NovelToon NovelToon
Ibu Susu Bayi Sang Duda

Ibu Susu Bayi Sang Duda

Status: tamat
Genre:Duda / Janda / Selingkuh / Ibu Pengganti / Menikah Karena Anak / Ibu susu / Tamat
Popularitas:873.9k
Nilai: 4.9
Nama Author: Aisyah Alfatih

Hari yang seharusnya menjadi momen terindah bagi Hanum berubah menjadi mimpi buruk. Tepat menjelang persalinan, ia memergoki perselingkuhan suaminya. Pertengkaran berujung tragedi, bayinya tak terselamatkan, dan Hanum diceraikan dengan kejam. Dalam luka yang dalam, Hanum diminta menjadi ibu susu bagi bayi seorang duda, Abraham Biantara yaitu pria matang yang baru kehilangan istri saat melahirkan. Dua jiwa yang sama-sama terluka dipertemukan oleh takdir dan tangis seorang bayi. Bahkan, keduanya dipaksa menikah demi seorang bayi.

Mampukah Hanum menemukan kembali arti hidup dan cinta di balik peran barunya sebagai ibu susu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19. Mas!

“Apa yang terjadi di sini?” ulangnya. Semua kepala menoleh. Abraham berdiri tegak di ambang pintu lift, wajahnya dingin dan matanya tajam, seolah bisa menembus siapa pun yang membuat keributan. Sejenak suasana hening. Rania tersentak, langkahnya sempat mundur sedikit, sedangkan Hanum terpaku, jantungnya berdetak cepat.

Rania cepat-cepat mengubah ekspresi, mencoba tersenyum. “Abraham, syukurlah kau turun, Aku hanya … mencoba menjelaskan pada istrimu bahwa...”

“Diam, Rania.” Suara Abraham terdengar rendah namun penuh tekanan. Wanita itu langsung membeku, wajahnya memucat. Tatapan Abraham lalu beralih ke staf resepsionis yang tadi menghalangi Hanum. “Siapa yang berani melarang istriku naik ke lantai atas?”

Kedua resepsionis itu saling pandang panik, lalu salah satunya memberanikan diri bicara. “T-tuan … kami hanya menjalankan aturan perusahaan. Kami tidak tahu … beliau … istri sah Tuan.”

“Tidak tahu?” Abraham melangkah maju, aura dinginnya membuat udara di sekitar menegang. “Sudah berapa lama kalian bekerja di sini sampai tidak bisa mengenali istri pemilik perusahaan?”

“Maafkan kami, Tuan … kami sungguh tidak tahu … karena kami hanya mengenal Nyonya Alma,” suara mereka bergetar, nyaris menangis. Abraham mengepalkan tangan, lalu menatap semua karyawan yang ada di lobi.

“Dengar baik-baik. Namanya Hanum, dan dia adalah istriku. Siapa pun yang berani mempermalukannya, sama saja mempermalukanku. Aku tidak akan segan mengusir siapa pun dari sini.”

Suara itu bergema ke seluruh ruangan. Beberapa karyawan yang menyaksikan langsung menunduk dalam, tak berani menatap. Rania menggertakkan gigi, tidak percaya Abraham bisa begitu terbuka membela Hanum di depan banyak orang.

Tatapan tajam Abraham beralih lagi pada Rania. “Dan kau … jangan pernah lagi ikut campur dalam urusan rumah tanggaku. Aku tidak memintamu memesan apa pun untukku. Jadi, berhenti membuat keputusan seolah-olah kau punya hak.”

Wajah Rania memerah, rasa malu bercampur marah memenuhi dadanya. Dia menunduk, tidak sanggup membalas tatapan Abraham yang dingin. Tanpa memperpanjang kata, Abraham berbalik ke arah Hanum. Wajahnya melunak seketika. “Sudah … ayo ikut aku.”

