Berawal disalahpahami hendak mengakhiri hidup, kehidupan Greenindia Simon berubah layaknya Rollercoaster. Malam harinya ia masih menikmati embusan angin di sebuah tebing, menikmati hamparan bintang, siangnya dia tiba-tiba menjadi istri seorang pria asing yang baru dikenalnya.
"Daripada mengakhiri hidupmu, lebih baik kau menjadi istriku."
"Kau gila? Aku hanya sedang liburan, bukan sedang mencari suami."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kunay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bekerja
Green duduk di lantai dan bersandar di sofa, matanya terpejam, dan ia mengelus perut yang kekenyangan.
“Makananmu lumayan enak,” katanya pada Rex tanpa membuka mata.
Rex yang duduk di sampingnya mendengkus pelan. “Lumayan? Kau bahkan menghabiskan semuanya.”
Rex hanya membuat makanan sederhana untuk sarapan mereka pagi itu, sandwich telur dan jus apel.
“Ya, lumayan, kau hanya menumpuk roti dan sayuran. Tidak ada yang istimewa.” Green berkata dengan kejam.
“Ck, setidaknya aku berhasil membuat tumpukkan roti dan sayuran itu dapat dimakan dan tidak sampai menghancurkan dapur.”
“Aku tidak menghancurkan dapur,” cetusnya dengan wajah merengut tidak senang. Green membuka matanya dan segera bangkit berdiri, membawa piring kotor di hadapan mereka.
“Kau harus langsung mencucinya.” Rex mengatakannya seraya mengelap meja bekas mereka makan.
Green tidak memiliki meja makan di dapurnya, jadi ia menggunakan meja bundar di depan sofa sebagai tempat makan mereka.
Tidak mendapat sahutan dari istrinya, Rex menoleh dan melihat wanita itu sedang berdiri di depan kulkas.
“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Rex dengan kening yang berkerut dalam. “Bukannya kau bilang sudah kenyang.”
“Memang.”
“Lalu, apa lagi yang kau cari? Cepatlah cuci piringnya. Jangan sampai menumpuk di sana, itu akan mengundang lalat.”
“Aku hanya mencari birku,” jawab Green masih mencari sesuatu di dalam kulkas.”
“Aku sudah membuangnya.”
Green menutup pintu kulkas dan berbalik menghadap suaminya.
“Membuangnya? Aku baru membelinya semalam.”
“Aku tahu.”
Rex dengan malas menjawab. Padahal, wanita itu semalam sampai tidak sadarkan diri dan demam, pagi ini malah mencari minuman sialan itu lagi.
“Lalu kenapa kau membuangnya?”
“Apa kau tidak tahu kondisimu sendiri? Dokter menyuruhmu untuk berhenti minum. Dokter juga memberikan obat untukmu."
Rex menunjuk bagian atas kulkas, di sana terdapat satu kantong plastik berwarna putih berisi obat-obatan.
“Aku tidak peduli. Lebih baik kau tidak mencampuri urusanku mengenai hal itu!” nada bicara Green terdengar ketus wanita itu kini sedang mencuci bekas mereka.
Rex yang mendengar hal itu dan hanya menggelengkan kepalanya pelan. Cepat sekali mood-nya berubah. Selain galak, dia juga ternyata sangat keras kepala.
Akan tetapi, entah kenapa hal itu justru membuat Rex semakin penasaran dengan sosok wanita yang sudah menjadi istrinya. Sebenarnya, sosok seperti apa dia?
Menurut laporan Antonio, dia memiliki banyak pekerjaan sampingan yang sering dilakukan. Jika dilihat dari hal itu, Green adalah orang yang mudah bersosialisasi, tapi begitu mengenalnya, benar-benar sulit untuk memastikan orang seperti apa wanita istrinya.
Menurut Rex informasi yang diberikan oleh Antonio dan apa yang dilihatnya langsung sangat bertentangan.
“Ada sesuatu yang harus aku selesaikan hari ini,” kata Rex saat melihat Green menyelesaikan pekerjaannya dan berjalan menuju kamarnya. “Aku harus bekerja.”
Green sama sekali tidak menghentikan langkahnya saat mendengar hal itu. Ia hanya menjawab, “Hmmm!” lalu ia masuk ke dalam kamarnya dan menutupnya.
“Wah!!” Rex tercengang dengan sikap acuh tak acuh istrinya itu tapi sungguh ia semakin penasaran dengan Green.
...
