Karena penghianatan pacar dan sahabatnya, Zianna memutuskan untuk pindah sekolah. Namun siapa sangka kepindahannya ke SMA Galaxy malah mempertemukan dirinya dengan seorang cowok bernama Heaven. Hingga suatu ketika, keadaan tiba-tiba tidak berpihak padanya. Cowok dingin itu menyatakan perasaan padanya dengan cara yang sangat memaksa.
"Apa nggak ada pilihan lain, selain jadi pacar lo?" tanya Zia mencoba bernegosiasi.
"Ada, gue kasih tiga pilihan. Dan lo harus pilih salah satunya!"
"Apa aja?" tanya Zia.
"Pertama, lo harus jadi pacar gue. Kedua, lo harus jadi istri gue. Dan ketiga, lo harus pilih keduanya!" ucap Heaven dengan penuh penekanan.
Follow IG Author : @smiling_srn27
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Smiling27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. SIMBIOSIS MUTUALISME
"Gue ke toilet dulu ya!"
Melihat Zia datang, Icha buru-buru pergi meninggalkan kelas. Handa yang sedang sibuk dengan ponsel hanya mengangguk mengiyakan, tanpa merasa aneh sedikitpun.
"Baru nyampe lo, gue pikir telat lagi!" ujar Handa melihat Zia yang baru datang dengan nafas terengah.
"Huft capek gue, untung gerbangnya belum di tutup tadi!" Zia mendudukkan diri sambil mengatur nafasnya kembali.
"Lo berangkat pake apa sih? Becak? Atau jangan-jangan lo ngesot lagi?"
"Lo kira gue suster ngesot? Lah kan tau sendiri rumahnya jauh, mana telat bangun lagi. Pengen pindah rumah aja gue lah, biar berangkatnya bisa nyantai!"
"Telat mulu kerjaan, heran bet gue!" ujar Handa. "Lo abis ngapain emang, kok bisa telat bangun?"
"Kerjaan numpuk!"
Memang benar, saking asiknya dengan pekerjaan kantor, Zia sampai tidak menyadari kalau hari sudah larut. Padahal Paman Max sudah melarang Zia membantu mengurus perusahaan, tapi namanya juga Zia, mau bagaimana pun dilarang tetap saja tidak peduli.
"Kerja mulu lo, kayak nggak dikasih jatah aja sama si Om!" ceplos Handa seraya terkekeh.
Zia mengernyit tidak mengerti, ucapan Handa terdengar aneh di telinganya. "Om siapa ih, ambigu banget kalau ngomong!"
"Ya Om Zion lah, siapa lagi emangnya? Masa iya om om sebelah!" Handa cekikikan tidak jelas, menaik turunkan alisnya bersamaan.
Menatap dengan jijik, Zia tidak mengira Handa bisa serandom itu. "Aneh banget manggil Om, biasanya juga panggil Daddy Zion!"
"Nggak boleh, ntar Ayah cemburu!" Handa tergelak, mengingat Ayahnya yang selalu protes jika ia memanggil Uncle Zion dengan sebutan Daddy. "Ah jadi kangen Ayah sama Bunda!"
"Gue udah tebak sih!" Zia ikut terkekeh mengingat kedua orang tua Handa terutama sang Ayah yang cukup posesif itu.
"Ngomong-ngomong Icha mana?" Zia baru menyadari kalau tidak ada Icha di kelas, padahal semua siswa sudah masuk ke kelas masing-masing. Bel tanda masuk pun sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, meski guru mata pelajaran belum datang.
"Nggak tahu, tadi sih katanya mau ke toilet!"
Zia mengangguk mengerti, sedetik kemudian ia baru teringat akan sesuatu. "Handa, lo tau nggak?"
"Nggak tahu!"
"Ih gue belum selesai ngomong!" Zia mendengus sebal, "Lo tahu nggak kelasnya Kak Heaven di mana?"
"Ngapain lo nanya kelas dia? Nggak penting banget!" Handa sedikit kesal, mengingat kekacauan yang telah terjadi beberapa menit yang lalu. Beruntung Zia belum datang ke sekolah, kalau sampai Zia melihat keributan tadi mungkin Handa yang akan kebingungan sendiri.
