurigai satu sama lain atas tuduhan tidak berdasar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Duapuluh Dua

Aletha terdiam, bagaimana selanjutnya?

Aletha meletakkan berkas itu ke meja. Menatap nanar foto bernamakan Sean Ahmad terpampang dengan jelas, sebagai tersangka. Kasus bunuh diri sebagai dugaan awal, pada lembar berikutinya. Tapi setelah itu, Aletha tidak menemukan apapun, berkasnya tidak lengkap atau memang sengaja dihilangkan?

Hari dimana dia ditangkap polisi sambil menatap Putra tergeletak bersimbah darah, dia tidak menemukan berkas yang dia jatuhkan dengan sengaja saat prosesnya keluar dari ruangan itu.

Hari dimana dia tidak benar-benar sadar dengan kelakuan bodohnya. Sisa darah terlumur ditangan yang terkunci borgol, Aletha tatap dengan tenang. Bersumpah untuk kembali dengan jiwa bodoh lainnya, lagi.

“Bukan Sean?”

Aletha menghela napas panjang. Tatapan dingin yang dia pantulkan pada papan tulis di kamarnya, udara yang tiba-tiba hilang membuatnya sesak.

-Jika kamu ada pada situasi genting, cobalah berpikir hal terburuknya, tanpa berperasaan-

Perasaan? Kapan terakhir kali dia berperasaan? Apakah saat memasuki ruangan Dokter Utomo? Atau saat mengubur bangkai kucing yang dia temui di jalan? Atau saat membiarkan Wanda dan Gunawan melakukan apa yang ingin mereka lakukan?

Gadis itu meremat rambutnya, resah. Kedua maniknya memerah, kepala rasanya akan pecah, dadanya terasa dua kali lebih sesak.

“Gila” desis yang sempat keluar membuatnya terpaku pada beberapa foto kebersamaan Revano dan Sean. Bagaimana bisa persahabatan yang Revano impi-impikan berujung petaka? Bagaimana keceriaan yang tidak pernah Revano dapatkan, justru merenggut nyawanya? Bagaimana hidup ideal itu justru membuatnya dituduh bunuh diri? Bagaimana bisa Sean membunuh sahabatnya?

Tidak mungkin.

Revano jatuh cinta dengan musik dan dia bermimpi untuk itu. Revano mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk nilai yang sempurna dan membuat dunia terkesan dengannya. Bagaimana bisa dia bunuh diri?

Aletha menghela napas, menjatuhkan tubuh kurusnya ke kursi. Sebuah robekan koran, berita kematian Revano yang sempat terunggah, yang dia temukan diruang kepala sekolah tempo hari. Jika saja ini hanya sebuah citra, tidak mungkin Sean menggunakan kekuasaannya untuk menghapus berita yang ada. Berita tentang Sean yang jadi tersangka, berita yang mengatakan dugaan bunuh diri.

“Otopsi?”

Tangan mungil itu meraih pena yang tergeletak sembarangan, menulis poin yang sempat terlintas dikepalanya. Topik yang sudah sempat dia singgung, namun sering juga dia lupakan.

Gadis itu hanya terduduk menatap air dikolam yang tak bergeming. Hanya ada bayangan pepohonan dan sisa daun gugur mengambang. Setelah pengakuan yang berdasar bukti, sepertinya Khalil marah. Buktinya sudah dua hari belakang pria itu tidak mencarinya. Bahkan ketika Aletha memilih untuk tidak hadir ke sekolah.

Danau pertama yang berani dia datangi. Setelah sepeninngal Revano, Aletha sulit sekali datang pada tempat yang jadi kenangan bersama sang Kakak. Saat kebahagiaan dulu jadi hal yang selalu dia pikir tidak akan jadi kenangan saja, justru sekarang jadi hal yang dia sesali.

Aletha menghela napas panjang.

“Seperti berat sekali, Nak?”

