Drasha, si gadis desa yang cantik dan polos tiba-tiba diklaim sebagai keturunan keluarga Alveroz yang hilang 15 tahun silam.
Kecuali Nyonya besar Alveroz, tidak ada dari keluarga itu yang menerima Drasha. Bahkan dua orang yang katanya mama papa biologis Drasha lebih mengutamakan sang anak angkat.
Bagi mereka, Drasha adalah putri palsu yang hanya ingin memanfaatkan harta keluarga Alveroz. Sementara itu, sang anak angkat yang pandai mengambil hati keluarga, membuat posisi Drasha semakin terpojok.
Tapi, tanpa mereka semua tahu, Drasha bukan ingin memeras harta keluarga Alveroz melainkan dia membawa dendam dalam hatinya.
Siapa Drasha sebenarnya? Apakah dia memang putri palsu atau justru putri asli keluarga Alveroz? Dendam apa yang membuat Drasha memasuki keluarga Alveroz?
Yuk temukan jawabannya di cerita Drasha.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyerang Masa Depan Adriel
"Eh, itu kan cewek kampung yang katanya bau itu, yah," celetuk cowok bernama Max sambil tertawa mengejek.
"Lepasin dia atau aku kirim video kalian ke HouseLine dan lapor ke Dewan Kedisiplinan!" ancam Drasha.
"Siapa lu nyuruh-nyuruh kita, hah!" sahut cowok berambut kecoklatan dengan suara tinggi. Namanya Theo.
Sementara itu, cowok yang jadi korban bully itu malah lari terbirit-birit menjauh tanpa mengucapkan sepatah kata. Drasha terpaku dengan kelopak matanya yang mengedip-ngedip bingung.
"Astaga dia malah ninggalin aku di sini."
Kini, hanya Drasha yang ada di sana. Area sepi, terpencil dan mencekam di sudut gedung terbengkalai sekolah.
Apa sekarang dia yang jadi target bully tiga cowok berandalan itu?
Cowok yang di tengah mengangkat satu tangannya dan dikepakkan ke belakang, menyuruh kedua temannya itu pergi.
Max dan Theo saling melemparkan pandangan heran.
"Serius, Riel? Lo nyuruh kita berdua cabut?" tanya Theo.
"Hm, sana!" sahut cowok bernama Adriel. Tatapannya masih tertuju pada Drasha.
"Udah, yok, kayaknya Adriel mau ngasih pelajaran sama cewek kampung bau itu," kata Max.
Drasha mengernyitkan dahi. Adriel? Dia seperti pernah mendengar nama itu. Tidak asing.
ASTAGA.
Itu kan nama cowok yang harus Drasha hindari kata Rachelle. Tapi, sudah terlanjur dia di sini.
Max dan Theo akhirnya pergi meninggalkan tempat itu.
Sementara, Drasha langsung menarik tangannya turun ke belakang, menyembunyikan hapenya.
"Hapus!" titah cowok berparas tampan itu.
"Nggak mau, aku mau nyimpen videonya sebagai bukti dan kalau kalian macam-macam lagi sama orang yang gak bersalah, aku bakalan laporin kalian."
Cowok itu tersenyum sumbang, jejeran gigi putihnya yang rapi terpampang jelas, dia kemudian mengiggit bibir bawahnya dan tatapan remeh terpancar dari matanya.
"Lo sok tahu juga yah."
"Selain mesum, kamu juga tukang bully," kata Drasha dengan suara yang menantang.
Adriel mendekat dan dengan cepat merampas hape Drasha di belakang punggung gadis itu.
Drasha langsung membalikkan badannya ke belakang. Matanya memelotot kesal. Tinjunya terkepal kuat.
"Kembaliin hape aku!" bentak Drasha, tapi cowok di hadapannya itu malah mengangkat alis dan senyum mengejek terulas di wajah tampannya.
"Ah! gue inget! Lo cewek yang di toilet semalem, kan?" Adriel meninggikan satu tangannya, mengangkat hape Drasha ke atas kepala.
Drasha menggeram. "Iya memang dan kamu cowok mesum itu!" Dia melompat-lompat, tangannya menjulur sekuat tenaga. Tapi, tiap ujung jarinya hampir menyentuh benda pipih itu, Adriel malah semakin menaikkan tangannya lebih tinggi, tubuh cowok itu sedikit condong ke belakang dan senyumnya makin lebar.
Sialan.
"Siniin hape aku!" seru gadis itu, napasnya mulai naik turun.
Oke. Sepertinya cowok menyebalkan ini tidak akan menyerah.
Drasha memutuskan berhenti melompat dan menatap lurus ke arah titik lemah cowok itu. Dia langsung mengangkat lututnya cepat.
"UGGHHH!!!"
Drasha menghantam area terlarang di antara kedua paha cowok itu.
Adriel yang tadinya tersenyum seketika mengernyit kesakitan. Tubuhnya spontan membungkuk.
Hape Drasha jatuh terlepas dari tangan Adriel.
Drasha tidak menyia-nyiakan momen itu. Dia segera memungut hapenya dan berlari secepat mungkin, membiarkan Adriel merintih di belakang dengan tangan menutupi bagian vitalnya.
"Eghhh… masa depan gue…" rintih Adriel.
***
Drasha ngos-ngosan sampai gerbang utama sekolah. Dadanya naik turun. Dia kemudian menoleh ke belakang, memastikan Adriel tidak mengejarnya.
