Aira Maulida Bahira, gadis dua puluh satu tahun yang terlihat kalem dan memiliki wajah yang bisa di katakan kurang menarik apalagi cantik. kulit wajahnya sawo matang, ada tahi lalat kecil di pipi kanannya membuat penampilan wajahnya semakin tidak menarik di mata lelaki terlebih lelaki seperti Yusuf Ibrahim seorang CEO kaya raya yang terpaksa harus menikahi gadis yang menurutnya buruk rupa seperti Aira.
Yusuf merahasiakan status pernikahannya dengan Aira karena ia malu memiliki istri yang tidak cantik.
Di tengah masalah pelik rumah tangganya, seseorang dari masalalu muncul di hadapan Aira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nur danovar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 16 Kursi Pijat
Yusuf mengayunkan stik golf ia terlihat sudah profesional dengan permainan itu. sudah sejak remaja Yusuf hobi bermain golf dengan papanya.
"Suf aku mendengar berita tentang mu, apa berita itu benar? katanya kau sudah menikah?" tanya teman Yusuf.
Yusuf nampak tidak terkejut. wajahnya juga tenang saja tidak ada raut panik. ia menatap Diandra yang sedang berbaik golf dari kejauhan.
"Biasalah, hanya gosip" jawab Yusuf santai.
"Lalu kau sendiri kapan akan menikahi Diandra? jangan berlama-lama kawan takut jadi fitnah" kata temen Yusuf lagi.
Aku akan menikahi Diandra jika nanti sudah berpisah dari Aira.
Sebenarnya Yusuf bisa saja diam-diam menikahi Diandra tapi ia tidak sekejam itu jadi pria. meski dirinya tidak mencintai Aira tapi entah kenapa Yusuf juga tidak tega jika sampai mengkhianati pernikahannya dengan menikahi Diandra. terlebih ia belum siap jika sampai papanya marah. Yusuf bisa kehilangan semua yang ia dapatkan. perusahaan papanya bisa diambil alih adiknya.
***
"Apa tas itu akan bermanfaat untuk ibu pak Alan?" tanya Aira memastikan ketika Alan melakukan panggilan video dengannya dan memperlihatkan sebuah tas mahal untuk kado sang ibu.
"Hmmm benar juga, lagipula mama sudah punya tas merek ini" kata Alan.
"Aira menurut mu aku harus beri nama kado apa?" tanya Alan sembari menatap wajah Aira di layar ponselnya.
"Apa ibu pak Alan sudah memiliki kursi pijat?"
"Kursi pijat?" Alan terdiam berpikir sejenak. ia lalu tersenyum antusias. memang tidak salah ia meminta pendapat Aira.
tentu harga kursi pijat tidak semahal tas yang tadi akan Alan beli dan kursi itu akan lebih bermanfaat untuk ibunya di banding tas branded..
"Kau benar, baiklah mari kita lihat kursi pijat!" kata Alan sembari berjalan keluar dari konter tas branded yang tadi ia kunjungi. Alan segera berpindah ke lantai dua pusat perbelanjaan kebetulan di sana sedang ada pameran kursi pijat.
"Lihat Aira, kau yang pilihkan ya" kata Alan.
"Iya, pak Alan tanya-tanya dulu saja dengan marketingnya" kata Aira.
"Baiklah, aku akan bicara dengan marketingnya kau dengar ya"
"Iya pak"
Alan mendekati salah satu marketing yang sedang bertugas. Alan menanyakan fungsi kursi pijat itu, lalu manfaat, cara penggunaannya. harga tidak jadi masalah untuknya.
"Bagaimana Aira?" tanya Alan.
"Saya rasa tepat kursi itu untuk ibu pak Alan"
"Mau warna apa? maksudku yang cocok warna apa menurut mu?"
"Warna hijau muda itu bagus pak" kata Aira sembari memperhatikan jajaran kursi yang Alan tunjukan melalui layar ponselnya.
"Baiklah saya beli yang warna hijau itu" kata Alan pada marketingnya.
"Terimakasih Aira, nanti aku telepon lagi ya" kata Alan sembari mengurus pembayaran barang yang ia beli.
"Iya pak"
"Da Aira assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Alan tersenyum senang ia menyimpan ponselnya dan bergegas membayar kursi pijat pilihan Aira.
"Pilihan istri anda sudah tepat pak, ini warna terbaru dan hanya satu-satunya" kata marketing pria itu.
"Istri?"
"Iya istri anda tadi yang memilih kursi ini"
Alan terdiam mendengar orang mengatakan Aira istrinya. senyum lebar terlihat di bibir Alan.
Istri? Aira ...
"Tolong antar ke alamat ini ya" kata Alan.
Setelah membayar Alan bergegas pergi meninggalkan pusat perbelanjaan. selama di dalam mobil ia terus kepikiran Aira. rasanya akan ingin menelponnya lagi.
Alan meraih ponselnya lalu menelpon nomor Aira.
***
Yusuf tiba di rumah telah bermain golf. ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan semua nampak bersih dan rapi juga wangi.
Yusuf menatap ponsel Aira yang tertinggal di atas meja ruang tengah. ada panggilan telepon masuk. Aira tidak ada sepertinya ia sedang di kamarnya.
Dasar ceroboh meninggalkan ponsel di sembarang tempat!
Yusuf mengamati nomor di layar ponsel. tidak ada namanya. Yusuf mengabaikannya dan bergegas pergi ke kamarnya.
Malamnya Yusuf dan Aira bertemu di ruang tengah. Aira sedang akan mengambil minum ke dapur sementara Yusuf ia akan pergi karen terlihat rapi dengan stelan jas.
"Mas mau pergi?" tanya Aira keceplosan. entah kenapa ia tiba-tiba bertanya begitu pada Yusuf. seharusnya tidak perlu daripada ia mendapat jawaban ketus dari suaminya itu.
"Bukan urusan mu" jawab Yusuf.
Aira terdiam ia berjalan ke dapur mengambil minum. di luar samar terdengar suara perempuan. Aira mengintip dari celah jendela dapur. rupanya Yusuf akan pergi dengan Diandra. keduanya mungkin akan ke pesta melihat pakaian yang mereka kenakan terlihat lain dari biasanya. Aira bergegas kembali ke kamarnya dan mengabaikan Yusuf. meki hanya istri yang tidak dianggap tapi melihat Yusuf dengan perempuan lain hati Aira sakit juga rasanya. tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Didalam mobil Diandra bergelayut manja pada Yusuf. karena sedikit risih Yusuf menepis tangan Diandra.
"Maaf aku sedang fokus mengemudi" kata Yusuf.
"Diandra terlihat kesal dan jengkel karena Yusuf menepis tangannya.
"Kapan kau akan menceraikan Aira dan menikah dengan ku?" tanya Diandra.
"Aku belum bisa berpisah dari Aira, kau tahu papaku bukan? aku baru saja di pegangi perusahaan secara utuh jadi aku tidak bisa macam-macam" kata Yusuf.
"Lalu sampai kapan aku akan menunggu mu?!"
Yusuf terdiam, lama-lama ia bosan juga mendengar rengekan Diandra.
jangan kalah ma Malika ,,itu wanita hitam legam kaye kedele item makanya di panggil Malika ehh CEO jatuh cintrong