NovelToon NovelToon
MENGEJAR CINTA CEO TUA

MENGEJAR CINTA CEO TUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak / Beda Usia / Pelakor jahat
Popularitas:6.6k
Nilai: 5
Nama Author: akos

Kania, gadis yang hidupnya berubah seketika di hari pernikahannya.
Ayah dan ibu tirinya secara tiba-tiba membatalkan pernikahan yang telah lama direncanakan, menggantikan posisi Kania dengan adik tiri yang licik. Namun, penderitaan belum berhenti di situ. Herman, ayah kandungnya, terhasut oleh Leni—adik Elizabet, ibu tirinya—dan dengan tega mengusir Kania dari rumah.

Terlunta di jalanan, dihujani cobaan yang tak berkesudahan, Kania bertemu dengan seorang pria tua kaya raya yang dingin dan penuh luka karena pengkhianatan wanita di masa lalu.

Meski disakiti dan diperlakukan kejam, Kania tak menyerah. Dengan segala upaya, ia berjuang untuk mendapatkan hati pria itu—meski harus menanggung luka dan sakit hati berkali-kali.

Akankah Kania berhasil menembus dinding hati pria dingin itu? Atau akankah penderitaannya bertambah dalam?

Ikuti kisah penuh emosi, duka, dan romansa yang menguras air mata—hanya di Novel Toon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 14. RENCANA BURUK APA LAGI.

Tuan Bram mengeluarkan ponselnya dan menghubungi dokter Rudy.

Tak lama kemudian, mobil dokter muda itu masuk ke halaman mansion. Para penghuni yang melihat kedatangannya saling bertukar pandang, bertanya-tanya siapa yang sakit?

Nyonya Marlin, yang mendengar kabar itu, keluar kamar ditemani bi Ana. Mereka menghadang dokter Rudy di depan pintu, wajah Nyonya Marlin dipenuhi kecemasan dan rasa ingin tahu.

Dokter Rudy menjelaskan kalau Tuan Bram yang meneleponnya, Katanya ada seseorang yang membutuhkan pertolongan. Siapa? dokter Rudy juga belum tahu pasti.

Mereka menuju ke kamar tuan Bram. Nyonya Marlin memerintahkan bi Ana membuka pintu. Di dalam kamar tampak tuan Bram sedang duduk di kursi depan Kania yang sedang terbaring.

Ketiganya segera masuk. Wajah Nyonya Marlin seketika iba melihat kondisi Kania. Perlahan, tatapannya beralih kepada Tuan Bram, yang hanya menunduk, enggan membalas pandangan penuh kekecewaan dan amarah itu.

Dokter Rudy mendekat, dan mulai memeriksa kondisi Kania. Termometer ditempelkan untuk mengukur suhu tubuhnya, senter kecil diarahkan ke mata, kemudian membuka mulut Kania. Tak lama kemudian, dokter muda itu menulis resep lalu menyerahkan beberapa bungkus obat kepada Tuan Bram.

Nyonya Marlin mendekat, menanyakan kondisi Kania.

“Kondisinya baik-baik saja, hanya butuh istirahat dan minum obat sesuai yang tertera di resep.” ucap dokter Rudy.

Mendengar jawaban dari dokter Rudy, perasaan nyonya Marlin sedikit lega.

Usai memeriksa dan memberikan obat, dokter Rudy berdIri lalu merapikan tas medisnya, ia pun berpamitan pada mereka.

Marlin mendekat tuan Bram yang masih menunduk.

“Puas kamu sekarang? Sudah dua kali kamu hampir membunuhnya. Katakan pada Ibu, dosa apa yang telah Kania lakukan padamu hingga kamu tega menyiksanya seperti ini?

Dengan orang lain, Tuan Bram mungkin bisa berlaku sesuka hati, mengangkat atau meruntuhkan siapa saja sesukanya,

Tapi di hadapan Nyonya Marlin, ia bagaikan singa yang kehilangan taring, setiap kata perempuan itu adalah cambuk yang tak terlihat.

Sebelum keluar dari kamar, Nyonya Marlin menoleh tajam ke arah Tuan Bram. Dengan suara tegas, nyonya Marlin memperingatkan agar tidak lagi memperlakukan Kania secara tidak manusiawi, dan memerintahkannya merawat gadis itu hingga benar-benar sembuh sebagai konsekuensi yang harus ia terima atas perbuatanya.

Setelah Nyonya Marlin dan Bi Ana pergi, Tuan Bram baru bisa bernapas lega. Ia bangkit dari duduknya, mengambil pakaian dalam lemari lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Tidak lama kemudian tuan bram keluar dengan pakaian lengkap. Di tatapnya Kania sesaat lalu melangkah ke meja kerja.

Ketukan terdengar dari arah pintu. Dua pelayan masuk sambil mendorong troli kecil, menata makanan di atas meja, lalu mempersilakan Tuan Bram untuk menikmati hidangan.

Tuan Bram menikmati makan malamnya tanpa mempedulikan Kania, dua pelayan setia memenuhi setiap kebutuhannya.

Setelah merapikan meja makan, kedua pelayan itu mohon diri.

Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul dua malam. Tuan Bram berdiri dari kursi kerjanya setelah menutup laptop. Belum sempat berbaring, tiba-tiba mendengar suara Kania memanggil-manggil ibunya.