Dan, benar, cowok itu tidak menyusulnya. Baguslah kalau begitu. Mana mungkin bisa juga, pasalnya Drasha mengahantam area terlarang Adriel dengan keras. Pasti cowok itu susah jalan untuk sementara waktu.
Drasha segera memesan ojek online.
Tak lama kemudian, gadis cantik itu memasuki sebuah toko alat musik tua yang berdiri di antara deretan butik mewah dan kedai kopi.
Pintu kayu berderit pelan diiringi oleh denting lonceng kecil di atasnya. Aroma khas kayu dipernis dan resin menyambut Drasha.
"Selamat sore," sapa Drasha.
Pria tua yang sedang memeriksa sinar cello segera berdiri begitu melihat gadis itu.
"Ah, Nak Drasha yang waktu itu, yah," ucapnya ramah, lalu berjalan menuju meja kayu panjang.
"Benar, Kakek."
"Mari, mari, biola Nak Drasha sudah kakek perbaiki."
Bola mata Drasha berbinar. "Terima kasih banyak, Kek."
Ya, saat tiba di kota ini sekitar sepuluh hari lalu, Drasha langsung mencari tempat untuk memperbaiki biola peninggalan ibunya.
Dan, sekarang biola itu benar-benar tampak seperti baru. Mengilap, utuh, nyaris seperti hidup kembali.
Drasha kemudian mengarahkan tangan lembutnya menyentuh kayu biola dengan hati-hati. Dia mengangkatnya pelan, menggeser senar ringan dengan ujung jari, lalu mengangguk kecil.
"Terima kasih sekali lagi, yah, Kakek. Saya nggak nyangka kakek juga bikin biola saya ini seperti baru."
"Tentu, Nak Drasha. Sepertinya biola itu sangat berarti. Saya ingat waktu itu Nak Drasha hujan-hujan dan nangis datang ke sini untuk memperbaiki biola itu."
Drasha memasukkan biola itu kembali ke tas biola dengan hati-hati. "Ini biola punya ibu saya yang sudah tiada, Kek." Dia kemudian menggantung tali tas biolanya di bahu.
***
Mansion keluarga Alveroz.
Para anggota keluarga duduk di kursi untuk menikmati makan malam. Ada Oma Helena, Papa Riovan, Cherryl, Tante Seraphina dan Drasha. Mama Tamara masih ada urusan di luar, sementara Nikko sedang berkumpul dengan teman-temannya di sirkuit. Dia punya hobi balapan.
Lanjut, meja makan malam ini tidak dilingkupi ketegangan seperti pagi tadi. Mereka kebanyakan mengobrol seputar bisnis.
Ternyata, Papa Riovan sudah berbicara dengan Tante Seraphina soal Drasha. Pria itu meminta kakaknya untuk membiarkan Drasha saja karena gadis itu sudah menandatangani perjanjian.
"Demi mama, Sera. Kalau waktunya tiba, kita segera mengusir anak itu. Aku dan Tamara juga tidak bisa membiarkan orang lain lama-lama menempati posisi Drasha kami."
Begitu kata Papa Riovan pada sang kakak.
Selanjutnya, Cherryl membuka suara.
"Pah… tablet aku rusak, boleh nggak aku beli tablet keluaran terbaru yang lagi viral itu?"
"Boleh dong, sayang, sekalian aja kalau kamu juga mau ganti hape."
Cherryl tersenyum lebar. "Makasih yah, Pah."
"Oh iya, tante punya sesuatu buat kamu, Cherryl. Nanti kamu ke kamar tante, yah. Oleh-oleh dari Belanda."
"Wahhhhh, makasih banyak, Tante, beda sama hadiah dari Kak Nikko, yah."
"Beda dong, sayang."
Drasha tahu kalau Cherryl niat pamer kasih sayang keluarga Alveroz. Tapi, sayangnya dia tidak iri sama sekali. Gadis itu malah sibuk menikmati makanan malamnya.
Hanya saja, oma Helena bersuara untuk Drasha.
"Untuk Drasha tidak ada?" tanya Oma Helena.
Tante Seraphina menjawab, "sayangnya tidak ada, mama. Saya kan belum tahu kalau mama sudah menemukan Drasha waktu saya masih di Belanda."
"Hmmm, ya sudahlah, nanti oma suruh orang beli oleh-oleh dari Belanda buat kamu, yah, Drasha."
Drasha menelan makanannya pelan. "Oma tidak perlu repot-repot."
"Tidak apa-apa, itu hal mudah Drasha. Oh iya, Riovandra, kalau kamu membeli hape dan tablet untuk Cherryl, jangan lupa beli untuk Drasha juga. Drasha kan anak kandung kamu."
"Tidak perlu, Oma. Hape aku masih bagus kok. Aku juga nggak butuh tablet, karena ada laptop," sahut Drasha.
"Jangan begitu, Drasha, kamu tetap butuh benda-benda seperti itu untuk mendukung belajar kamu." Oma Helena menoleh lagi pada putra bungsunya. "Riovandra, ingat yah, beli untuk Drasha juga."
Riovan menjawab setengah hati. "Iya, mama. Saya akan beli untuk Drasha juga."
Sementara itu, Cherry meremas rok gaunnya di bawah meja. Dia jadi makin benci dengan Drasha.
cwo yg di toilet restoran itu jg gk sih
penasaran bangt sm siapa drasha
beneran drasha asli ato plsu