Tadi setelah puas menggigit tangan Agam sampai berdarah, Handa langsung mengusir kelima cowok itu. Handa juga sempat menyuruh beberapa siswa untuk membawa Dio ke UKS, namun tidak disangka Heaven sudah menyiapkan mobil untuk membawa Dio ke rumah sakit. Heaven memang selalu bertindak dengan mulus, sampai para guru pun tidak menyadari ada sesuatu yang telah terjadi.
"Temenin gue ambil hp ya, nanti!"
"Hah?"
"Ck hp gue di ambil sama Kak Heaven kemaren! Dia nggak mau balikin kalau gak gue ambil sendiri ke sana!" ucap Zia berdecak sebal. Semalam keduanya memang saling bertukar pesan, membahas sesuatu yang menurut Zia tidak penting sama sekali.
"Hah kok bisa?"
"Hah heh mulu lo, panjang ceritanya! Pokoknya lo harus temenin gue!" Zia malas menjelaskan, mengingat Heaven saja sudah membuat moodnya turun drastis.
"Jadi hp lo dipegang sama Kak Heaven?" Kali ini bukan Handa yang bertanya, melainkan Icha yang baru datang.
Zia mengangguk sambil mencebikan bibir bawahnya. "Kemaren pulang sekolah hp gue diambil sama dia. Pas gue mau ambil balik, ternyata gue salah ambil hp!" Zia mengambil ponsel milik Heaven di dalam tas, lalu menunjukkan pada kedua sahabatnya.
"Kok bisa ketukar gitu sih?" Handa menggeleng tidak percaya, setahunya Zia orang yang gesit dan cukup cerdik. Zia bisa mengambil sesuatu tanpa pemiliknya sadari, ya semacam memakai trik gitu. Pelan tapi pasti, gesit tapi teratur dan sistematis.
Zia memutar bola matanya jengah, kalau lebih pintar sedikit mungkin ia tidak akan salah mengambil ponsel. Mungkin karena kemarin ia sedang merasa takut, hingga membuatnya salah mengira kalau ponsel itu adalah miliknya.
"Sorry ya Zi!" ucap Icha tiba-tiba menyesal.
"Heh yang ngambil hp Zia kan Kak Heaven, kenapa jadi lo yang minta maaf?" protes Handa.
"Eum nggak papa kok hehe! Kayaknya gue salah denger tadi!"
Icha menyengir sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sebenarnya Icha sempat kesal pada Zia, mengingat semalam yang mengangkat telepon adalah Gala. Icha mengira Zia sedang dekat dengan Gala, cowok paling spesial di mata Icha. Meskipun sekarang ia sudah menyerah, tapi tetap saja masih belum bisa rela jika Gala memiliki hubungan dengan seseorang.
"Aah mulai lagi kan oon nya!" Handa memukul meja mengeluh, membuat Icha mencebikan bibir bawahnya kesal.
"Icha nggak oon ih!" protes Icha.
"Iya iya Icha nggak oon!" Lebih baik Handa mengalah, sebelum Icha mulai bertingkah kekanakan. "Cuma bego aja, dikit!" gumamnya.
"Ssttt... Bu Trisha dateng!"
"KITA MULAI PELAJARAN ANAK-ANAK. SIAPKAN BUKU PAKET, BUKA HALAMAN DUA PULUH SEMBILAN!!"
*********
Bel istirahat sudah berbunyi, Heaven masih duduk santai di kelas sambil memegang ponsel di tangannya. Melihat Heaven tengah mengulum senyum, membuat Kenzo dan Gala saling pandang dengan raut wajah bingung dan penasaran. Bukan hanya Heaven, di hadapan mereka Agam juga tengah melamun dengan raut wajah yang sulit di artikan.
"Hp lo baru Heav?" Kenzo yang semakin penasaran akhirnya bertanya, melihat case ponsel milik Heaven berwarna biru terasa aneh menurutnya. Karena yang Kenzo tahu, Heaven tidak pernah suka warna selain hitam dan putih.
