Tentang perjalanan hidup seorang gadis biasa saja. Hidupnya hambar dan tidak ada istimewanya. Dia, dulunya adalah gadis yang ceria Namun karena keadaan ceria itu hilang.
Manusia lain nggak pernah jahat, ia hanya menyalahkan dirinya sendiri.
Setiap hari yang ia rasakan adalah sepi dan hampa yang selalu menemani.
Ada banyak pertanyaan dalam kehidupan gadis itu.
Akankah Gadis itu perlahan akan menjawab banyak pertanyaan rumit di kepalanya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona_Penulis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(19) Don't Want To Lose
Aruna sangat bersyukur bisa bertemu Rafael di kafe waktu itu. Pertemuan yang tak terduga itu jadi momen spesial yang mengubah hidupnya. Kafe itu bukan cuma tempat minum kopi biasa, tapi jadi saksi awal cerita indah mereka. Aruna menyadari, tanpa pertemuan itu, mungkin dia tak akan menemukan seseorang yang bisa memahami dan melengkapinya seperti Rafael. Dia bersyukur karena di tengah kesibukan dan keramaian, ada saat tenang yang mempertemukan dua hati.Setiap kali mengingat momen di kafe itu, Aruna merasa hangat dan bahagia. Dia percaya bahwa pertemuan itu adalah awal dari perjalanan cinta yang penuh harapan dan kebahagiaan.
Aruna nggak akan lupa debaran jantungnya waktu bertemu kembali dengan cinta lamanya. Saat mata mereka bertemu, tiba-tiba dunia terasa berhenti sejenak. Hatinya berdetak begitu cepat, kayak pertama kali jatuh cinta. Ada campuran perasaan gugup, senang, sekaligus haru.
Momen itu bener-bener bikin Aruna merasa hidupnya penuh warna lagi. Kenangan lama tiba-tiba muncul, membuat hatinya hangat dan berdebar-debar. Meski mereka sudah lama berpisah, perasaan itu belum pernah hilang. Pertemuan itu membuka pintu harapan baru sekaligus membuat dia sadar betapa besar arti Rafael dalam hidupnya.
Aruna sempat ragu dan takut terbawa perasaan lama, tapi dia juga nggak bisa menyangkal kenyataan bahwa Rafael selalu punya tempat khusus dalam hatinya. Debaran jantung itu jadi tanda kalau cinta itu masih kuat, meski waktu terus berjalan. Momen itu pun jadi pengingat pentingnya kejujuran pada perasaan sendiri.
Aruna nggak mau kehilangan Rafael lagi. Setelah semua yang mereka lalui, Aruna paham betapa berartinya Rafael dalam hidupnya. Rasa takut kehilangan itu jadi pengingat buat Aruna agar lebih menghargai waktu bersama Rafael.
...•••...
Meski mencintaimu adalah dosa, aku tetap akan terus mencintaimu. Perasaan itu tak bisa kuhentikan meski penuh dengan risiko dan rintangan. Cinta ini seperti api yang menyala di dalam hati, membara meski dunia bilang aku salah. Kadang aku merasa bimbang, tapi hatiku tetap memilih untuk setia pada rasa itu. Mencintaimu bukan soal mudah atau bebas, tapi tentang keberanian menerima semua konsekuensi. Walau harus menahan rasa, menahan rindu, dan melewati badai kritik, aku tak rela melepasmu. Karena bagiku, cinta sejati tidak mengenal batasan atau dosa, melainkan ketulusan yang terus bertahan. Setiap detik bersamamu, meski tersembunyi atau sulit, adalah kebahagiaan yang tak tergantikan. Aku yakin, selama cinta ini hidup, selalu ada harapan untuk kita. Meski dunia tak selalu mendukung, dalam hati kecilku aku percaya bahwa cinta yang tulus akan menemukan jalannya sendiri.
"Kak, aku mencintaimu."
