📢📢WELCOME DI ZONA BUCIN NGGAK ADA OBAT😛😛
Memiliki segalanya tak membuat Lengkara Ayudia merasa hidupnya sempurna. Paras cantik, otak cerdas, orang tua kaya raya namun jodoh yang sudah ia dapatkan sejak lahir tak pernah melihatnya sebagai wanita. Bukan karena lelaki itu tak menyukainya, tapi di mata Dirga dia seperti adik yang harus selalu dilindungi. Naas bukan? saat lelaki lain mati-matian mengejarnya dia malah repot-repot menggapai cinta tetangga depan rumah.
"Dirga, My Dirgantara.... udah cinta belum sama Kara?"
"Seperti arti nama lo, Kara. Jatuh cinta sama lo tuh Lengkara banget. Mustahil."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seblak
“Lengkara!” Dirga masih menatap kesal gadis yang dijodohkan dengannya sejak kecil. Gadis yang ia anggap sebagai adiknya sendiri itu kian hari makin menyebalkan, apalagi semenjak kehadiran murid baru yang sering carmuk membuat Lengkara sedikit sulit diatur. Entah mendapat keberanian dari mana tapi gadis imut yang biasanya langsung terdiam saat ia meninggikan suaranya, kini justru tersenyum mengejek padanya.
“Abang terseponah yah sama adek? Sampe nggak ngedip gitu ngeliatinnya.” Ledek Kara.
Dirga hanya mendengus kesal. Lihat, lihat betapa menyebalkannya Lengkara, ditatap tajam justru balik natap dengan senyum yang dibuat-buat.
“Makin cakep my future husband kalo melotot kayak gitu. Makin lope lope gue nya.” Ucap Kara.
“Lengkara!!” Dirga kembali meninggikan suaranya. “Sekarang lo berani yah sama gue!” sentaknya.
“Keep calm my future husband. Jangan galak-galak, Tama nya udah nggak ada kok.”
“Jangan sebut nama dia di depan gue!”
“Uluh uluh maaf deh, adek nggak peka kalo abang cemburu.”
“Gue nggak cemburu yah, Ra! Gue cuma jagain lo aja. Nggak mau lo kenapa-kenapa.” Balas Dirga.
“Oh gitu yah.” Kara menganggukkan kepala.
“Tapi itu si micin tiap hari bareng Ririd lo biarin bang? Lo nggak takut dia kenapa-kenapa?” lanjutnya saat melihat adiknya yang membonceng Sasa dari kejauhan.
“Itu…” Dirga sedikit terbata, “itu beda lagi, mereka udah kenal sejak lama. Lagian gue juga tau si Ridwan anak baik-baik.” Lanjutnya.
“Terus Tama bukan anak baik gitu makanya gue nggak boleh deket sama dia?” timpal Kara, “Padahal 2 hari gue kenal dia, anaknya asik kok. Kita tuh nggak boleh nethink sama orang yang baru kita kenal, Ga. Kalo kata ante Ale-ale dilarang suudzhon!” lanjutnya.
“Lengkara!!”
“Teriak-teriak mulu ih! Jangan keseringan marah-marah dong, Ga. Ntar lo darah tinggi!” ledeknya.
Kara berjinjit dan menangkup kedua pipi Dirga, lelaki itu hanya menatap kesal padanya namun tak melakukan apa-apa.
“Abang jangan marah-marah… takut nanti lekas tua… adek setia orangnya… takkan pernah mendua…” Kara tersenyum mengakhiri nyanyiannya yang sama sekali tak merdu.
“Gaje!”
“Tapi seneng kan?” ledek Kara.
“Berhenti di depan rumah lo aja, Rid. Tuh, kak Dirga juga ada disana.” Sasa menepuk bahu Ridwan berulang kali.
“Ecie cie masih siang Kakak udah ngapel aja. Gercep banget dah.” Ledek gadis bermata bulat yang baru saja turun dari motor Ridwan dan langsung berdiri di samping kakaknya.
“Sasa seneng deh kalo kakak kayak gini, akur-akur sama Kaleng.” Gadis yang masih memakai seragam putih biru itu bergelayut manja di lengan kiri Dirga, dia beralih melirik Ridwan yang masih duduk di motor matic nya.
“Ririd, minggu depan kita udah pake seragam putih abu. Lo pasti keren yah kayak Kak Dirga. Ntar kancing atasnya dibuka 2 kayak kak Dirga, keren nih.” Murid baru kelas 10 memang tak langsung mengenakan seragam putih abu, di awal masuk mereka selama seminggu mengenakan seragam putih biru selama mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah.
“Eh Sasa baru liat loh penampilan kakak yang kayak gini? Biasanya rapi banget. Ini dasinya kemana? Itu baju juga sampe keluar-keluar gitu? Katanya ketos.” Cerocosnya.
“Ketos juga manusia. Cape! Gue mau balik. Bye!” ucap Dirga.
“Dirga, seblaknya gimana?” Teriak Kara tapi tetangganya itu acuh dan masu ke gerbang rumahnya.
“Kak Dirga kenapa sih, Kaleng?” Tanya Sasa.
“Eh seblaknya masih ada, Kaleng? Sasa mau dong. Laper nih.” Belum sempat Kara menjawab si micin sudah terus nyerocos.
“Minggir-minggir lah! Kalian berdua ngalangin jalan tau, gue mau lewat.” Ucap Ridwan.
“Lewat tinggal lewat aja, Rid. Sensi amat!” cibir Kara sambil berlalu masuk di ikuti oleh Sasa.
“Tau cowok-cowok hari ini pada sensi yah, Kaleng. Lagi pada dapet kali yah.” Timpal Sasa yang diakhiri tawa.