Gadis itu mendongak. Seorang wanita paruh baya yang menjaga makam, yang katanya sudah lebih dari sepuluh tahun itu duduk disebelah Aletha. Menidurkan sapu lidi ke tanah sebelum kembali dengan senyum ramahnya. Mbok Asih, kalau orang-orang yang berziarah memanggilnya. Seorang yang sangat berkontribusi dalam kebersihkan makam pondok ujan, tempat dimana Revano disemayamkan. Letaknya memang diseberang danau, tidak tahu juga kenapa tiba-tiba Mbok Asih datang.

“Lama sekali tidak melihat kamu, beberapa burung yang hinggap di nisan kakak mu bertanya padaku”

Aletha masih diam. Kata kiasan yang terkesan merayu untuk dirinya datang setiap waktu. Atau bentuk rasa rindu, seperti dia sudah tahu saja rasanya mati dan terlupakan.

“Nak, hanya ada dua hal yang patut kamu tahu. Jangan kamu marah dalam perkara yang tidak penting dan yang kedua, perkara dunia tidak ada yang penting”

Bicara soal bagaimana dia menanggapi dunia. Rasa marah berupa diam selalu disalah artikan semua orang, tapi tidak bagi Mbok Asih. Dia tahu dan paham kenapa Aletha melakukannya, marah karena semua keadilan yang ada pada dirinya direnggut. Walau kenyataannya keadilan yang Aletha maksud belum tentu Mbok Asih tahu.

“Nak, hiduplah seperti burung-burung itu, bebas tanpa beban atau rasa marah”

“Aku tidak dendam”

“Mbok Asih tidak membicarakan dendammu pada dunia, tapi bagaimana kamu memahami dunia tidak seperti kamu mengerti isi duniamu sendiri”

“Semuanya berantakan, aku pikir setelah ini penjara jadi rumahku lagi”

Mbok Asih tersenyum, “Temukan semua yang pantas ditemukan, tinggalkan segala resiko selagi apa yang pantas dicari adalah sebuah kebenaran”

Aletha tahu dia kebingungan, bahkan pada hal yang sebenarnya tidak perlu dia pusingkan. Tapi bagaimana dia berusaha mengakhiri selalu jadi hal tersulit bahkan untuk sebagian manusia dengan keputusan mudah mereka. Pasalnya, Aletha tidak ada dalam keputusan yang mudah, masalah ini cukup besar, resikonya terlalu tinggi jika gadis itu gegabah.

Selepas Mbok Asih pergi, gadis itu kembali pada perjalanannya menuju rumah. Tidak begitu jauh, melangkah stabil dengan lengok tubuh seperti biasa. Suasana dingin hari ini seakan tahu maksud gadis itu berjalan. Menemani kebingungan sekaligus kesedihan yang bertumpu.

Hari dimana dia percaya bahwa Khalil sudah tidak ingin bergabung dalam rencana ini. Justru jadi hari yang paling sulit untuk dia tebak. Gadis itu berdiri bersebrangan dengan Khalil. Pria yang entah sejak kapan ada didepan rumahnya dengan tas hitam mengelantung di lengan kanannya. Tatapannya dingin, dua kali lebih menusuk tulang dari pada penyampaian Aletha pada semesta.

Cukup lama, bahkan seakan kakinya tertancap tak bergerak. Manik mata dingin yang jadi hidangan pria itu setiap hari, masih belum berubah. Rasanya tidak jauh berbeda dari beberapa hari tidak bertemu kemarin. Deru angin yang jadi prantara kejujuran. Antara kekecewaan yang Khalil rasakan atau kebingungan yang sedang melanda benak Aletha.

Pria itu mengalah. Bicara soal ego, Aletha tidak bisa digantikan. Soal belagak dingin, Khalil tidak bisa menandinginya. Pria itu menunggu sela jalanan sebelum menghampiri gadis itu. Rambut panjang yang tergerai membuat dimensi yang berbeda. Gadis itu terlihat lebih cantik dan menarik, jika saja sikap dingin itu tidak menyelimuti tubuhnya.

