USAI

"Kamu kenapa sih byy? Lagi ada masalah ya?" Tanya Aira, sedari tadi ia melihat Reza nampak gelisah.

"Cuma masalah kecil kok byy, kamu tenang aja ya."

"Cerita dong, aku siap untuk mendengarkan semua keluh kesahmu." Pinta Aira.

"Sebenarnya mamah di Bandung sedang sakit hernia, dokter meyarankan agar mamah untuk segera dioperasi. Tapikan kamu tahu, kemarin aku habis memperbaiki mobilku yang di tabrak oleh motor, aku tidak tega meminta ganti rugi karena yang menabrak mobilku seorang ibu-ibu bersama anaknya, dan anaknya terluka parah." Ucap Reza.

"Memangnya kamu butuh biaya berapa untuk operasi mamah?" Tanya Aira kembali.

"Sekitar 15 - 20 juta."

"Sebentar ya." Aira beranjak dari tempat duduknya, ia mengambil internet banking dari dalam tasnya, kemudian ia mentransfer uang ke platform finansial digital milik Reza.

Aira tak mentransfer ke rekening Bank Reza karena ia tak mengetahui nomor rekening Reza, bukan tanpa alasan Aira membantu kekasihnya, Aira memposisikan jika hal itu terjadi pada ibu kandungnya. Aira begitu menyayangi almarhumah ibundanya sehingga dengan ikhlas ia membantu Reza, yang menurutnya jika ia dan Reza menikah maka ibunda Reza adalah ibundanya juga.

"Byy, coba kamu cek handphonemu, sudah masuk belum?" Tanya Aira.

"Apanya byy yang masuk?" Meski belum memahami maksud dari ucapan Aira, ia menuruti Aira untuk membuka handphonenya. Reza sangat terkejut ketika mengetahui Aira mentransfer dua puluh juta keplatform finansial digital miliknya.

"Byy, kok kamu transfer sih? Tadikan aku hanya cerita, aku enggak mau merepotkanmu byy." Ucap Reza.

"Byy, aku tidak merasa direpotkan kok, kebetulan aku lagi ada. Lagi pula jika nanti kita menikah, orang tuamu akan menjadi orang tuaku juga. A'Reza pakai ya untuk pengobatan mamah."

"Tapi byy aku benar-benar tidak enak padamu."

"Sudahlah byy jangan dibahas lagi ya, kamu mau makan apa? Aku buatin, pasti kamu beum makan kan?" Aira mencoba mengalihkan topik pembicaraan, ia sangat ikhlas membantu ibunda Reza.

"Setelah gajian, aku pasti ganti uangmu." Ucap Reza.

"Ia byy, yang terpenting sekarang mamah bisa operasi dan bisa segera pulih kembali. Aku ke dapur dulu ya." Aira beralih ke putrinya. "Mamah masak dulu ya sayang." Aira mengecup pipi Chelsee kemudian ia pergi meninggalkan Chelsee yang masih bermain bersama asisten rumah tangganya.

"Aku bantuin ya byy." Reza menghampi Aira, kemudian ia mengenakan apron.

"Kebalik byy, nanti yang ada baju kamu malah kotor." Aira yang melihat Reza mengenakan apron terbalik langsung membetulkannya.

Kedua mata mereka bertemu, perlahan Reza mendekatkan wajahnya. Hanya tinggal beberapa inci lagi bibir mereka menyatu, tangan Aira memutup bibir Reza.

"Maaf A'Reza aku tidak bisa melakukannya."

"Harusnya aku yang minta maaf, maafin aku ya byy. Aku janji, aku akan lebih mengontrol diriku sendiri." Resa mengelus lembut lengan Aira.

"Kita lanjutin lagi yuk, apa yang perlu aku potong-potong?" Tanya Reza, ia mengambil cleaver knife.

"Itu pisau untuk memotong daging byy, pakai yang kecil saja, kan hanya untuk memotong bawang bombai." Aira memberikan paring knife kepada Reza.

"Maaf aku tidak tahu." Reza menggaruk kepalanya.

"Memangnya dikostan kamu tidak pernah masak?" Tanya Aira.