"Hm, ini?" Heaven menunjukkan ponsel ditangannya, "Bukan punya gue!"
"Bukan punya lo? Terus punya siapa?"
"Punya Zianna!"
Bohong kalau Kenzo tidak terkejut, sebenarnya sangat terkejut, namun cowok itu mencoba bersikap biasa. Meski dalam pikiran bertanya-tanya, bagaimana bisa ponsel Zia ada di tangan Heaven. Tapi belum tentu juga Zia yang di maksud Heaven itu orang yang sama seperti yang ada di pikirannya.
Ah iya, pantes aja semalem Zia pegang hp Heaven! Apa mereka tukeran? Tapi kok bisa sih? -gumam Kenzo teringat makan bersama semalam.
"Heav, lo yakin dia mau ke sini?" tanya Gala yang tahu sedikit tentang apa yang sedang Heaven rencanakan.
"Tenang aja, paling juga bentar lagi ke sini. Gue jamin!"
"Kayaknya sebentar lagi yang bucin di antara kita bukan cuma Agam!" sindir Gala sambil menunjuk Agam yang duduk di hadapannya dengan dagu. Heaven hanya menggeleng pelan, tanpa berniat menanggapi.
"Semua orang akan bucin pada waktunya!" sahut Nanda dari depan. Cowok itu sedang duduk di meja tepat di hadapan Chindy, untuk apa lagi kalau bukan menganggu gadis bersuara melengking itu.
"Gam!"
"Agam!"
"Agam! budek!" panggil Heaven lagi. Namun tetap saja, cowok yang dipanggil masih menatap bekas luka di pergelangan tangan sambil senyum-senyum tidak jelas.
"Percuma Heav, mau sampe tai lalat berubah jadi tompel pun kalo orang lagi bucin kagak bakalan denger!" sahut Nanda. Tangannya bergerak menggulung kaos olahraga yang sejak tadi dipegang hingga menjadi bulat, "Gue kasih tahu cara yang estetik, biar dia denger!"
Wuuss...
Bukk
"Njir apaan nih, kok basah?" Tersadar dari lamunan, Agam mengangkat sambil meneliti kain basah yang baru saja mendarat di wajahnya.
"Kampret, baju siapa nih!" Agam mengelap wajahnya kasar, mencari si pemilik baju olahraga beraroma keringat itu. Seketika semua menunjuk ke arah cowok yang sedang duduk di meja, cowok yang sedang berusaha menahan tawa.
"Ppffttt bhahaha... makanya jangan haluin Handa mulu!" Tidak tahan melihat raut wajah Agam yang kian memerah, seketika tawa Nanda pecah.
"Heran bet gue, baru kali ini gue liat ada orang bahagia banget cuma gara gara dapet gigitan! Gimana tuh kalau yang gigit si Louie, apa nggak abis tuh tangan!"
Membayangkan tangan Agam di gigit Louie, Nanda bergidik ngeri. Louie adalah anjing jenis Doberman Pinscher milik tetangga Nanda. Jangan tanyakan seberapa seram dan galaknya. Jangankan untuk memegang, mendekati pagar saja Nanda tidak berani. Karena anjing itu juga Nanda tidak berani memacari anak tetangganya, takut dijadikan santapan anjing kalau ketahuan berselingkuh.
"Berisik lo! Sialan!" Sambil menggerutu kesal, Agam melempar kembali baju itu pada Nanda. Tapi sayang, baju itu berhasil di tangkap Nanda dengan mudah. Padahal Agam berharap baju itu bisa mendarat di wajah songong bin menyebalkan itu.
"Gimana baju gue? Wangi kan?" cengir Nanda, menyugar rambut acakannya kebelakang.
"Gue gitu loh, meskipun abis olahraga juga tetep wangi. Sewangi cintaku pada neng Chindy, iya nggak Chin?" Nanda menaik turunkan alis genit, membuat Chindy yang duduk di hadapannya seketika ingin muntah.