Kania mulai mengigau, tuan Bram mendekat. Panas tubuh gadis itu kian meninggi. Dengan hati-hati sekali tuan Bram membangunkan Kania, menopang tubuhnya agar dapat duduk, lalu mengambil obat dan segelas air putih.

Tuan Bram meminta Kania membuka mulut, dengan hati-hati memasukkan obat dan memintanya menelan. Ia kemudian mengangkat gelas ke bibir Kania, kania meneguk air di dalam gelas hingga tak tersisa.

"Lapar." ucap Kania pelan hampir tak terdengar di telinga. Tuan Bram mengacak rambutnya, jam segini mana ada pelayan yang bangun.

Kania terus meracau minta makan membuat tuan Bram semakin stres.

Mau tak mau, Tuan Bram melangkah keluar kamar, berharap menemukan pelayan yang masih terjaga. Namun, seluruh mansion sunyi, sepi bagaikan rumah tak berpenghuni, semua orang telah tenggelam dalam lelapnya.

Tuan Bram berdiri di depan pintu, berpikir sejenak, lalu merogoh saku, mengambil ponsel dan menghubungi Sekretaris Bams. Setelah bercakap singkat, ia menyimpan kembali ponsel, melangkah mendekati Kania dan membantunya berbaring.

Sekali lagi, ketukan pelan terdengar dari arah pintu. Tuan Bram bangkit, memutar gagang, dan membuka. Di ambang berdiri Sekretaris Bams, menenteng sebuah kantong berisi kotak makanan. Tanpa banyak bicara, ia menyerahkan kantongan itu kepada tuan Bram, menunduk sopan, lalu pamit.

Tuan Bram membawa bungkusan itu pada Kania dan kembali membatunya duduk.

“Makanlah.” Suara Tuan Bram terdengar pelan namun tegas saat ia meletakkan kotak nasi di pangkuan Kania. Melihat tangan Kania bergetar saat mengambil sendok, hatinya tergerak. Untuk pertama kalinya dalam hidup, ia melakukan sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Tuan Bram meminta Kania membuka mulut. Gerakannya lembut, seakan takut menyakiti. Satu demi satu suapan ia berikan, hingga nasi dan lauk dalam kotak perlahan habis tanpa tersisa.

Kania kembali berbaring. Tuan Bram menyelimutinya, lalu mematikan lampu, meninggalkan cahaya lampion di sudut ruangan sebelum ikut berbaring.

Pagi menjemput. Cahaya mentari menelusup lembut di sela jendela, mengusir dinginnya malam tadi. Di luar, kicau burung bersahutan riang, seolah menyambut hari yang baru.

Kania membuka mata perlahan. Seluruh tubuhnya terasa remuk, suhu tubuhnya mulai kembali normal, memaksa diri bangkit dari pembaringan. Dengan langkah gopoh dibarengi rasa pusing, ia berjalan menuju kamar mandi.

Belum sampai tujuan, tubuhnya limbung. Sebelum jatuh menyentuh lantai, sepasang tangan sigap meraih Dan menahan tubuh mungilnya.

Tuan Bram membopong Kania masuk kedalam kamar mandi menyiapkan segala kebutuhannya lalu bergegas keluar.

Tidak lama Kania di dalam, pintu kembali terbuka, ada tuan Bram sudah berdiri diambang pintu kembali membopong tubuh Kania dan membaringkan diatas tempat tidur.

"Terima kasih." ucap Kania pelan.

"Tidak usah berterima kasih, ini semua aku lakukan demi mengembang amanah ibuku, bukan karena aku prihatin padamu."

Tuan Bram membuka lemari dan mengeluarkan handuk dan beberapa pakaiannya. Melangkah meninggalkan Kania menuju kamar mandi.

Kania paham, tuan Bram melakukan itu semua atas perintah nyonya Marlin, bukan karena kerelaan hati.

Matahari mulai meninggi, tapi sekertaris Bams belum juga datang, tidak biasanya sekertaris itu lambat menjemput tuan Bram.

Raut wajah tuan Bram mulai resah, mengeluarkan ponsel dari saku dan menghubungi sekertaris Bams.

"Apa? libur katamu? Suara tuan Bran menggema

"Benar tuan, nyonya besar yang memerintahkan." jawab sekertaris Bams gugup di dalam sana.

Di sudut ruangan, Tuan Bram berdiri tegak. Di balik wajah dinginnya, terpancar amarah tersembunyi. Sorot matanya menusuk, seolah ingin menelan Kania mentah-mentah. Bagi tuan Bram, kehadiran gadis itu hanyalah beban baginya.

Dari arah pintu, muncul seorang perempuan cantik berjalan anggun mendekati tuan Bram, kedua matanya tak lepas dari Kania yang sedang berbaring.

Wajah tuan Bram yang tadinya murka tiba-tiba berubah, bibir nya tersenyum tipis menatap Kania. Entah rencana apa lagi di pikiran pria menakutkan itu.

1
Trivenalaila
suka jln ceritanya, klu bisa dilanjutkan yaaa🙏🙏
Akos: akan lanjut terus KK sabar ya
total 1 replies
Ahn Mo Ne
apakah ini lagi hiatus.??
Akos: setiap hari update kk,
total 1 replies
Muna Junaidi
Hadir thor
Ayu Sasih
next ditunggu kelanjutannya kak ❤️❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!