gara-gara nonton cek khodam online yang lagi viral membuat Deni tertarik untuk mengikutinya. Ia melakukan segala macam ritual untuk mendapatkan khodam nya. Bukannya berhasil Deni justru diikuti setan berdaster, tapi sayang wujudnya kurang keren
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ef f, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Api kecemburuan sempat memercik beberapa saat, ketika Vira melihat Deni begitu intens berbincang dengan Mira yang sekaligus menjadi sepupu nya sendiri. Namun dengan cepat perasaan itu lantas ia kendalikan.
"Eh, ternyata kamu, Vira. Kamu mau berangkat kuliah, ya?" Sapa Deni sembari tersenyum ramah. Bagi nya, berjumpa dengan Vira merupakan suatu anugerah yang di persembahkan semesta untuk diri nya.
"Iya mas. Omong-omong, mas Deni juga mau antar Mira, nya?"
"Enggak Vir, kami juga nggak sengaja berpapasan. Aku baru saja pulang dari pasar."
Jawaban yang di lontarkan Deni tak sedikitpun membuat perasaan Vira melega, ia bahkan semakin menerka-nerka sejauh mana hubungan mereka bedua. Terlebih saat mengingat peristiwa tempo hari di mana Deni kedapatan mengantar Mira hingga menimbulkan keributan di antara Sri dan Sulastri.
Entah dimana dan bagaimana kedua nya berkenalan. Sehingga pertanyaan-pertanyaan itu membuat pikiran Vira kembali terusik.
"Kalau begitu, aku pulang dulu, silahkan kalau kalian ingin melanjutkan perjalanan." Deni berpamitan sebelum melajukan kendaraan nya. Dan setelah Deni menghilang dari pandangan, Vira yang sejak tadi merasa begitu penasaran akhirnya tidak bisa menahan diri untuk bertanya.
"Kamu kenal Mas Deni sejak kapan?" Tanya Vira tanpa basa-basi
"Belum lama ini." Jawab Mira pendek saja.
"Apakah dia orang yang sering kamu ceritakan? Pria yang katanya memiliki kepribadian yang baik serta ke-bapakan? Serta orang yang sering kamu panggil Sugar Daddy?" Tanya Vira kian intens.
"Kamu nilai saja sendiri, apakah Mas Deni menyerupai ciri-ciri yang sering aku ceritakan." Mira berujar dengan ambigu, sehingga isi pikiran Vira di penuhi oleh dua kemungkinan. Antara Ya, atau Tidak.
Setelah sampai di rumah, Deni melanjutkan aktivitas dengan bercocok tanam. Maksudnya bercocok tanam di ladang bersama warga desa Sekar Arum yang mayoritas berprofesi sebagai petani sayuran.
****************
Matahari di sore hari menampakan cahaya jingga yang begitu indah. Belasan anak-anak di desa Sekar Arum masih asyik bermain permainan tradisional di tanah lapang ujung desa.
Keramaian tersebut, memantik perhatian bagi Sukma dan Risa. Sepasang kakak beradik itu kemudian memohon izin kepada Sang ibu untuk turut bermain bersama mereka.
"Ibu, Risa mau ajak Sukma pergi ke lapangan sekalian berkenalan dengan anak anak di desa ini, boleh?"
"Iya, boleh, ibu titip Sukma ya nduk, jaga adik kamu." Risa mengangguk ringan, ia menggandeng sang adik menuju tempat anak anak bermain.
Namun riak wajah bahagia seketika berubah tatkala anak-anak di sana memusatkan perhatian ke arah mereka. Terlebih ketika mereka memindai Sukma dengan tatapan tak biasa.
"Apakah saya dan adik saya boleh ikut bermain?" Tanya Risa kepada sekumpulan anak-anak disana.
"Boleh saja, kamu cucu nya mbok Yem yang datang dari kota itu kan?" Jawab salah satu anak yang kemudian di sambut dengan anggukan oleh Risa.
"Tapi, kami takut dengan adik mu." Seorang anak laki-laki yang memegang bola berceletuk. Sehingga membuat Sukma tertunduk karena merasa berkecil hati.
"Takut kenapa? Dia memang berbeda, tapi dia tidak akan mencelakai kalian." Tegas Risa memberikan pembelaan. Sebagai figur seorang kakak, tentu saja mengingat dengan baik pesan ibu nya. Bahawasan nya ia harus menjaga Sukma.
