Pertempuran sengit di akhir musim kedua mengubah segalanya. Xander berhasil menundukkan Edward dan sekutunya, namun harga yang harus dibayar sangat mahal: darah, pengkhianatan, dan tumbangnya Evan Krest—sekutu terkuat yang selama ini menjadi sandaran kekuatannya.
Kini, di season ketiga, badai yang lebih besar mulai berhembus. Cincin takluk yang melilit jari para musuh lama hanyalah janji rapuh—di balik tunduk mereka, dendam masih menyala. Sementara itu, kekuatan asing dari luar negeri mulai bergerak, menjadikan Xander bukan hanya pewaris, tapi juga pion dalam permainan kekuasaan global yang berbahaya.
Mampukah Xander mempertahankan warisannya, melindungi orang-orang yang ia cintai, dan menjaga sisa-sisa kepercayaan sekutu yang tersisa? Ataukah ia justru akan tenggelam dalam lautan intrik yang tak berujung?
Pewaris Terhebat 3 menghadirkan drama yang lebih kelam, pertarungan yang lebih sengit, dan rahasia yang semakin mengejutkan.
SAKSIKAN TERUS HANYA DI PEWARIS TERHEBAT 3
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Lizzy dan Alexis tengah berada di dekat pusara Larvino.
Alexis menabur bunga ke seluruh bagian makam. "Kakek, aku melihatmu di rumah sakit. Apa itu kau?"
Lizzy tersenyum, mengelus lembut punggung Alexis. Ia belum mendapatkan kabar terbaru mengenai pencarian keluarga ayahnya sampai saat ini. Akan tetapi, entah mengapa ia merasa tergelitik dengan ucapan Alexis.
Putranya itu terus mengatakan bahwa dirinya melihat Larvino di rumah sakit.
Alexis memeluk nisan Larvino. "Kekek, ibu dan ayah tidak percaya kalau aku bertemu denganmu di rumah sakit. Mereka mengatakan kalau aku hanya salah melihat dan bermimpi. Kakek, aku harap kita bisa bertemu denganmu lagi."
"Alexis, sudah waktunya kau belajar sekarang. Teman-temanmu sudah menunggumu," kata Lizzy.
"Kakek, aku akan kembali." Alexis melambaikan pada pusara Larvino. Anak kecil itu meninggalkan pemakaman, beberapa kali menoleh ke pusara.
"Ibu, bisakah kita kembali ke rumah sakit?" tanya Alexis, "Aku ingin bertemu dengan kakek lagi."
"Kau baru saja bertemu dengan kakekmu, Alexis. Kau sangat menyayangi kakekmu."
"Bisakah aku bermain dengan kakek?"
"Tentu saja."
Alexis cemberut karena Xander, Lizzy, Sebastian, Samuel hingga Lydia tidak mempercayai ucapannya.
Alexis memasuki kelas, belajar bersama pengajar khusus.
Lizzy memperhatikan Alexis yang tampak serius belajar.
"Lizzy," panggil Brenda seraya mendekat.
Lizzy tersenyum. "Aku mendengar jika Dragon sudah lulus pendidikan dasar."
"Kau benar. Dragon sangat gigih belajar dan berlatih hingga lulus dengan cepat. Dia sekarang sedang bersiap-siap untuk pendidikan menengah pertama. Aku sudah memintanya untuk beristirahat, tapi dia tidak ingin membuang waktu. Dia ingin seperti ayahnya. Dia juga tidak ingin kalah dengan Alexis."
Lizzy menatap Alexis sekilas. "Alexis sering memandangi foto mendiang kakeknya akhir-akhir ini. Dia juga sering mengatakan jika dia melihat mendiang kakeknya di rumah sakit. Aku sudah memberikannya pengertian, tapi sepertinya dia belum mengerti."
"Apakah kau masih mencari keberadaan keluargamu, Lizzy?" tanya Brenda.
"Aku sempat meminta suamiku untuk menghentikan pencarian, tapi suamiku sepertinya tetap melanjutkan pencarian."
Brenda menatap Alexis, menoleh pada Lizzy. "Apa kau sudah memeriksa rumah sakit tempat Alexis melihat mendiang kakekmu?"
Lizzy terdiam.
"Aku pikir ucapan Alexis bisa menjadi petunjuk meski sebagai orang dewasa kita meragukan ucapannya."
Lizzy mengingat kembali perubahan Alexis ketika pulang dari rumah sakit dan tingkahnya yang sering melihat foto mendiang Larvino.
Lizzy beberapa kali melihat wajah cemberut Alexis karena ia terkesan tidak mempercayai ucapannya mengenai pertemuannya dengan mendiang Larvino di rumah sakit.
Informasi mengenai Larvino sangat terbatas. Pria itu bergabung ke dalam pasukan saat anak-anak tanpa tahu saudara dan keluarganya. Larvino hanya sempat mengatakan mengenai nama keluarga Serravia.
"Aku akan membicarakan hal ini pada suamiku."
Lizzy dan Alexis memasuki rumah. Mereka berkumpul bersama Sebastian, Samuel dan Lydia di meja makan untuk makan siang.
Alexis tampak antusias bercerita mengenai kegiatannya selama sekolah.
Alexis sibuk bermain bersama anak-anak pengawal yang lain.
"Dragon, ajari aku jurus-jurus baru," kata Alexis.
