NovelToon NovelToon
The Runway Home

The Runway Home

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Yayalifeupdate

Setelah menaklukan dunia mode internasional, Xanara kembali ke tanah air. Bukan karena rindu tapi karena ekspansi bisnis. Tapi pulang kadang lebih rumit dari pergi. Apalagi saat ia bertemu dengan seorang pria yang memesankan jas untuk pernikahannya yang akhirnya tak pernah terjadi. Tunangannya berselingkuh. Hatinya remuk. Dan perlahan, Xanara lah yang menjahit ulang kepercayaannya. Cinta memang tidak pernah dijahit rapi. Tapi mungkin, untuk pertama kalinya Xanara siap memakainya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yayalifeupdate, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam Yang Tidak Berhenti Di Kata-kata

Hujan mulai turun tipis diluar jendela, menyisakan suara rintik yang bercampur dengan aroma kayu bakar. Api diperapian memantulkan cahaya oranye di kulit mereka.

Harvey duduk di sofa, kakinya terantang santai, sedangkan Xanara duduk di depannya memegang cangkir cokelat panas yang uapnya menari di udara. Pandangan mereka bertaut lama, terlalu lama untuk sekedar tatapan biasa.

“Kamu sengaja bawa aku kesini kan?” tanya Harvey.

“Kalau iya?”

Harvey tidak menjawab, dia hanya berdiri berjalan mendekati Xanara, lalu mengambil cangkir dari tangan Xanara dan meletakkannya di meja. Tangan Harvey menemukan jemari Xanara, mengangkatnya perlahan, sebelum menariknya berdiri.

Saat jarak mereka menghilang, Xanara bisa merasakan panas napasnya. Jantungnya berdebar cepat, tapi dia tidak mundur.

“Kamu tahu, kalau kamu main seperti ini, aku gak akan berhenti di tengah jalan, Xanara”

“Siapa bilang akum au kamu berhenti?”

Kata-kata itu seperti pemantik, Harvey menarik pinggang Xanara, merapatkan tubuhnya, lalu mencium bibir Xanara, panas, sangat dalam, dan menuntut.

Tangan Harvey merayap ke punggung Xanara, menelususri garis tubuh yang membuat Xanara hampir kehilangan napas.

Bibir mereka terpisah sesaat, hanya untuk bertemu lagi dengan lebih rakus. Xanara membalas, jarinya meraih kerah kemeja Harvey dan menariknya, memaksa pria itu semakin dekat.

Api di perapian seakan ikut membara. Jemari Harvey bergerak, menyusuri lengan Xanara, turun ke pinggang, lalu berhenti di sana, mengenggam dengan lembut tapi tegas.

“Aku mau lihat kamu tanpa penghalang, Xanara”

Harvey menuruskan risleting gaun itu perlahan, membiarkan kain itu meluncur ke lantai. Udara dingin menggigir kulit Xanara, tapi sentuhan Harvey membakarnya dari dalam.

Xanara menatap tanpa rasa takut, hanya dengan tatapan menantang yang seolah berkata ‘aku disini karena aku miikmu’.

Malam itu, villa kecil di tepi danau menjadi saksi bagaimana dua orang yang awalnya hanya saling menguji, kini terjebak dalam pusaran hasrat yang mereka ciptakan sendiri. Tidak ada yang terburu-buru, setiap Gerakan adalah bahasa yang hanya mereka mengerti dan tidak ada satupun dari mereka yang ingin menghentikannya.

Harvey menatap lama, begitu lama sampai Xanara bisa merasakan ketegangan di udara menekan sekeliling mereka. Api perapian memantulkan cahaya di mata Harvey, membuatnya terlihat lebih gelap, lebih dalam.

Tangannya kembali menemukan kulit Xanara, menyusuri lekuk punggungnya, berhenti di pinggang sebelum menariknya lebih rapat. Napas mereka saling bercampur, membentuk ritme yang semakin cepat.

“Kalau kamu hanya mau lihat, kamu akan rugi malam ini” ucap Xanara

“Kamu pikir aku cuma mau lihat?” ucap Harvey dengan tersenyum miring.

Harvey mengangkat tubuh Xanara, membawa kearah sofa besar di depan perapian. Tanpa memutus kontak mata, Harvey duduk dan menarik Xanara ke pangkuannya. Posisi itu membuat tubuh mereka bersentuhan tanpa ruang tersisa.

Xanara merasakan detak jantungnya berpacu liar saat tangan Harvey mulai menelusuri pahanya, perlahan menyiksa. Xanara menunduk, mencium leher Harvey, meninggalkan jejak tipis yang membuat pria itu mengerang pelan.

“Kalau kamu terus begini, aku gak akan janji bisa pelan”

“Siapa yang minta pelan?” Tanya Xanara menantang.

Kata-kata itu membuat Harcey kehilangan sisa kendali. Tangannya bergerak semakin berani, menyusuri tiap inci tubuh Xanara seakan ingin menghafalnya. Ciuman mereka semakin dalam, tidak hanya memuaskan rasa rindu, tapi juga membakar hasrat yang mereka tahan terlalu lama.

Gaun yang tadi jatuh ke lantai kini diikuti oleh kemeja Harvey yang melonggar, lalu terlepas sepenuhnya.

Sentuhan kulit dengan kulit mwmbuat kehangatan di antara mereka meningkat, padahal api perapian sudah cukup panas.

Malam itu, tidak ada lagi jarak, tidak ada lagi sisa kata-kata yang bisa menghalangi. Hanya suara hujan, deru napas, dan detak jantung yang berpacu.

Harvey dan Xanara tenggelam dalam satu bahasa yang tidak butuh terjemahan, bahasa yang hanya bisa diucapkan lewat sentuhan.

.

.

Pagi datang dengan cahaya keemasan yang menyelinap dari celah tirai villa. Xanara terbangun lebih dulu, masih dalam pelukan Harvey. Tubuhnya terasa hangat, bukan hanya karena selimut tebal, tapi karena lengan Harvey yang melingkari pinggangnya seolah menolak melepaskan.

Dia menoleh, melihat Harvey masih terlelap, wajahnya jauh lebih tenang dibanding semalam, taka da lagi guratan tegang, hanya sisa senyum samar yang entah bermimpi tentang apa.

Xanara tersenyum tipis, menyadari bagaimana malam itu telah menghapus sisa-sisa ragu diantara mereka. Tapi, sebagai wanita yang sudah terlalu sering menghadapi dunia sendirian, dia tidak mau menganggap ini sekedar kelemahan yang membuatnya bergantung.

Xanara menyentuh wajah Harvey dengan lembut, hanya sekali sebelum berusaha bangkit. Namun genggaman di pinggangnya mengencang.

“Kamu mau kemana?” Tanya Harvey dengan setengah sadar.

“Sarapan, atau kamu mau kelaparan di ranjang?”

“Kalau aku kelaparan, kamu tahu aku gak akan cari makanan di meja” jawab Harvey dengan membuka mata dan menatap Xanara dengan tajam.

Tatapan itu membuat pipi Xanara memanas lagi, meskipun mereka baru saja melewati malam panjang. Dia hanya menggelang sambil menarik selimut, emncoba menutupi senyumnya yang sulit dihilangkan.

Mereka tidak banyak bicara setelahnya, hanya saling menatap, saling memahami bahwa malam itu bukan sekedar pelampiasan, tapi sebuah pernyataan.

Bahwa apapun yang menunggu mereka diluar pintu villa ini, mereka sudah memilih untuk berjalan bersama.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!