NovelToon NovelToon
Bring You Back

Bring You Back

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Cintamanis / Romansa / Cintapertama / Gadis Amnesia
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Aquilaliza

Kecelakaan yang merenggut istrinya menjadikan Arkana Hendrawan Kusuma tenggelam dalam perasaan kehilangan. Cinta yang besar membuat Arkan tak bisa menghilangkan Charissa Anindya—istrinya—dari hidupnya. Sebagian jiwanya terkubur bersama Charissa, dan sisanya ia jalani untuk putranya, Kean—pria kecil yang Charissa tinggalkan untuk menemaninya.

Dalam larut kenangan yang tak berkesudahan tentang Charissa selama bertahun-tahun, Arkan malah dipertemukan oleh takdir dengan seorang wanita bernama Anin, wanita yang memiliki paras menyerupai Charissa.

Rasa penasaran membawa Arkan menyelidiki Anin. Sebuah kenyataan mengejutkan terkuak. Anin dan Charissa adalah orang yang sama. Arkan bertekad membawa kembali Charissa ke dalam kehidupannya dan Kean. Namun, apakah Arkan mampu saat Charissa sedang dalam keadaan kehilangan semua memori tentang keluarga mereka?

Akankah Arkan berhasil membawa Anin masuk ke kehidupannya untuk kedua kalinya? Semua akan terjawab di novel Bring You Back.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquilaliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Anin Adalah Istrimu.

"Papa, tangan Papa kenapa?" Kean bertanya, khawatir melihat tangan Papanya yang diperban.

"Ini? Papa ceroboh saat memungut cangkir kopi yang pecah. Kau tidak perlu khawatir. Ini hanya luka kecil," sahut Arkan sambil menggandeng Kean menuju kamarnya.

Mata anak itu sudah merah, mengantuk berat. Pukul sembilan adalah waktu Kean tidur. Tapi, sekarang jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas. Sudah lewat satu jam dari waktu tidur Kean.

Arkan memang sengaja pulang sedikit larut agar Kean tak melihatnya dalam kondisi tangan di perban seperti ini. Namun ia lupa, Kean selalu sulit tidur jika tak ia temani. Jika tidak dengan sosoknya yang berada di kamar, suaranya pun bisa membantu menemani Kean.

"Kalau luka kecil, kenapa tidak pakai penutup luka yang kecil saja?"

Arkan tersenyum tipis. "Kau sudah sangat mengantuk." Arkan mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

"Kean menunggu Papa." Arkan berhasil. Anak itu menatap Papanya. "Papa lupa? Kean tidak bisa tidur tanpa Papa."

Kekehan pelan terdengar. "Maafkan Papa."

"Ya, Kean maafkan."

***

Arkan tersenyum tipis menatap perban di tangannya. Ini adalah karya tangan Anin, jejak kekhawatiran yang perempuan itu tunjukkan untuknya.

Masih terekam jelas lembutnya tangan Anin yang sedang mengobatinya. Raut khawatir di wajah Anin membuatnya merasakan kehangatan juga bahagia.

Namun, semua ingatan itu seketika buyar usai satu panggilan telpon dari Rafi membuat handphone nya berdering. Segera Arkan menjawabnya, berharap ada titik terang tentang penyelidikan Rafi mengenai kehidupan Anin empat tahun lalu.

"Semoga kali ini ada hasilnya," gumam Arkan, berharap agar informasi yang akan Rafi sampai kan kali ini berbeda dari hari-hari sebelumnya dan mendapatkan kabar baik.

Lelaki itu kemudian mengangkat telponnya, menantikan Rafi berbicara dari seberang sana.

"Hallo, Arkan?"

"Hm."

"Selamat! Sekretaris itu, dia benar Charissa."

Deg!

Arkan mematung. Jantungnya berdegup kencang dengan berbagai macam perasaan menyerangnya. Rafi yang tengah menunggu responnya pun sedikit keheranan.