Alexis memperhatikan Dragon dan mencoba jurus-jurusnya. Sayangnya, ia belum sempurna melakukannya.
"Ayah!" Alexis berlari menghampiri Xander yang baru turun dari mobil.
"Kau tampaknya sedang asyik bermain," kata Xander seraya memangku Alexis.
"Aku ingin kembali bermain, Ayah. Turunkan aku." Alexis langsung menghampiri anak-anak yang lain.
Lizzy menemui Xander di ruang kerjanya. "Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan."
Xander menutup laptop. "Kau bisa mengatakannya."
"Alexis berkali-kali mengatakan jika dia melihat mendiang ayahku di rumah sakit. Aku pikir kita harus memeriksa rumah sakit itu untuk mengetahuinya."
Xander terdiam sesaat. "Baiklah, aku akan mengirim para pengawal untuk memeriksa rumah sakit itu. Aku juga akan meminta bantuan Charles untuk mengeceknya."
Xander segera mengirim pesan pada Govin. "Aku sudah memerintahkan Govin untuk mengirimkan pasukan. Kita akan tahu secepatnya."
Lizzy keluar dari ruangan. Ia sangat berharap mendapatkan informasi secepat mungkin. "Aku sempat berpikir jika Alexis hanya berhalusinasi. Tapi entah mengapa aku sekarang berpikir jika ayahku kemungkinan memiliki saudara."
Govin menemui Xander di ruangan. "Aku sudah mengirim pasukan untuk memeriksa rumah sakit yang Anda kunjungi beberapa hari lalu, Tuan. Tuan Charles juga ikut membantu."
"Aku menginginkan kabar secepatnya, Govin. Aku mulai berpikir jika sosok yang dilihat Alexis mungkin ada hubungannya dengan orang yang Lizzy cari."
"Tuan, Miguel baru mengirimkan informasi pada kita mengenai pergerakan Leonel dan ayahnya Leandro. Mereka ternyata secara diam-diam sudah mengumpulkan dua pihak untuk bekerja sama dengan mereka. Edward, Caesar, Franklin, Theron, Troy, dan Tyler tampaknya juga bergabung. Leonel dan Leandro sempat mengirim beberapa pesan pada mereka. Miguel mengatakan jika salah satu pihak adalah kelompok dari Hugo."
"Militer?" Xander berdiri dari kursi. "Kabar mengenai Hugo di media mainstream tampaknya merupakan ulah putranya yang berusaha membersihkan namanya."
"Aku belum mendapatkan informasi mengenai satu kelompok lain. Miguel sedang berusaha untuk mengoreknya."
"Kumpulkan informasi secepat mungkin, persiapkan pasukan, dan beri sedikit celah bagi mereka untuk sedikit bergerak bebas agar kita tahu tujuan mereka sebenarnya. Kita akan memancing mereka dan memberi ultimatum keras pada mereka."
Sementara itu, Charles tengah menatap kepergian salah satu bawahan Xander yang baru saja berbincang padanya. Ia melihat sebuah foto, memperhatikan saksama.
Charles memeriksa rekaman CCTV ketika Xander, Lizzy, dan Alexis mengunjungi rumah sakit. Ia melihat tayangan saat Alexis memukul-mukul kaca.
"Ada seseorang yang berdiri di ruangan samping dan di saat yang sama Alexis memanggil orang itu kakek."
Charles memperhatikan foto Larvino. Ia memeriksa data rumah sakit hingga tiba di daftar pasien.
Charles membaca informasi sedetail mungkin. Saat akan membaca informasi mengenai Larvino, seseorang memasuki ruangannya.
"Dokter Charles, kami membutuhkan bantuan Anda sekarang juga."
"Baik." Charles bergegas keluar ruangan, mengikuti dokter junior, melewati lorong agak panjang, melewati Larson yang tengah berjaga.
Larson tercenung ketika melihat sosok Larvino yang terbaring tak berdaya di ranjang. "Bukankah ini?"
"Dokter Charles."
"Aku mengerti." Charles segera melakukan pertolongan.
Larson menunggu dengan khawatir di luar ruangan, berjalan mondar-mandir. Ia terkejut ketika Larvin mendadak tidak sadarkan diri ketika tengah berbincang dengannya.
Larson menunggu di luar hingga satu jam. Ia segera berdiri ketika pintu terbuka. "Bagaimana dengan keadaan ayahku?"
Charles terdiam ketika melihat Larson yang memiliki wajah yang mirip dengan Larvin. "Keadaan ayah Anda sudah mulai membaik sekarang."
Charles menjelaskan lebih detail keadaan Larvin. Ia melihat Larson menuju ruangan dengan terburu-buru.
Charles kembali ke ruangan, membaca informasi mengenai Larson. Ia membandingkan foto Larvin, Larvino, dan Larson. "Mereka terlihat sangat mirip."
Charles memutar tayangan Alexis kembali. "Larvin dan Larvino. Selain memiliki nama yang sangat mirip, mereka juga memiliki wajah yang sangat mirip. Aku tahu sekarang."
Charles segera menghubungi Xander.
bahkan ada keluarga yg sudah kalah tapi gak mau mengakui kekalahan.
Sungguh di luar prediksi pembaca..
Tetap semangat & sehat selalu Thorr...
livy sepupu larson