"Bullshit!" cicit Chindy jengah.
"Wangi pala lo, baju bau kemenyan gitu lo bilang wangi!" cibir Agam.
"Dih kemenyan, lo kira gue sesembahan kuntilngeo?"
"Siapa kuntilngeo, pacar baru lo Nan?" sela Kenzo berpura-pura tidak tahu.
"Itu loh, temen lo yang suka terbang malem-malem terus ngilang di pohon sambil cekikikan!" ucap Nanda ikut cekikikan. Tangannya tidak berhenti memainkan jepit rambut milik Chindy, meski berulang kali Chindy menabok tangannya agar diam di tempat.
"Lah, temen gue 'kan lo anjrit!" ujar Kenzo terkekeh puas.
"Maksud gue tuh-"
"NANDA... LO BISA DIEM NGGAK SI? JANGAN GANGGU GUE MULU!!!" gerutu Chindy yang mulai jengah dengan tingkah Nanda. "Balikin dompet gue!"
Nanda mengusap telinganya yang serasa mau meledak, suara Chindy begitu melengking seperti toa lama yang sudah hampir rusak. "Chin, lo bisa nggak sih jangan teriak-teriak. Gue nggak budek sayang, tenang aja! Gue selalu ada di deket lo kok!"
"Sayang-sayang pala lo peyot, sini balikin dompet gue. Gue mau ke kantin!" pinta Chindy menengadahkan tangan, "Lo kalau kere tinggal bilang aja, biar gue sedekahin. Jangan nyuri! dosa tau, masuk neraka lo!"
"Dih enak aja kere, gini-gini gue banyak duit. Jangankan cuma buat gue, buat ngidupin lo sama anak-anak kita nanti juga masih bejibun tuh duit! Mau anak berapa bilang aja! satu, lima, sepuluh atau sebelas sekalian? Biar kayak pemain bola, siapa tahu masuk timnas!"
Chindy yang kesal tidak segan menoyor kepala Nanda, semakin kesal saat mendengar sorakan dukungan dari penghuni kelas yang masih ada. Berbeda dengan Nanda yang malah tertawa, bersikap santai seolah itu semua hal yang biasa. Memang minta di kuncir mulut Nanda itu, semua ucapannya tidak ada yang difilter.
"Bacot lo nggak mempan di gue, mending lo pergi deh. Ntar cewek lo marah-marah lagi ke gue!" Chindy beranjak berdiri, mendorong Nanda dengan sekuat tenaga. Tapi yang terjadi bukannya pergi, Nanda justru masih berada di tempat tanpa bergeser sedikitpun.
"Nan, bisa nggak sih? Sehari aja lo nggak jadi benalu di hidup gue? Capek gue ngadepin lo sama pacar lo yang bejibun itu!"
Jleb
Nanda mengatupkan bibirnya, kicep. Memang benar, pacar dan juga mantan pacar Nanda kerap kali mendatangi Chindy. Mereka datang sambil marah marah tidak jelas, mengatakan Chindy itu perusak hubungan mereka dengan Nanda. Padahal yang sebenarnya, Nanda sendiri yang terus mendekati Chindy. Paham kan bagaimana cowok playboy? Meski berulang kali Chindy menolak, tetap saja Nanda tidak mau berhenti.
"Sejak kapan gue jadi benalu. Yang ada gue sama lo itu ibarat burung jalak sama kerbau, saling menguntungkan!" cengir Nanda.
"Iya lo kan suka makan KUTU. Tapi sorry gue terlalu suci dan gue bukan kerbau. Tempat lo bukan di sini, gue nggak kutuan!" Chindy sengaja menekan kata kutu, hingga berhasil membuat Nanda langsung cengo. Memangnya perempuan mana yang mau di samakan dengan kerbau, dasar Nanda.
"BEGO DI PELIHARA!!!" cibir Gala pedas.
"Lo ya kalau ngomong tuh, suka bener aja! Ngomongnya sih dikit, tapi nyelekit!" Agam tergelak heboh, menyetujui ucapan Gala.
********