Seseorang yang berkata seperti itu adalah Archen Alnandika, adik dari seorang Rafael Alnandika. Aruna jelas tahu bahwa kakak dan adik itu memperebutkan hatinya. Aruna tahu yang dirinya lakukan salah, dia telah menggantung perasaan Archen.
Aruna dengan tegas menjawab. "Archen, sebentar lagi aku akan menikah dengan kakakmu."
"Itu tidak masalah kak, aku akan tetap mencintaimu."
"Statusmu sebentar lagi, adik iparku Archen."
"Aku juga bisa melindungimu, kenapa harus kak Rafael?"
"Aku mencintai Rafael."
Archen menunjukkan suatu vidio berisikan seseserang yang Aruna kenal, orang itu adalah Rafael dengan seseorang wanita di klub. Sialan, Aruna tidak habis pikir.
"Apa kakak masih mencintainya, setelah melihat vidio ini?"
"Bohong, Aku nggak percaya sebelum aku menyaksikanya sendiri."
...•••...
Aruna melangkah masuk ke dalam club dengan langkah mantap, tapi hatinya berdebar saat melihat Rafael dikelilingi banyak cewek yang tersenyum dan tertawa di sekitarnya. Rasa cemburu langsung membakar dadanya. Tanpa pikir panjang, Aruna menghampiri Rafael dan dengan tegas menampar wajahnya, sambil berbisik keras, "Brengsek." Suasana langsung berubah tegang, semua mata tertuju pada mereka. Aruna tak mau berlama-lama di sana. Dia berbalik dan berjalan keluar club dengan perasaan campur aduk. Namun, saat melangkah menjauh, anxiety yang selama ini dia tahan-tahan mulai kambuh hebat. Napasnya sesak, kepala berputar, dan tubuhnya melemah secara tiba-tiba. Tak lama kemudian, Aruna pun pingsan.
Aruna sudah pernah merasakan pahitnya kecewa karena Rafael. Kalau akhirnya seperti sebelumnya, dia sudah yakin sekali tidak akan memberikan kesempatan kedua untuk Rafael. Baginya, cinta itu bukan sekadar cerita manis yang bisa diulang-ulang, tapi soal kepercayaan yang harus dijaga mati-matian. Sekali kepercayaan itu rusak, sangat sulit untuk diperbaiki.
Aruna tahu memberi kesempatan kedua bukan hal mudah. Itu berarti harus menerima risiko luka yang sama kembali. Dia sudah cukup lelah dengan janji manis yang tak ditepati, sakit hati yang berulang, dan kekecewaan yang datang terus menerus. Rafael pernah membuatnya merasa sangat bahagia, tapi juga pernah jadi sumber luka terbesar. Jadi, jika Rafael mengkhianati lagi, Aruna tidak akan mau terjebak dalam lingkaran yang sama.
Keputusan Aruna bukan soal keras kepala, tapi tentang menjaga hati dan harga dirinya. Dia ingin menghargai dirinya sendiri dengan tidak lagi membiarkan Rafael masuk dan mengacak-acak perasaannya. Kesempatan kedua yang ia berikan dulu adalah bentuk pengorbanan besar, tapi kali ini, dia memilih untuk menyayangi dirinya sendiri lebih dulu.
Kadang, mencintai juga berarti berani melepaskan dan memilih kebahagiaan sendiri daripada terus berharap pada seseorang yang belum tentu bisa berubah. Aruna ingin punya ruang untuk tumbuh dan bahagia tanpa bayang-bayang patah hati. Kalau Rafael benar-benar berarti, dia harus membuktikan dengan tindakan, bukan hanya janji.
Aruna perlahan membuka matanya, dunia terasa berputar dan penglihatannya masih agak kabur. Tapi satu hal langsung membuatnya terkejut yaitu yang pertama dia lihat bukanlah Rafael, melainkan sosok Archen yang sedang duduk di sampingnya dengan ekspresi penuh perhatian. Aruna merasa lega sekaligus bingung, bertanya-tanya bagaimana dia bisa sampai di sini dan kenapa Archen ada di sampingnya, bukan Rafael.
