NovelToon NovelToon
From Hell To Absolute

From Hell To Absolute

Status: sedang berlangsung
Genre:Crazy Rich/Konglomerat / Epik Petualangan / Perperangan
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Radapedaxa

Ia dulu adalah Hunter Rank-S terkuat Korea, pemimpin guild legendaris yang menaklukkan raid paling berbahaya, Ter Chaos. Mereka berhasil membantai seluruh Demon Lord, tapi gate keluar tak pernah muncul—ditutup oleh pengkhianatan dari luar.

Terkurung di neraka asing ribuan tahun, satu per satu rekannya gugur. Kini, hanya dia yang kembali… membawa kekuatan yang lahir dari kegelapan dan cahaya.

Dunia mengira ia sudah mati. Namun kembalinya Sang Hunter hanya berarti satu hal: bangkitnya kekuatan absolut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32

Suasana dini hari di ruang perawatan itu terasa begitu tenang. Di atas kursi, Lily duduk di pangkuan Jinwoo sambil menggenggam sepotong apel berbentuk kelinci kecil.

“Paman Jinwoo,” katanya riang, matanya berbinar. “Bentuk apelnya lucu sekali!”

Jinwoo tersenyum kecil, menatap anak itu dengan lembut—senyum yang begitu kontras dengan wajah dinginnya ketika ia menumbangkan Hunter rank-S di gedung asosiasi.

“Apakah manis?” tanyanya pelan.

Lily mengangguk cepat, pipinya mengembang karena penuh dengan potongan buah.

“Manis banget! Tapi…” ia berhenti sebentar, lalu menatap Jinwoo dengan polos. “Lebih manis lolipop yang paman kasih kemarin!”

Jinwoo tertawa kecil, suara tawanya dalam dan lembut. “Jangan kebanyakan makan lolipop. Nanti gigimu berlubang.”

Lily segera membalas, dengan ekspresi serius khas anak kecil yang ingin membantah orang dewasa.

“Tapi kalau aku sikat gigi terus, gigiku nggak bakal berlubang.”

“Oh ya?” Jinwoo mengangkat alisnya. “Kau tahu dari mana itu?”

Lily menyeringai bangga. “Aku pernah lihat di kartun anak-anak, paman! Ada beruang putih lucu, dia makan permen sambil gosok gigi!”

Ethan yang duduk di kasur sebelah menepuk dahinya. “Lily, itu cuma kartun… Tuan Jinwoo, maaf atas tingkah adik saya.”

Namun Jinwoo hanya tersenyum. Tatapannya hangat, tidak ada sedikit pun rasa terganggu.

“Tidak perlu meminta maaf,” katanya pelan. “Anak-anak seharusnya seperti itu.”

Lily tertawa kecil, lalu kembali menikmati apelnya sambil bersenandung kecil.

Setelah beberapa menit, suasana menjadi lebih santai. Mark duduk bersandar di kursi, sementara Chris dan Daniel sedang bercanda kecil di dekat jendela. Ethan masih tampak lemah, tapi rona wajahnya mulai kembali.

Jinwoo menatap mereka satu per satu sebelum akhirnya berbicara, suaranya tenang namun dalam.

“Bagaimana dengan biaya pembangunan rumah sakit di daerah kumuh yang kau bicarakan, Mark?”

Mark, yang awalnya masih santai, langsung menegakkan duduknya. “Ah, itu… saya sudah menemukan kontraktor yang mau bekerja sama, Tuan. Tapi harganya—”

Jinwoo memotong pelan, nadanya datar tapi tegas. “Nomor rekening.”

Mark terdiam. “Maaf…?”

“Nomor rekeningmu,” ulang Jinwoo sambil mengambil ponselnya dari saku mantel hitamnya. “Biar aku transfer uangnya.”

Mark terbata-bata. “Tapi Tuan, jumlahnya cukup besar… saya rasa belum saatnya—”

Namun Jinwoo tak mendengarkan. Ia mengetik sesuatu di layar ponselnya dengan tenang. “Nomor rekeningmu. Aku juga akan menambahkan biaya tambahan untuk membeli alat medis yang lebih baik, dan merekrut tenaga medis profesional. Jangan khawatir soal dana.”