Green keluar dari kamarnya sudah berpakaian rapi dan sebuah tas di punggungnya berukuran sedang. Dia membawa sepatu ke dekat pintu keluar dan memakainya.
“Kau akan pergi?”
“Aku harus bekerja.”
“Kau masih sakit, beristirahatlah dulu.”
Meski dirinya bukan dokter, Rex tahu betul bagaimana seseorang yang mengalami masalah dengan lambungnya karena dirinya juga pernah mengalami hal itu ketika sedang sangat sibuk dan makan dengan tidak teratur.
Membutuhkan waktu penyembuhan minimal dua hari untuk bisa kembali beraktivitas.
“Aku baik-baik saja.”
“Apanya yang baik-baik saja? Semalam kau bahkan demam tinggi.”
“Hanya demam bukan sekarat," jawab Green dengan asal, membuat Rex langsung terlihat kesal, tapi sebelum bisa menanggapi lagi wanita itu sudah membuka pintu. “aku miskin, jadi harus pergi.”
Seperti biasa, Green mengeluarkan sepedanya untuk pergi bekerja. Pagi ini, dia pergi ke kafe untuk menjadi kurir makanan sampai siang.
Begitu sore, Green pergi ke club untuk bekerja sebagai pelayan.
“Kau sudah masuk lagi Green?”
Seorang wanita yang berpakaian seksi menyapa Green begitu dia masuk ke dalam club melalui pintu belakang.
“Iya, Kak, aku baru pulang liburan,” jawab Green dengan antusias lalu melemparkan sesuatu ke tangan orang yang menyapanya. "Oleh-oleh untukmu."
Wanita seksi itu menangkapnya dengan tepat sasaran dan melihat apa yang diberikan oleh Green, sebuah hiasan pintu kulkas dengan karakter kesukaannya.
“Kau liburan ke mana bisa mendapatkan ini?”
“Rahasia?” Green tersenyum, jelas sekali dia sedang berbohong. “Aku ganti baju dulu.”
Green masuk ke dalam ruang ganti dan keluar setelah beberapa saat. Pakaian yang dikenakannya tidak seperti temannya yang seksi. Green mengenakan kaos putih lengan pendek dan celana jeans panjang dengan bagian lutut yang robek.
Green melangkah ke meja bar untuk bersiap-siap memulai pekerjaannya. Begitu berada di depan meja bar, salah satu barista berkata, “Green, apakah kau tahu ruangan VVIP sudah di booking untuk malam ini. Coba tebak, siapa yang orang yang menyewanya?”
Barista tersebut terlihat sangat antusias.
“Siapa?”
“Aktor Chester Anderson! Keren, ga, tuh? Aku akan membuatkan minuman paling enak untuknya.”
Green tertegun mendengar hal itu, raut wajahnya sedikit berubah tapi kembali normal dengan cepat.
“Baguslah, kita bisa mendapatkan tips besar darinya,” jawab Green dengan acuh tak acuh. Dia sama sekali tidak terlihat antusias seperti rekannya meski tahu bahwa aktor papan atas akan berpesta di club itu dan otomatis dirinya akan melayani para tamu VVIP.
Kemungkinan besar, Chester juga akan membawa banyak temannya sesama selebriti ke club itu, siapa yang tidak senang? Green.
Malam harinya, satu persatu tamu VVIP mulai berdatangan, beberapa tim keamanan juga berjaga di sekitar. Bukan hanya tim keamanan club saja, tapi dari perusahaan yang menaungi Chester sendiri mengerahkan timnya, supaya tidak ada media yang menyusup ke dalam dan menghancurkan pesta si empunya.
Siapa yang tidak tahu Chester Anderson? Bukan hanya sekedar aktor papan atas yang sedang naik daun tapi juga salah satu putra pebisnis nomor satu di negaranya. Dia juga pemilik saham terbesar di perusahaan yang menaunginya, Glory Entertainment.
Sebenarnya, Chester tidak hanya menyewa ruang VVIP tapi ia menyewa seluruh club malam itu untuk merayakan kesuksesan filmnya yang berhasil meraih banyak penghargaan bersama dengan staf perusahaan dan juga rekan sesama artis.
Biasanya, ruang VVIP hanya diisi oleh Chester, beberapa teman dekatnya sesama artis, dan juga beberapa petinggi perusahaan.
Green mulai terlihat sibuk mengantar berbagai pesanan pelanggan yang berdatangan, suara keras musik tidak mengganggunya untuk bergerak lincah dari satu meja ke meja lainnya.