"Pokok nya kalau kamu mau main bersama kami, adik mu harus menunggu di sana dulu." Risa tak menyahut, ia bimbang dengan pilihan tersebut. Mau bagaimana pun dirinya hanyalah anak kecil yang mendambakan keceriaan seperti anak-anak yang lain nya. Meski disisi lain ia merasa tidak tega jika melihat Sukma di kucilkan.
Sukma seakan memahami kebimbangan kakak nya. Ia lantas berjalan menepi dan membiarkan Risa bermain bersama kawan yang lain nya.
"Adik yakin? Nunggu di pinggir lapangan sendiri?" Tanya Risa sehingga di sambut dengan sebuah anggukan.
Sore itu, Risa dapat dengan mudah membaur bersama anak-anak desa Sekar Arum. Sementara Sukma dengan setia menunggu sang kakak di bibir lapangan. Sampai akhirnya, Sukma melihat mereka memainkan sebuah permainan yang membuat Risa diam tak bergerak.
Permainan itu di sebut dengan sembunyi batu, di mana mereka duduk melingkar dan memindahkan batu dari satu tangan ke tangan yang lain sambil menyanyikan tembang cublak-cublak suweng. Sementara satu anak duduk di tengah dengan posisi mata tertutup menebak di mana keberadaan batu tersebut.
Sekilas mereka tampak begitu senang dengan permainan itu, namun berbeda dengan Sukma. Sepasang netra nya membeliak dengan tubuh yang mendadak gemetaran. Ia melihat lima sosok anak kecil itu juga berada di sana. Mereka mengikuti kemana batu itu bersembunyi.
Salah satu makhluk itu tersenyum menyeringai, tatapan mata nya seakan mengatakan bahwa ia akan mengambil mereka kapan saja. Sehingga tanpa menunggu lama, Sukma segera mengambil sebuah batu dan melempar ke arah makhluk tersebut.
Nahas, lemparan nya justru mendarat di kepala salah satu anak bermain disana. Sehingga dalam sekejap anak itu jatuh pingsan, dengan lelehan darah terus keluar di bagian pelipis nya.
Suasana menjadi sangat riuh, gelak tawa berubah menjadi jerit ketakutan. Bahkan mereka menghardik Sukma sebab seluruh pasang mata melihat jika dia yang melakukan nya.
"Kamu bilang adik mu tidak akan mencelakai siapapun. Sekarang lihat! Apa yang di lakukan adik mu!" Risa tidak luput oleh amarah anak-anak disana. Meski ia sendiri juga tidak menyangka jika adik nya akan melakukan hal demikian.
"Sukma! Kenapa kamu begitu? Kalau ibu sampai tahu, ibu pasti marah sama kamu." Risa merasa berada di posisi yang sangat rumit. Ia tidak bisa membela Sukma sebab anak itu terbukti sudah mencelakai kepala orang. Namun cukup sulit pula untuk menyampaikan jika Sukma tidak seburuk yang mereka kira.
Keadaan kian tak terkendali usai datang nya beberapa orang dewasa dan melihat salah satu anak yang terkapar. Maka untuk mengantisipasi hal buruk yang mungkin saja terjadi, Risa segera menggamit tangan Sukma untuk meninggalkan lapangan.
"Kalau kamu begitu terus, nanti lama lama aku nggak punya teman. Bukannya ibu sudah bilang, kita harus rukun." Sepanjang jalan Risa menasehati Sukma yang masih diam tak bersuara.
"Mereka jahat kak, mereka jahat." Ucap Sukma dengan lirih, namun sayang, lagi-lagi Risa tidak bisa menangkap maksud yang di sampaikan adik nya.
"Mereka baik, mereka mau main sama kita. Kamu yang jahat sama mereka."
Ratih yang mendengar kegaduhan itu lantas bertolak keluar, sehingga ia melihat Risa yang memasang wajah masam.
"Ada apa Risa? Kok muka nya di tekuk begitu? Katanya mau main sama teman?"
"Mereka sudah nggak mau main sama kita bu." Balas Risa datar sembari melenggang masuk ke dalam kamar.
"Hey! Sebentar, ibu belum selesai bicara nak!" Panggilan Sinta tidak mendapatkan jawaban. Namun sesaat setelahnya, terdengar teriakan lantang dari warga.
"Ratih! Dimana anak mu!" Ujar warga sembari membawa sebilah celurit. Tak ayal Ratih pun segera menyembunyikan Sukma di balik badan nya.