“Gue emang harus mandang lo lebih dewasa dari umur kita, tapi bakal berat banget kalau hal ini terjadi sama kita, Al”

Aletha terdiam, sedikit mendongakkan kepalanya untuk meraih arah pembicaraan yang sedang Khalil rajut. Maksud kedewasaan yang dia utarakan memang sudah Aletha pahami, tapi bagaimana dengan keberatan jika terjadi pada manusia seumur mereka? Padahal hidup gadis itu memang ditantang untuk melakukannya. Melakukan kejadian diluar nalar, diluar batas kemampuan orang-orang seusianya, bahkan sebagian orang dewasa memilih beradu dengan isi kepalanya demi tidak mengambil resiko apapun.

“Al, gue sayang sama lo dan gue nggak mau lo kenapa-napa”

Aletha menelan ludahnya susah payah. Bagaimana dengan Delleta? Bahkan Aletha sempat melupakan satu nama yang bisa jadi bukti terkuaknya kasus kematian Revano, tanpa mengada-ada dengan bukti yang jelas.

“Delleta”

Khalil menghela napas, memundurkan tubuhnya selangkah sebelum mengusap wajahnya kasar. Aletha masih diam ditempat, memiringkan wajahnya untuk memastikan ada sesuatu yang salah dari Khalil itu tidak benar.

“Cepat atau lambat bukti itu akan diketahui kehilangannya, gue yakin lo nggak sebodoh itu, gimana caranya kita bisa buktiin dalam waktu secepat ini, Al?”

“Mahen harusnya tahu gue bukan orang yang dia kenal”

“Maksudnya?”

Aletha mengalihkan pandangannya. Dia cerdas dan dia tahu akan hal itu, bagaimana cara pandangnya seharusnya sudah jadi kunci jawaban bagi semua orang yang Aletha temui. Terutama pada kepala sekolah yang menutupi semua kasus dan berusaha terlihat profesional dengan masa jabatannya. Padahal disisi lainpun, Aletha tahu bahwa kehadirannya patut dicurigai.

“Sean Ahmad, gue yakin lo tahu background keluarga mereka”

Khalil memicing.

“Gue tahu lo nggak bodoh untuk mencerna apa yang gue maksud, Khal”

“Gue nggak yakin dia pake kekuasaan bokapnya buat nutupin kelakuan dia,”

“Ya karena lo berteman sama dia yang brandingannya bagus doang, Khal!”

Khalil terdiam. Ini kali pertama Khalil melihat dan menjelas secara jelas Aletha bersuara. Cukup dingin tapi menusuk, seruan lantang yang tidak pernah Aletha tunjukkan pada dunia. Titik kemurkaan yang menjamah pada dunia luar. Seketika membeku memproses sikap Aletha yang terkesan tiba-tiba.

Gadis itu menghela napas, menunduk sejenak. Aletha tahu apa yang dia lakukan. Gadis itu mengerti segala tindakan dan resiko yang terjadi. Bahkan saat orang lain tidak memikirkannya, tapi dia mau setidaknya mengoreksi kesalahan manusia tanpa di minta.

“Gue nggak minta lo ada disini, gue nggak ngerti kenapa lo mau ada disini, gue udah suruh lo buat pergi tapi lo masih disini”

“Semuanya, apapun yang lo pikirin, apapun yang keluar dari mulut lo, nggak logis tahu nggak?”

Aletha hanya diam, bahkan saat jejak kaki Khalil tak tertapak. Pria itu salah besar. Saat dia ingin bermain dengan gulungan landak padahal dia tahu kalau landak itu berduri. Seperti itulah Khalil, bermain dengan orang yang salah saat orang lain justru memilih tidak ingin berurusan dengan Aletha.

To Be Continue...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!