Lian shen ,seorang pemuda yatim yang mendapat kn sebuah pedang naga kuno
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dwi97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Roh Dalam Pedang
Cahaya perak dari pedang naga masih menyelimuti desa yang terbakar. Liang Shen berdiri dengan napas memburu, pedangnya bergetar hebat seakan bernyawa. Di sekelilingnya, pengikut Sekta Bayangan berjatuhan satu per satu, tak kuat menahan tekanan roh naga.
Namun, pria bertopeng perak di depannya tetap tegak. Kabut hitam pekat mengalir dari tubuhnya, membentuk bayangan-bayangan ganas yang melayang di udara.
“Hmph… jadi inilah kekuatan pusaka naga. Tidak heran banyak sekte memburumu,” suaranya dalam dan dingin.
Liang Shen mencoba menenangkan diri, tapi seluruh tubuhnya terasa terbakar. Pedang di tangannya semakin panas, seakan menyalurkan sesuatu langsung ke dalam nadinya. Pandangan matanya kabur, hingga tiba-tiba dunia di sekelilingnya berubah.
Ia tidak lagi berdiri di desa yang terbakar. Sebaliknya, ia kini berada di sebuah ruang kosong tak berbatas, dipenuhi cahaya perak dan kabut bercahaya. Dari kejauhan, suara gemuruh terdengar, seperti ribuan guntur sekaligus.
Kemudian, muncul sosok raksasa melayang di udara—seekor naga perak, tubuhnya panjang berkilau, matanya seperti dua matahari putih yang menembus jiwa. Liang Shen tertegun, lututnya hampir goyah.
Suara bergema dari dalam pikirannya, dalam dan kuno:
“Anak manusia… darahmu telah membangunkanku.”
Liang Shen terdiam, jantungnya berdegup kencang. “Siapa kau…? Apa kau roh pedang ini?”
Naga itu melingkar, kepalanya menunduk mendekati Liang Shen. “Aku adalah roh naga purba, terikat dalam bilah pedang yang kau genggam. Ribuan tahun aku tidur, menanti pewaris sejati. Kini, darah dan sumpahmu telah membangunkanku.”
Liang Shen menggenggam pedang lebih erat. “Kalau begitu… bantu aku! Ajarkan aku kekuatan untuk membalas dendam!”
Namun naga itu tidak segera menjawab. Cahaya matanya berputar tajam, seolah menembus hati Liang Shen. “Balas dendam… adalah api yang akan melahap jiwamu sendiri. Kau ingin kekuatan? Maka kau harus menanggung beban berat. Jalan ini bukan hanya tentang darah, tapi juga tentang melindungi dunia dari kegelapan.”
Liang Shen menunduk, giginya terkatup. “Aku tidak peduli seberapa berat! Aku tidak punya apa-apa lagi. Keluargaku, desaku… semuanya sudah diambil! Kalau aku tidak berjuang, siapa lagi yang akan menghentikan mereka?”
Naga itu terdiam sejenak, lalu mengaum keras. Suara aumannya mengguncang ruang kosong itu hingga retak, dan cahaya perak mengalir ke tubuh Liang Shen. “Baiklah. Jika itu tekadmu, maka aku akan mengujimu. Bertahanlah, anak manusia, atau jiwamu akan hancur!”
Tiba-tiba, rasa sakit luar biasa menyerang seluruh tubuh Liang Shen. Seolah-olah urat nadinya terbakar dari dalam, tulangnya bergetar, dan darahnya mendidih. Ia menjerit, jatuh berlutut, tapi tetap menggenggam pedang erat-erat.
“Ughhh! Aku… tidak akan… menyerah!” teriaknya, meski tubuhnya hampir hancur oleh tekanan.
Naga itu menatapnya tajam, lalu perlahan mengangguk. “Kau punya keteguhan. Maka mulai saat ini, kau adalah tuan pedang naga. Ingatlah, kekuatan sejati bukan hanya dari amarah, tapi dari keberanian untuk melindungi.”
Dengan itu, cahaya perak melesat masuk ke dada Liang Shen, menyatu dengan nadinya. Dunia kosong itu perlahan memudar, dan ia kembali ke desa yang terbakar.
Di depannya, pria bertopeng perak masih berdiri, tatapan penuh kebencian. Namun kini, aura Liang Shen telah berubah—matanya memancarkan kilatan perak, dan pedang di tangannya bersinar terang.
Pria bertopeng itu mengangkat tangannya. “Sepertinya permainan baru saja dimulai.”
Liang Shen menegakkan tubuh, meski napasnya berat. Kini ia tahu, ia tidak lagi sendirian. Di dalam pedangnya, roh naga purba telah terikat padanya—dan jalan takdir pun baru saja dibuka.