Jiang Shen, seorang remaja berusia tujuh belas tahun, hidup di tengah kemiskinan bersama keluarganya yang kecil. Meski berbakat dalam jalan kultivasi, ia tidak pernah memiliki sumber daya ataupun dukungan untuk berkembang. Kehidupannya penuh tekanan, dihina karena status rendah, dan selalu dipandang remeh oleh para bangsawan muda.
Namun takdir mulai berubah ketika ia secara tak sengaja menemukan sebuah permata hijau misterius di kedalaman hutan. Benda itu ternyata menyimpan rahasia besar, membuka pintu menuju kekuatan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Sejak saat itu, langkah Jiang Shen di jalan kultivasi dimulai—sebuah jalan yang terjal, berdarah, dan dipenuhi bahaya.
Di antara dendam, pertempuran, dan persaingan dengan para genius dari keluarga besar, Jiang Shen bertekad menapaki puncak kekuatan. Dari remaja miskin yang diremehkan, ia akan membuktikan bahwa dirinya mampu mengguncang dunia kultivasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 : Menarik Perhatian
Keesokan paginya, matahari baru saja muncul di atas kota Jinan, menerangi arena turnamen yang kembali dipenuhi lautan manusia. Dari ratusan peserta awal, kini hanya tersisa tiga puluh orang. Suasana jauh lebih serius, aura para peserta pun jelas berbeda—mereka semua adalah anak-anak muda terbaik kota ini.
Nama Jiang Shen dipanggil. Semua mata langsung menoleh.
Lawannya kali ini adalah seorang pemuda berotot dengan kulit kecokelatan, mengenakan jubah abu-abu dari Sekte Gunung Batu. Dialah Chan An, berusia 19 tahun, dan sudah menembus ranah Inti Emas level 1. Di tangannya tergenggam tongkat baja merah, berkilau dengan tekanan berat khas pusaka tingkat Bumi.
“Chan An ini murid dalam Sekte Gunung Batu, kekuatannya sudah dikenal kokoh seperti batu karang. Jiang Shen pasti kesulitan melawannya!” salah satu penonton bersuara.
Saat wasit memberi aba-aba, Chan An langsung menyerang ganas. Tongkatnya menghantam dengan berat bagai gunung runtuh, dan setiap langkahnya menggetarkan arena. Tanah retak, serpihan batu beterbangan, membuat Jiang Shen tampak terdesak sejak awal.
Namun, tepat ketika semua orang mulai mengira Jiang Shen akan kalah—tubuh pemuda itu memancarkan aura panas yang membakar udara.
“Api … dia mengendalikan elemen api!” seseorang berteriak kaget.
Begitu Jiang Shen menghunus pedangnya, lidah api melilit bilahnya. Dalam sekejap, penonton mendapati kenyataan yang membuat arena bergemuruh:
Jiang Shen telah mencapai ranah Inti Emas!
Sorakan langsung pecah di antara kerumunan.
“Tidak mungkin! Bukankah dia baru berusia 17 tahun?”
“Inti Emas di usia segitu … bahkan tiga genius muda kota pun baru menembusnya belum lama ini!”
“Kalau dia diberi waktu, dia bisa menandingi mereka!”
Pertarungan pun semakin sengit. Tongkat baja Chan An menghantam keras, menciptakan retakan tanah setiap kali menyentuh arena, namun pedang Jiang Shen yang dilapisi api membelah serangan itu berkali-kali.
Api melahap tanah, panas membakar udara, dan pada akhirnya, dengan satu tebasan tajam, Jiang Shen berhasil menghantam dada Chan An dan membuatnya terlempar keluar arena.
Arena mendadak senyap … lalu meledak dengan sorakan heboh.
“Dia menang! Jiang Shen berhasil mengalahkan Chan An!”
“Tidak hanya itu, dia ternyata sudah menembus Inti Emas! Di usianya yang belum menginjak 18 tahun penuh!”
“Dia benar-benar calon kandidat juara turnamen ini!”
Di kursi para tetua, ekspresi serius mulai muncul.
Seorang tetua Sekte Gunung Batu menghela napas berat. “Tidak di sangka Chan An kalah … meski sudah mencapai Inti Emas, ia hanya memiliki elemen tanah. Sedangkan Jiang Shen, selain usianya jauh lebih muda, api adalah elemen serangan paling ganas.”
Tetua Sekte Pedang Langit yang duduk tak jauh mengangguk, matanya berbinar. “Pemuda ini … tidak bisa diremehkan. Jika terus berkembang, dia akan menjadi ancaman besar bagi tiga klan besar di masa depan.”
Bahkan beberapa kepala klan saling melirik, sudah mulai menimbang kemungkinan untuk merekrut Jiang Shen.
Sementara itu, di tribun peserta, Lin Xueyin menatap ke arah Jiang Shen dengan tatapan dingin khas dirinya. Namun ada sedikit perubahan di matanya—sedikit rasa waspada. “Dia … ternyata sudah mencapai ranah Inti Emas. Sepertinya, aku harus benar-benar serius jika bertemu dengannya nanti.”