"Arkan?"

"Coba ulangi?" balas Arkan setelah beberapa saat terdiam.

"Sekretaris itu, dia Charissa, istri anda Tuan Arkana Hendrawan Kusuma."

"Kau... Tidak berbohong kan, Rafi?"

"Tidak. Untuk apa berbohong? Aku sudah setengah hidup selama beberapa minggu menyelidiki semua ini. Untung anak buahku bayak dan profesional."

"Jadi, kenapa dia lupa padaku? Apa terjadi sesuatu?"

"Ya, banyak kejadian yang menimpanya. Ada satu hal yang masih ku selidiki. Dia kehilangan semua ingatannya, hanya nama yang ia ingat. Nanti aku kirim kan file penyelidikan dan hasilnya. Kau bisa baca sendiri. Dan kita harus bertemu besok untuk membicarakan sesuatu yang penting."

"Oke. Kirimkan saja lokasinya nanti."

"Ya. Kau juga harus ingat, jangan memaksanya untuk mengingat sesuatu, itu kata dokter. Kau bisa menghubungi dokter keluarga untuk bertanya lebih."

"Akan aku lakukan."

"Ya sudah. Kalau begitu aku tutup dulu. Titip salam untuk Kean."

"Ya," balas Arkan. "Thanks, Rafi."

"Any time."

Panggilan pun terputus. Senyum Arkan langsung tertarik lebar. Segera ia menghubungi dokter keluarga, menanyakan banyak hal tentang keadaan amnesia, apa yang harus ia lakukan, dan apa saja yang harus ia hindari agar tidak menimbulkan sesuatu yang buruk pada Anin nanti.

***

Arkan menghembuskan nafas pelan sebelum keluar dari mobilnya. Hari ini, ia datang ke kantor dengan perasaan bahagia dan kerinduan membuncah terhadap Charissa Anindya—istri sekaligus sekretaris nya, yang sayangnya tak bisa ia curahkan langsung pada perempuan itu.

Langkah Arkan pasti menuju lift, menunggu dalam diam dengan jantung berdebar cepat. Ia harap, dia tidak bertindak gegabah saat bertemu Anin nanti.

"Selamat pagi, Pak." Sapaan Anin langsung menyambutnya ketika pintu lift terbuka. Netra mereka bertemu. Anin menatap hangat, sementara Arkan menatap dengan penuh kerinduan.

"Selamat pagi, Anin." Suara Arkan berat, setara dengan usahanya mengendalikan diri untuk tidak menarik Anin dalam pelukannya.

Arkan berdehem pelan seraya melangkah ke arah ruangannya, diikuti Anin di belakangnya. Tak ada yang salah dari pemandangan itu, sebelum akhirnya Anin menabrak tubuh kokoh Arkan karena mendadak berhenti.

"Maaf, Pak, Saya tidak sengaja." Meminta maaf adalah jalan yang tepat daripada menyalahkan Arkan yang berhenti tiba-tiba. Punggung lebar nan kokoh milik Arkan membuat keningnya kesakitan.

"Kau tidak apa-apa?" Spontan Arkan berbalik, dan langsung menyingkirkan tangan Anin dari keningnya, menggantikan nya dengan tangan kasar dan hangat miliknya.

Arkan mengusap pelan penuh khawatir. Dan itu membuat Anin mematung, terkejut dengan reaksi yang Arkan tunjukkan. Seketika, beberapa potong mimpi samar semalam berkelebat di ingatannya.

"Anin?"

"Hah? I-iya, Pak?" Tersadar. Anin terhenyak ketika Arkan mengguncang lengannya.

"Kau tidak apa-apa? Keningmu sakit?" Lembut. Untuk pertama kalinya Arkan berucap lembut, tanpa terselip nada dingin seperti sebelum-sebelumnya. Dan itu sungguh membuat jantung Anin tak nyaman.