Ridwan hanya tersenyum ilfeel melihat tingkah kakak dan anak tetangganya yang sama-sama oleng dan asa jeplak tiap bicara. Dia memilih langsung masuk setelah memarkirkan motornya, enggan berlama-lama dengan duo santan yang sering heboh sendiri jika sudah bertemu.
“Wih ada cooky jumbo…” Sasa memeluk boneka Kara yang diletakan di kursi teras tadi.
“Jangan dibuka, Sa. Ntar di kamar aja. Spesial itu.” Cegah Kara saat Sasa hendak membuka plastik pembungkus bonekanya.
“Oke-oke, Kaleng. Biar Sasa aja yang gendong cooky ke kamar yah.”
Kara mengambil bonekanya dari Sasa, “Jangan, biar gue aja. Lo kan udah sering di gendong sama yang ngasih.”
“Emang dari siapa Kak?” Sasa membuntuti Kara dari belakang. Kara langsung menuju kamarnya setelah menyalami mami Jesi, gadis itu menolak makan siang yang ditawarkan maminya. Sementara Sasa berbelok mengikuti mami Jesi ke ruang makan, namun bukan untuk makan siang melainkan mengambil satu buah mangkok kosong beserta dua sendok dan satu botol air mineral.
“Sasa mau makan seblak sama Kaleng, Mi. Di kamar.” Pamitnya yang kemudian berlalu ke kamar Kara.
Saat masuk ke kamar Kara, Sasa melihat calon kakak iparnya itu sedang bersandar di kepala ranjang sambil memeluk boneka pink yang ia beri nama Dirdiran. Sementara tangan kanannya memegang benda pipih yang diarahkan ke wajah.
“Kaleng lagi video call?” Sasa meletakan mangkok dan air mineral yang ia bawa di meja rias kemudian mengintip ke ponsel Kara.
“Dia? Cantik kan?” Kara mengarahkan ponselnya pada Sasa. Gadis itu langsung tersenyum dan menyilangkan jarinya membentuk love saat melihat sosok dalam ponsel Kara.
“Adek gue, Tam. Udah dulu yah, makasih buat yang tadi.” Ucap Kara lalu menekan icon telepon berwarna merah.
“Sumpah yang barusan cakep banget, Kaleng.” Ucap Sasa penuh semangat, ia sampai ikut naik ke ranjang dan duduk di samping Kara.
“Senyumnya bikin ati Sasa meleleh, Kaleng.”
“Jangan-jangan dia yang ngasih cooky jumbo ini yah?” tebak Sasa.
“Kalo gitu jangan dipeluk-peluk lah cooky nya. Meskipun dia gantengnya nggak manusiawi tapi inget Kaleng itu calon kakak ipar Sasa. Nggak boleh oleng!” gadis cerewet itu manyun menggembungkan pipinya. Tak hanya itu, Sasa juga menarik paksa boneka dari tangan Kara.
“Balikin, Sa. Ini dari Kakak lo.” Jelas Kara seraya merebut kembali bonekanya.
“Seriusan dari Kak Dirga?” Kara mengangguk mengiyakan.
“Wah Sasa juga mau kalo gitu. Nggak adil banget, Kaleng dibeliin tapi Sasa nggak.”
“Sasa mau pulang dulu deh, seblaknya buat Kaleng aja sendiri. Sasa nggak jadi minta.” Gadis itu buru-buru turun dari ranjang Kara.
“Itu mangkoknya udah Sasa bawain.” Dia menunjuk mangkok kosong di meja rias.
“Eh tunggu, Sa! Seblaknya mana?” Tanya Kara.
“Lah bukannya Kaleng yang punya seblak? Makanya tadi Sasa mau minta.”
“Seblak apaan orang kakak lo yang katanya mau bikin malah kabur pulang nggak balik lagi sampe sekarang. Emang tukang PHP kakak lo, Sa.” Kesal Kara “bilangin sama Dirga, jadi bikinin gue seblak apa nggak? Kalo nggak, Tama mau otw kesini bawain seblak!”
“Oke siap, Kaleng. Sasa pulang dulu.” Pamitnya yang langsung menyambar tas dan berlalu dari kamar Kara.
Tak sampai lima menit Sasa sudah tiba di rumahnya. Dia langsung masuk ke kamar Dirga tanpa permisi.
“Kak, gawat!” ucapnya heboh.
“Kalo masuk kamar orang tuh ketuk pintu dulu, Sa.”
“Ya ampun kakak kan bukan orang, masa Sasa harus ketuk pintu segala.”
“Terus kalo gue bukan orang apaan?”
“Maksudnya kalo orang tuh orang lain gitu kak.” Balas Sasa.
“Udahlah kayak gituan jangan dibahas. Ini urgent, calon istri kakak mau ada yang nikung!” lanjutnya.
Dirga masih acuh tak menanggapi ocehan adiknya, dia sibuk melihat ponsel.
“Kakak ih HP mulu!” Sasa merebut ponsel Dirga.
“Kata Kaleng, Tama mau ke rumah Kaleng kalo kakak…”
Dirga langsung mengambil ponselnya dari tangan Sasa dan berlalu meninggalkan kamar.
"Ck! bener-bener nggak bisa dibilangin si santan sachetan!" umpatnya.
Sasa hanya menelan ludah saat melihat Dirga secepat kilat turun dari ranjang dan mengambil ponsel dari tangannya kemudian berlalu keluar kamar.
“Kak Dirga, Sasa belum selesai ngomong!” teriaknya namun sang kakak sudah berjalan terburu-buru menuruni anak tangga.
secepat kilat otw ke tetangga depan rumah
si santan sachetan yang mulai pinter ngubek-ngubek ati abang Dirdiran😛😛
jangan lupa kewajiban kalian untuk like komen dan favoritkan😘