Suasana ruangan langsung membeku. Mark menatap ke arah teman-temannya, bingung harus menjawab apa. Namun Chris, dengan wajah sok ramah, langsung maju sambil tersenyum lebar.

“Kalau begitu, pakai rekening saya saja, Tuan!” katanya cepat.

Daniel menoleh tajam. “Kau tidak tahu malu, ya?” bisiknya.

Chris berdeham kecil. “Kapan lagi dapat investor sebesar ini?”

Beberapa detik kemudian, ponsel Chris berbunyi dengan notifikasi keras. Ia menatap layarnya, lalu mulutnya perlahan terbuka lebar.

“Sa… satu…”

Ia menghitung, matanya semakin membulat.

“Dua… tiga… sembilan… SERATUS MILIAR DOLAR!?”

Semua orang di ruangan sontak berdiri.

“A-apa!?” teriak Mark, nyaris terjatuh dari kursinya.

Daniel langsung meraih ponsel Chris dan menatap layarnya. “Astaga… ini bukan salah transfer, kan!?”

Ethan bahkan sampai membuka matanya lebar-lebar, tak yakin dengan apa yang didengarnya.

Sementara itu, Lily hanya memiringkan kepala, kebingungan.

“Paman, apakah itu banyak?”

Jinwoo menatapnya sebentar, lalu tersenyum tipis. “Lumayan. Bisa buat beli banyak lolipop.”

Chris menatap Jinwoo seperti orang kesurupan. “Ini… ini bisa beli ratusan pabrik lolipop juga, Tuan! Ternyata tuan adalah orkay yang suka merendah!"

“Oh?” Jinwoo menatapnya santai. “Apakah cukup? Atau masih kurang?”

“CUKUP!” Mark buru-buru berkata keras. “Sudah lebih dari cukup! Bahkan terlalu banyak! Sebenarnya… hanya butuh kurang dari satu miliar saja.”

Jinwoo menatap tenang, tidak bereaksi berlebihan. “Kalau begitu, bangunlah rumah sakit yang besar dan kokoh untuk rakyat kecil. Pastikan fasilitasnya terbaik.”

Daniel bergumam, setengah kagum, setengah takut. “Kalau begini, kita bisa bikin rumah sakit super mewah… bahkan bisa menyaingi rumah sakit pusat.”

Tapi ia ragu. “Tapi, kalau seperti itu… siapa yang menanggung biaya pengobatan? Pasti akan mahal juga."

Sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, Jinwoo sudah menatapnya.

“Jika rumah sakit itu selesai dibangun,” katanya tenang, “semua pengobatan dan operasi gratis.”

Ruangan seketika hening.

Semua mematung, memandangi Jinwoo yang duduk di kursi dengan ekspresi netral, seolah baru saja mengatakan sesuatu yang sepele.

Chris menelan ludah. “Kalau begitu… bagaimana bisa balik modal?”

Daniel langsung menepuk tengkuknya keras-keras. “Diam, idiot!”

Namun Jinwoo hanya tersenyum tipis. Tatapannya sedikit menurun, seperti menatap sesuatu yang jauh di dalam pikirannya.

“Salah satu teman lamaku pernah berkata,” ucapnya perlahan, “kehilangan banyak uang demi kemanusiaan tidak akan membuatmu rugi. Uang bisa dicari lagi. Tapi nyawa, atau kesehatan… jika sudah hilang, hanya penyesalan yang tersisa.”

Ethan menatapnya kagum. “Teman Anda… sepertinya orang yang sangat bijak.”

Jinwoo menatap ke arah langit-langit, ekspresinya perlahan meredup.

“Ya,” jawabnya pelan. “Mereka adalah yang terbaik.”

Chris yang tak peka malah kembali bertanya dengan cerahnya.