Rasa sakit di kepalanya mulai mereda, tapi hatinya masih campur aduk. la tahu malam itu dia sempat pingsan setelah kejadian di club, dan sekarang dia terbangun di tempat yang asing dan jauh dari keramaian. Archen, dengan lembut menenangkan Aruna, menanyakan kabarnya dan memastikan dia baik-baik saja. Ada kehangatan tak terduga dari perhatian Archen yang membuat Aruna merasa sedikit lebih tenang.
Momen itu seperti membuka lembaran baru di hidup Aruna. Selama ini, pikirannya terlalu fokus pada Rafael dan rasa kecewa yang menyakitkan. Tapi sekarang, melihat Archen yang ada di sisinya, Aruna sadar bahwa ada orang lain yang benar-benar peduli dan siap membantu saat dia lemah. Aruna mulai berpikir, mungkin selama ini ia terlalu terpaku pada cinta lama yang menyakitkan, sampai lupa memberi peluang pada kehangatan baru yang bisa membuatnya bahagia.
Meski hatinya masih berat memikirkan Rafael, Aruna perlahan menyadari pentingnya menjaga dirinya sendiri dan menerima dukungan dari orang-orang yang benar-benar ada untuknya.
Archen jongkok di depan Aruna, berkata, "Naiklah, aku akan membawamu pulang, kak." Tanpa ragu, Aruna pun naik ke punggung Archen. Rasanya hangat dan aman, seperti ada pelindung yang membuatnya merasa nyaman setelah malam yang panjang dan penuh tekanan itu.
Aruna yang kini naik ke punggung Archen merasa sedikit lega. Archen berjalan perlahan keluar dari keramaian, melewati jalan-jalan sepi yang bercahaya lampu temaram. Di perjalanan, Aruna mulai menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri yang masih bergejolak setelah kejadian di club tadi malam. Archen tak banyak bicara, hanya sesekali menoleh untuk memastikan Aruna. Suasana sunyi itu justru memberi ruang bagi Aruna untuk berpikir tentang perasaannya sendiri. Aruna mulai sadar bahwa bukan Rafael yang menolongnya di saat dia paling rapuh, tapi Archen. Sosok yang selama ini ada tanpa harus diminta.
Begitu sampai rumah, Archen dengan hati-hati menurunkan tubuh Aruna. "Kamu harus istirahat, kak." katanya dengan suara lembut. Aruna hanya tersenyum lemah, tapi hatinya mulai terbuka dengan kehangatan yang Archen berikan.
Aruna akhirnya sampai di rumah dengan perasaan campur aduk. Tubuhnya terasa lelah luar biasa setelah kejadian malam itu, tapi hatinya masih penuh gejolak. Begitu melangkah masuk, dia langsung mencari tempat untuk beristirahat. Dia tahu, sekarang saatnya memberi tubuh dan pikirannya waktu untuk pulih. Aruna berbaring di tempat tidur, menarik selimut hangat menutupi tubuhnya yang letih. Suasana tenang di kamar seolah menjadi pelukan nyaman setelah malam yang penuh tekanan. Dalam keheningan itu, Aruna membiarkan pikirannya melayang, mencoba meredakan hidup yang terasa berat. Wajah Aruna menunjukkan kelelahan namun berusaha untuk tetap kuat. Ia tahu, mengambil waktu untuk beristirahat bukan tanda kelemahan, tapi sebuah kebutuhan agar bisa bangkit kembali. Tidur yang nyenyak dan istirahat yang cukup akan membantunya menyembuhkan rasa kecemasan yang sempat menguasai malamnya.
Malam itu, di balik jendela kamarnya, lampu kota menyala redup, mengingatkan Aruna bahwa dunia tetap bergerak meski dia sedang mengambil jeda sejenak. Dengan mata yang mulai terpejam, dia berharap esok hari akan datang dengan harapan baru dan kekuatan yang lebih besar.