"Jarang, kalau pun masak paling yang instan-instan saja. Hapir setiap pagi ibu kost menyiapkan sarapan untuk orang-orang yang kost di sana dan malamnya setelah pulang kerja, biasanya aku makan di luar sama teman-teman kantor." Ujar Reza.

"Ajarin aku masak ya, agar nanti kita bisa gantian." Pinta Reza, Aira menganggukan kepalanya.

"Byy tolong ambilkan spatula dong." Pinta Aira meminta tolong kepada Reza karena letak perlengkapan masakanya berada tepat di depan Reza.

"Nih byy."

"Ini namanya ladle byy, itu yang satu laginya." Tunjuk Aira, Reza pun mengambilkan spatula yang di minta oleh Aira, namun sayangnya saat ia sedang mengmbil spatula Reza justru menjatuhkan semua perkakas dapur Aira.

"Aduuhh byy, malah jadi berantakan. Kamu tunggu di depan saja ya sama Chelsee, nanti jika sudah matang kita makan bersama." Aira tak bermaksud mengusir Reza hanya saja niat baik Reza untuk membantunya justru membuat dapur Aira kotor dan berantakan, hal itu membuat Aira pusing.

"Maaf ya byy." Ucap Reza dengan penuh penyesalan.

"Ia, tidak apa-apa kok. Tunggu sebentar ya." Aira kembali melanjutkan memasaknya.

Empat puluh menit kemudian, makanan yang di buat oleh Aira telah tersaji di atas meja makan. Aira bukan hanya mengajak Reza dan putrinya untuk makan bersama, ia juga mengajak mengajak semua yang bekerja di rumahnya untuk makan bersamanya termasuk ART dan karyawan yang bekerja di toko bunganya.

"Kok kamu mengajak mereka semua makan satu meja dengan kita sih byy?" Bisik Reza.

"Setiap hari aku memang makan bersama mereka kok byy, aku sudah menganggap mereka seperti saudaraku sendiri, tanpa mereka aku tidak bisa mengerjakan semuanya sendirian."

"Ya sudah terserah kamu sajalah." Reza kembali meneruskan makannya, sedangkan Aira terlebih dahalu menyuapi putrinya.

Setelah selesai makan, Reza pamit untuk kembali ke kostannya.

"Hati-hati ya byy, bye." Sambil menggendong Chelsee, Aira melambaikan tangannya.

"Masuk yuk, main lagi sama mamah." Ucap Aira.

Selagi Chelsee asik bermain, Aira membantu karyawannya mempersiapkan event company anniversary perusahaan Pak Gunawan.

Tiba di hari dimana C&A Florist mendekor event company anniversary perusahaan Pak Gunawan, Aira yang kebetulan sedang senggang ikut datang membantu karyawannya.

Di sela-sela kesibukannya Aira melihat Aruna yang tengah mengatur food stall bersama timnya, Aira pun menghampiri Aruna.

"Hai Na, Apa kabar?" Sapa Aira.

"Jangan kamu pernah berfikir jika, aku mendapatkan project ini karena bantuan darimu, aku tidak berhutang apa pun padamu." Ucap Aruna dengan angkuhnya.

"Ya kamu memang tidak berhutang apa-apa padaku, aku merekomendasikan cateringmu karena kamu adalah temanku dan aku juga tahu bagaimana kinerjamu, tentu kamu memiliki standar kualitas yang bagus." Ucap Aira.

"Aku bukan temanmu." Aruna pergi meninggalkan Aira.

"Aku cukup tahu diri untuk mendekati Abangmu na, terlebih saat ini ia telah menikah, aku tidak akan pernah mengganggunya." Gumam Aira, dari kejauhan ia memperhatikan Aruna tengah menelephone seseorang, kemudian ia membalikan badannya kembali bergabung bersama timnya.

Sementara itu Aruna keluar dari kantor Pak Gunawan, ia masuk ke dalam mobil yang telah menunggunya di lobby kantor.

"Duuuh Bang Radit, kenapa tidak menunggu di gerbang saja sih?" Protes Aruna kepada Abangnya.

"Loh memangnya kenapa? memangnya kamu jalan sampai ke gerbang? jauh loh."

"Sudah cepat jalan, jangan berbicara terus.'' Aruna meminta Abangnya untuk segera melajukan kendaraan agar Abangnya tidak bertemu dengan Aira.