Namun, perempuan itu memilih menyembunyikan perasaan tak nyaman dibalik senyum canggungnya, sambil menyingkirkan secara perlahan tangan Arkan dari keningnya. "Ti-tidak. Saya tidak apa-apa, Pak."

"Sungguh?" Anin mengangguk cepat. "Ya sudah. Bacakan jadwal saya hari ini." Arkan berbalik, melanjutkan langkah memasuki ruangannya.

Anin tetap membacanya sambil terus mengikuti Arkan. "Akan ada rapat bersama dewan direksi jam delapan—40 menit lagi dari sekarang. Pukul sebelas nanti ada penandatanganan kontrak dengan klien di ruang meeting A."

"Sudah?" Arkan mendudukkan tubuhnya. Mata tajamnya lekat memandang Anin.

"Sudah, Pak."

"Pukul sebelas saya ada urusan di luar. Mundurkan saja waktunya atau ganti hari lain."

"Baik, Pak." Tidak bisa diprotes. Perintah Arkan tak boleh dibantah. Dia akan memikirkan cara untuk memberitahu klien itu nanti.

***

"Bagimana?" Arkan menatap Rafi, menantikan apa yang akan sahabatnya itu sampaikan. Sesuai janji, ia bertemu Rafi untuk membicarakan tentang Anin, tentang satu masalah yang membuatnya kehilangan istrinya itu selama empat tahun.

"Kau sudah baca file yang aku kirim?"

"Hm."

"Menurut mu?"

"Ada yang aneh," jawab Arkan. "Aku merasa ada yang merencanakan semua ini. Anin adalah Charissa. Lalu wanita yang terbaring di kuburan itu siapa? Sementara hasil autopsi menunjukkan jika itu Charissa."

"Ya. Itu juga yang aku pikirkan dan sedang aku selidiki. Bagaimana bisa orang-orang Paman melewati informasi itu?" Rafi mengerutkan kening, begitu juga Arkan yang terdiam berpikir.

Dulu, saat berita kecelakaan dan mayat Charissa juga supirnya ditemukan, orang-orang suruhan Ayah Arkan—Heru—lekas menyelidiki. Namun, semua bukti akurat menunjukkan jika wanita itu adalah Charissa.

"Apa yang kau temukan?"

"Belum ada. Tapi, informasi jika Charissa dibawa ke rumah sakit dalam kondisi tak sadar karena tertabrak. Selain itu, ada luka baru dan banyak bekas luka di tubuhnya layaknya korban aniaya."

"Tertabrak? Korban aniaya?" Arkan bergumam pelan. Dua pertanyaan itu terus berputar di otaknya. "Dimas ...."

"Dimas? Kakak angkat Anin?"

"Ya. Dia pasti mengetahui sesuatu," seru Arkan yakin. "Rafi, selidiki terus. Dapatkan informasi agar Anin mendapatkan keadilan."

"Pasti. Aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri," jawab Rafi. "Istriku titip salam untuknya. Selain itu, dia juga berterima kasih padamu atas transferannya. Tapi lain kali, jika kau melakukan itu lagi, dia tidak akan mengizinkan ku membantu mu lagi."

"Ck. Itu hanya sedikit. Tidak sebanding dengan bantuan mu."

"Kau terlalu meremehkan uang ratusan juta—"

"Sudahlah. Sampaikan padanya, ku do'akan semoga segera hamil. Aku menantikan ponakan dari kalian," ucap Arkan, memotong ucapan Rafi. "Aku harus segera kembali."

"Ya. Tempatkan pengawal di dekatnya. Pelakunya belum kita temukan. Dia masih dalam bahaya."

Arkan mengangguk pelan. Setelah itu, dia berpamitan meninggalkan tempat tersebut. Rencana selanjutnya adalah Dimas. Dia akan mencari beberapa informasi dari lelaki itu.

1
Paradina
kok belum up kak?
Aquilaliza
Sangat direkomendasi untuk dibaca. Selamat membaca.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!