Hanum masih terpaku, kedua tangannya gemetar menggenggam kotak bekal itu. Dia tidak pernah menyangka Abraham akan membelanya sedemikian tegas, apalagi di depan orang-orang.

“Hanum.” Abraham mengulurkan tangannya. Dengan ragu, Hanum menyerahkan kotak bekal itu, tapi alih-alih hanya mengambil bekal, Abraham justru menggenggam tangan istrinya erat-erat. Semua orang di lobi terbelalak. Sang Tuan Besar yang terkenal dingin kini terlihat menuntun seorang wanita dengan sikap protektif.

Tanpa sepatah kata lagi, Abraham menggandeng Hanum menuju lift. Rania hanya bisa menatap dengan dada bergemuruh, wajahnya menegang menahan amarah. Resepsionis menunduk dalam, nyaris tidak berani bernapas.

Pintu lift tertutup.

Sesampainya di lantai atas, Abraham tidak melepaskan genggaman tangannya. Ia langsung membawa Hanum masuk ke ruang kerjanya, menutup pintu rapat-rapat, seakan ingin memutus dunia luar dari mereka berdua.

Hanum berdiri kikuk, masih tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi. “T-tuan…” suaranya lirih. “Kenapa … kenapa Anda membela saya sejauh itu?”

Abraham meletakkan kotak bekal di atas meja kerjanya, lalu menatap Hanum dalam-dalam. Wajah dinginnya masih ada, tapi sorot matanya berbeda, ada kehangatan yang samar.

“Karena kau istriku,” jawabnya singkat.

Hanum tercekat, dadanya hangat sekaligus berdebar. Suasana ruang kerja Abraham terasa berbeda pagi itu. Biasanya penuh ketegangan dan dingin, tapi kini ada sesuatu yang hangat mengalir di udara. Kotak bekal yang Hanum bawa sudah terbuka di meja kerja. Aroma sederhana dari masakan rumah memenuhi ruangan. Abraham duduk di kursinya, sementara Hanum berdiri kikuk di dekat meja, ragu untuk bicara. Pandangan Abraham terus jatuh ke arahnya, membuat wanita itu makin salah tingkah.

“Hanum.” Suara Abraham pelan tapi mantap.

Hanum menoleh cepat. “I-iya, Tuan?”

Dahi pria itu berkerut tipis. “Berhenti memanggilku dengan sebutan itu.”

Hanum terkejut. “H-hah?”

“Tuan, Tuan … sejak kapan aku terlihat setua itu untukmu?” Nada Abraham terdengar lebih lembut dari biasanya. “Aku suamimu ... kau tidak perlu lagi membuat jarak.”

Wajah Hanum memanas. Jemarinya saling meremas, ia berusaha menyembunyikan gugupnya. “Kalau begitu … aku harus memanggil apa?”

Abraham mencondongkan tubuh, menatapnya dalam-dalam. “Apa pun yang membuatmu nyaman. Masih lebih baik daripada terus-menerus menyebutku Tuan.”

Hanum menelan ludah, jantungnya berdebar tak karuan. Bibirnya membuka, lalu menutup lagi. Setelah ragu cukup lama, akhirnya ia berbisik pelan.

“B-bolehkah aku memanggil Anda … Mas?”

Abraham tersenyum tipis, sesuatu yang jarang sekali muncul di wajahnya. “Boleh, bahkan lebih dari itu, karena kau istriku.”

Hanum memandangnya lama, terperangah. Sementara Abraham, meski berusaha tampak tenang, sebenarnya dadanya bergemuruh menahan perasaan yang semakin sulit ia sembunyikan. Keheningan menggantung beberapa detik. Lalu Hanum memberanikan diri mendekat, wajahnya canggung. Dia menatap sisi pipi Abraham, lalu menunjuk pelan. “Mas … di sini..."