“Green, bisakah ambil beberapa anggur dari gudang untuk tamu VVIP?” Manajer club yang sejak tadi terlihat sangat sibuk berkata.
“Tentu.”
Green meletakkan nampan di tangannya dan menggantinya dengan sebuah keranjang lalu melangkah menuju gudang, mengambil beberapa minuman.
Manajer mengatakan kalau minuman itu untuk diantar ke ruang private, tentu saja Green memilih anggur terbaik dan paling mahal di sana.
Setelahnya, Green tidak kembali ke meja bar. Melainkan melangkah ke ruang VVIP.
Di depan pintu, dua orang penjaga berdiri untuk memeriksa siapa pun yang akan masuk ke dalam ruangan supaya meminimalisir segala kemungkinan yang buruk.
“Saya ingin mengantarkan pesanan.”
Dua penjaga itu menatap Green, melirik nametag di bajunya dan melihat minuman yang dibawanya, mereka tidak mengatakan apa pun dan segera membukakan pintu karena sebelumnya manajer sudah mengatakan, akan ada pelayan bernama Greenindia yang akan mengantarkan minuman.
Di dalam ruangan VVIP sudah banyak orang, ada lebih dari sepuluh orang. Akan tetapi Green sama sekali tidak memperhatikan siapa saja yang ada di dalam dan meletakkan minuman di atas meja.
“Nona, bisakah langsung membuka semuanya?” Seorang wanita yang mengenakan gaun berwarna merah menyala mendekati dan berkata. “Sekalian isi semua gelasnya dan bagikan ke setiap orang,” perintahnya lagi lalu kembali ke tempat duduknya.
“Baik.”
Green meraih pembuka botol yang ada di dalam keranjang dan membuka semua botol yang dibawanya lalu mengisi gelas-gelas yang sudah ditata di atas meja sejak sore hari.
Usai melakukan semuanya, Green mengantarkan minuman itu ke setiap orang yang ada di ruangan. Begitu dia memberikan minuman terakhir kepada seorang pria yang duduk paling ujung pria itu berkata.
“Nona, kau tidak perlu pergi,” katanya.
Green yang mendengar langsung menatap orang yang berbicara, dia langsung mengenali pria itu sebagai aktor pendatang baru yang namanya mulai dikenal. Kak Lizbet sering berbicara tentangnya, dan betapa tampannya dia.
Ketik tatapan merek bertemu, pria yang berbicara tadi kembali berkata. “Kau bisa menemani tamu di sini. Tenang saja, kami akan memberikan tips yang pantas untukmu.”
Pria itu berkata dengan pandangan penuh minat padanya. Meski pakaian Green sangat sederhana tapi dia sangat cantik.
“Tuan, kalau Anda membutuhkan bantuan, saya akan memanggil beberapa pelayan ke sini.”
Green menolak secara halus dan menawarkan yang lainnya.
“Tidak perlu, cukup kau saja,” katanya, lalu menoleh pada pria paruh baya dengan setelan jas rapi yang duduk d bagian sofa panjang. “Bagaimana Tuan Adolfo?”
“Tentu, tentu, Nona mari bergabung dengan kami.”
Pria bernama Adolfo merentangkan tangannya, meminta Green untuk mendekat dengan ekspresi mesum di wajahnya tapi dia tetap tidak bergerak.
“Maaf, Tuan, tapi saya hanya bertugas untuk mengantarkan minuman. Kalau Anda membutuhkan seseorang untuk menemani, saya akan memanggil beberapa orang ke mari.”
Green berniat untuk berbalik dan pergi tapi aktor baru yang sebelumnya kembali berkata.
"Nona, Tuan Adolfo ingin ditemani olehmu. Tenang saja, aku akan berbicara pada manajer supaya kau ditugaskan di sini.”
“Maaf, Tuan.” Green kembali menolak, membuat pemuda itu terlihat kesal.
“Kurang ajar! Apakah kau tidak tahu siapa kami? Kami bisa—“
“Hentikan!”
Sebuah suara berat dan maskulin terdengar dari salah satu sudut ruangan itu, menghentikan semuanya, hingga ruangan itu menjadi hening seketika.
......................
Tap dulu like-nya dan berikan vote untuk mendukung cerita ini supaya terus berlanjut. Berikan komentar jika menyukainya. lopyuuuu
malam pertama Rex jadi merawat greenidia....
semangat trs Thor