Berbeda dengan Lin Xueyin, Hong Yue malah tersenyum tipis sambil memainkan rambutnya. “Hahaha, menarik sekali. Jadi selain aku, Zhang Rui, dan Lin Xueyin, sekarang ada satu lagi yang bisa dianggap lawan. Aku ingin sekali menguji seberapa panas api miliknya jika dibandingkan dengan pedangku.”
Di kursi kehormatan, wajah Hong Baili sang penguasa kota terlihat penuh minat. “Pemuda bernama Jiang Shen ini … sangat menarik. Jika dia tidak bergabung dengan salah satu dari tiga klan besar, aku yakin sekte-sekte luar kota akan berebut mengincarnya.”
Dan saat Jiang Shen kembali ke tempat duduknya, tatapannya tetap tenang meski sorakan masih menggema. Ia tahu satu hal pasti:
rahasia elemen petirnya masih tersembunyi.
Itu akan menjadi pedang terakhir yang ia hunus hanya ketika waktunya tiba—saat menghadapi salah satu dari tiga genius sejati kota Jinan.
...
Setelah Jiang Shen menutup pertarungannya dengan kemenangan mengejutkan, sorakan penonton belum benar-benar reda ketika nama Zhang Rui, Hong Yue, dan Lin Xueyin dipanggil secara bergantian untuk memasuki arena.
Seperti yang sudah diduga banyak orang, ketiga Genius muda sejati kota Jinan itu memperlihatkan kekuatan yang membuat penonton terdiam kagum sekaligus tercekam.
Zhang Rui dari Klan Zhang, dengan tombak besar yang di perkuat elemen logam, hanya butuh beberapa puluh gerakan untuk merobohkan lawannya. Setiap tusukan tombaknya menggelegar dengan kilatan cahaya, membuat tanah berlubang-lubang di karenakan hantaman elemen logam miliknya. “Di hadapan tombakku, tak ada yang bisa bertahan lebih dari lima jurus.” ucapnya dingin sebelum meninggalkan arena.
Hong Yue tampil dengan penuh percaya diri. Senjatanya, pedang merah yang berlapis api, menari-nari di udara. Setiap ayunan meninggalkan jejak panas membakar yang memaksa lawannya mundur terus-menerus. Akhirnya, satu tebasan pedang api yang meledak bagai kobaran gunung berapi membuat lawannya tak mampu berdiri lagi. Sorakan penonton memanggil namanya, namun Hong Yue hanya tersenyum sinis. “Mudah sekali.”
Lin Xueyin, sang Peri Kota Jinan, membuat arena mendadak sunyi saat ia turun. Lawannya mencoba bertahan, tapi begitu es biru pucat membungkus pedang pusaka tingkat Awan miliknya, seluruh panggung seperti membeku. Dalam hitungan detik belasan jurus menerjang lawannya yang membuatnya terkurung dalam dinding es, tak berdaya. Lin Xueyin tak mengucapkan sepatah kata pun, hanya kembali dengan tatapan dingin yang membuat banyak penonton terpikat sekaligus gentar.
Dengan kemenangan ketiga genius sejati itu, serta beberapa peserta lain, akhirnya jumlah yang tersisa kini tinggal 15 orang saja.
Namun, ketika undian berikutnya diumumkan, terjadi sesuatu yang tak diduga:
Jiang Shen tidak mendapatkan lawan.
“Dia … lolos begitu saja ke babak lima?” penonton langsung riuh.
“Beruntung sekali! Dia bisa menyimpan tenaga untuk pertempuran selanjutnya.”
“Tapi di sisi lain, itu juga berarti ia harus siap menghadapi lawan yang jauh lebih berat di babak delapan besar nanti.”
Para tetua sekte dan kepala klan saling berbisik.
“Keberuntungan memang memihak anak ini.”
“Hmph, meski begitu, lolos tanpa bertarung membuatnya tak bisa menunjukkan seberapa jauh kekuatannya. Itu akan menimbulkan rasa penasaran sekaligus ancaman.”
Di tribun peserta, Hong Yue mendengus kecil. “Hahaha, ternyata kau mendapatkan kesempatan untuk beristirahat. Baiklah, itu akan membuatmu lebih segar ketika giliran melawan kami.”
Zhang Rui menatap Jiang Shen dengan dingin, sorot matanya seolah menusuk. “Cepat atau lambat, aku ingin menguji pedangmu dengan tombakku.”
Lin Xueyin hanya melirik sekilas, lalu kembali menutup matanya untuk bermeditasi. Namun di dalam hati, ia menyadari satu hal: “Dia akan menjadi penghalang yang nyata di babak delapan besar nanti.”
Arena semakin mendidih. Semua orang kini menanti babak berikutnya—babak lima—dimana hanya delapan besar yang akan bertahan.
Dan di sanalah, tak bisa dihindari lagi, Jiang Shen akhirnya harus bertemu salah satu dari tiga genius muda sejati kota Jinan.
MC nya belom mengenal luas nya dunia karena belom berpetualang keluar tempat asal nya,hanya tinggal dikota itu saja
Jangan buat cerita MC nya mudah tergoda pada setiap wanita yg di temui seperti kebanyakan novel2 pada umum nya,cukup 1 wanita.