Abraham mengerutkan dahi, lalu salah paham. Saat Hanum hanya ingin menunjukkan, ia justru menahan napas, berdehem pelan, dan melonggarkan dasinya. Tatapannya mengeras tapi tidak dingin, ada getaran aneh yang menuntunnya untuk melakukan sesuatu di luar kendali.

Hanum terbelalak, tubuhnya kaku ketika pria itu mendekat begitu dekat, hingga ia bisa merasakan hangat napasnya. Tanpa pikir panjang, Abraham mengecup pipi Hanum dengan cepat.

Hanum tersentak, matanya melebar. “M-mas … kenapa mencium pipiku?” suaranya lirih, hampir patah. Abraham sendiri ikut terperangah. Dia sempat membuang pandangan, lalu buru-buru berkata, “K-kau meminta.”

Hanum menatapnya tidak percaya. “Tidak! Aku hanya memberitahu ada nasi menempel…” Jemarinya menunjuk sisi pipi pria itu dengan gugup.

Sekilas wajah Abraham memerah. Untuk pertama kalinya ia merasa benar-benar malu di depan seorang wanita. Dia menunduk, berdehem, seolah ingin menutupi rasa salah tingkahnya. Hanum terkekeh pelan, tidak tahan melihat ekspresi canggung suaminya yang biasanya penuh wibawa. Tawa kecil itu membuat pipinya semakin manis, dan tatapan matanya justru menyalakan bara yang sejak tadi Abraham coba padamkan.

Tanpa pikir panjang, Abraham kembali mendekat. Tapi kali ini tidak ke pipi, tapi menangkup wajah Hanum dengan satu tangan, lalu mengecup bibir mungil istrinya dengan lembut. Hanum membelalak, tubuhnya membeku. Kotak bekal yang masih ia genggam hampir jatuh dari tangannya. Udara di ruang kerja mendadak hening. Hanya ada suara detak jantung mereka berdua yang seakan saling bertubrukan.

"Mas..."

1
sherly
menarik
sherly
astaga terbuat dr apalah dirimu galih...
sherly
kemarin Lilis dan Rania eh sekarang galih aneh banget sih kalian pada gamon deh.. padahal Hanum yg tersakiti
sherly
bukannya di kantor Abraham, dijamuan juga kamu dah ketemu Ama Rania ..?
sherly
Rania yg ternyata fans fanatik Alma... dimana mana nyebut Alma dan Alma...
sherly
jgn bilang anak Alma bukan anak bian
sherly
lagian bodoh kali Abraham ini masa hanya sebut nama alm Alma dianya dah kayak org sakit
sherly
Rania hanya mengusikmu dengan menyebut nama Alma, harusnya kamu tak bereaksi dan terusik, biar dia tau kalo nama itu sudah kamu simpan jauh disatu ruangan khusus...
sherly
si Julio ini masa ngk liat sih...
sherly
bukannya Alma meninggal?
sherly
kirain terungkap kalo yg desain itu Hanum ternyata dah selesai jamuannya....
sherly
hahahha dah dipuji malah tiba2 gugup
sherly
ini baru sikap yg bener Hanum... hadapi para ulet gatel itu dengan cantik
sherly
ngomong apa sih si ulet bulu, hrsnya yg ngomong gitu si Hanum secara kamu tu pelakor...
sherly
gatel banget sih Rania nih,mau digaruk pakai golok ngk?
sherly
hahahahha kesalahpahaman yg membawa berkah
sherly
aneh banget sih kamu Abraham, ngk ada foto keluarga yg baru, ngk ada pengumuman bagaimana org kantormu tau kamu dah punya istri.... linglung nih org
sherly
kenapa sih harus menunduk melulu hanummm jgn lemah gitu donk...
sherly
makanya kalo nikah tu di pestain biar tau si Hanum tu istrimu
sherly
terlalu lemah kamu Hanum, si Lilis tu pelakor hrsnya kamu lebih garang .. aduh ampun deh Hanum bahkan bersuara pun kamu tak sanggup untuk membela diri
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!