“Kalau begitu… di mana teman-teman Tuan Jinwoo sekarang? Pasti menyenangkan bisa bertemu mereka!”

Kalimat polos itu membuat seluruh ruangan membeku.

Mark dan Daniel langsung menatapnya tajam, namun sudah terlambat.

Suasana yang tadinya hangat berubah menjadi sunyi dan berat.

Jinwoo diam. Matanya menatap kosong ke arah apel yang masih dipegang Lily—apel kecil berbentuk kelinci, dengan potongan yang sempurna.

Setelah beberapa saat, dia tersenyum. Tapi bukan senyum bahagia—itu senyum seseorang yang menyimpan luka terlalu dalam untuk disembuhkan.

“Aku juga berharap bisa melihat mereka lagi,” katanya perlahan. “Tapi… hal seperti itu tidak akan pernah terjadi.”

Nada suaranya begitu tenang, tapi di balik ketenangan itu ada kesedihan yang dalam, menembus dinding hati siapa pun yang mendengarnya.

Mark dan Daniel langsung memukul kepala Chris secara bersamaan.

“Idiot!” desis Daniel pelan. “Lain kali, tahan mulutmu!”

Chris menunduk malu. “M-maaf, aku nggak tahu…”

Jinwoo menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Hanya saja… cukup hampa rasanya saat ada yang bertanya tentang mereka.”

Ia menatap jendela, menatap pantulan langit yang perlahan berubah jingga karena matahari akan terbit.

Dalam refleksi kaca itu, seolah bayangan orang-orang yang telah tiada berdiri di belakangnya—Bayangan yang dulu menemaninya dalam pertempuran, dalam tawa, dalam penderitaan.

Ezekiel.

Takeshi.

Leonhard.

Selene.

Ethan memperhatikan Jinwoo dengan seksama. Ia melihat sesuatu di mata pria itu—sebuah kehampaan yang tidak dimiliki manusia biasa. Kehampaan yang lahir dari kehilangan segalanya.

Jinwoo menutup matanya sejenak, menghela napas panjang.

“Dulu, aku berpikir kekuatan bisa melindungi segalanya,” katanya lirih. “Tapi ternyata, kekuatan juga bisa membuatmu menjadi satu-satunya yang tersisa.”

Tak ada yang berani bicara setelah itu.

Hanya suara Lily yang masih terdengar, lembut dan polos, mengunyah potongan apel di pangkuannya.

“Paman…” katanya pelan. “Kalau gitu, aku mau jadi teman paman. Biar paman nggak sendirian lagi.”

Jinwoo terdiam, lalu menatapnya.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, sesuatu yang hangat mengalir di dadanya. Ia mengulurkan tangan dan mengelus kepala kecil itu.

“Terima kasih, Lily.”

Senyumnya tulus. “Mungkin… aku benar-benar butuh teman baru.”

1
abyman😊😊😊
Lanjutkan thor.... Mantap
RDXA: oke siap💪
total 1 replies
abyman😊😊😊
Over power jinwoo💪💪💪
abyman😊😊😊
Bantai💪💪💪💪
abyman😊😊😊
Jossss👍👍👍👍👍/Determined/
Rudik Irawan
sering² up thor
RDXA: siap diusahakan
total 1 replies
abyman😊😊😊
/Determined//Determined//Determined/
Rudik Irawan
min sering sering up
selenophile
next...
mxxc
sudah saya ksih kopi
RDXA: oke siap terimakasih atas dukungannya, maaf ya untuk novel ini sering telat up hehe🙏
total 1 replies
selenophile
next
Rudik Irawan
nanggung banget
RDXA: hehe/Blackmoon/
total 1 replies
Rudik Irawan
up terus Thor
Ilham bayu Saputr
mantap
Ilham bayu Saputr
crazy up thor
RDXA: insyaallah, terimakasih atas dukungannya 💪
total 1 replies
Rudik Irawan
sangat menarik
Rudik Irawan
lanjutan
mxxc
lanjut bg
Rudik Irawan
lanjutkan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!