Ben Wang hidup kembali setelah kematian tragis yang membuka matanya pada kebenaran pahit—kekasihnya adalah pengkhianat, sementara Moon Lee, gadis sederhana yang selalu ia abaikan, ternyata cinta sejati yang tulus mendukungnya.
Diberi kesempatan kedua, Ben bertekad melindungi Moon dari takdir kelam, membalas dendam pada sang pengkhianat, dan kali ini… mencintai Moon dengan sepenuh hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Ben melepaskan pelukannya, kedua tangannya menahan wajah Moon yang masih terkejut. Tanpa aba-aba, ia menunduk dan menempelkan bibirnya pada bibir gadis itu.
Moon terbelalak, tubuhnya menegang. Ia berusaha melepaskan diri, mendorong dada pria itu dengan sekuat tenaga. Namun Ben justru memeluknya semakin erat, seakan tak rela melepas.
Dengan sisa tenaga, Moon akhirnya berhasil mendorong tubuh Ben hingga ciuman itu terlepas. Napasnya tersengal, wajahnya memerah antara terkejut dan marah.
“Direktur, ada apa dengan Anda?” suara Moon bergetar, tapi tetap berusaha tenang. “Kenapa minum begitu banyak sampai mabuk? Apa Anda bertengkar dengan Viona? Duduklah. Saya akan menghubungi Justin.”
Moon melepaskan pelukan Ben, memapah tubuhnya yang berat ke sofa. Ia menunduk, hendak meraih ponsel di meja. Namun tiba-tiba, tangan Ben menggenggam pergelangan tangannya dengan kuat.
“Aku terlalu banyak minum,” suara Ben berat, lirih, seakan penuh beban. “Malam ini… aku akan tidur di sini.” Ia menarik longgar dasinya, kepalanya bersandar di sofa, matanya menatap kosong tapi tajam.
“Hah…?” Moon membeku, hampir tak percaya dengan ucapannya.
Ben menoleh, menatap lurus pada gadis itu. “Kenapa? Kau tidak menerimaku?” suaranya terdengar kecewa sekaligus menuntut.
“Bukan begitu,” jawab Moon cepat, suaranya tergagap. “Lagi pula… ini juga rumah Anda.”
Sejenak Ben hanya menatap Moon dalam diam, tatapannya dalam, penuh emosi yang sulit ditebak.
“Apakah kau takut pacarmu salah paham?” tanyanya, kali ini suaranya rendah namun penuh sindiran, tatapannya seolah menembus hati Moon.
Moon terdiam beberapa detik, lalu menunduk. “Wilson tidak tahu aku tinggal di sini,” ujarnya pelan, mencoba mengalihkan suasana. Ia pun bergegas melangkah menuju dapur. “Saya akan memasakkan obat pereda mabuk.”
Ben hanya menatap punggung Moon yang menjauh, hatinya diliputi rasa getir. "Kenapa aku hanya bisa menemuimu dengan cara seperti ini, Moon Lee…"
Beberapa saat kemudian, Moon kembali dari dapur dengan langkah hati-hati, membawa semangkuk obat herbal hangat. Uap tipis mengepul dari mangkuk itu, menyebarkan aroma pahit khas ramuan. Ia meletakkannya di meja, lalu menyodorkannya perlahan pada Ben.
“Minumlah,” ucap Moon datar, meski matanya tetap penuh khawatir.
Ben menatap mangkuk itu sejenak, lalu beralih pada wajah Moon. Sorot matanya dalam, seolah sedang mencari sesuatu di balik tatapan gadis itu. Tanpa berkata-kata, ia mengambil sendok dan menyesap ramuan itu perlahan. Raut wajahnya sedikit meringis karena pahit, namun ia tetap menelannya.
Moon memperhatikan dalam diam, tangannya tanpa sadar meremas ujung pakaiannya sendiri. “Memang pahit,” katanya pelan, “tapi ini bisa membantu tubuh Anda lebih cepat pulih.”
Setelah meneguk obat herbal itu, Ben mengembuskan napas pelan.
“Setelah minum, tidurlah di kamar. Aku akan tidur di ruang tamu,” ucap Moon sambil melangkah menuju kamarnya.
Ia mengambil selimut dan bantal dari lemari. Saat itu juga, Ben melangkah masuk ke dalam.
“Biar aku saja yang tidur di luar,” ujarnya.
Moon menoleh sekilas. “Tidak perlu. Kau sudah terlalu banyak minum dan sudah mabuk. Lebih baik kau istirahat di sini. Aku akan tidur di sofa. Besok pagi aku akan menghubungi Justin,” jawabnya lalu keluar dengan membawa bantal.
Malam semakin larut. Jarum jam dinding sudah menunjuk angka satu.
Ben yang belum juga bisa tidur melangkah ke ruang tamu. Ia duduk di meja, menatap wajah Moon yang terlelap di sofa. Raut wajah gadis itu tampak pucat, seakan lelah menanggung sesuatu yang berat.
“Kalau bukan karena aku pernah hampir mati sekali, mungkin selamanya aku tidak akan sadar… aku salah paham padamu. Aku tidak tahu perasaanmu padaku,” gumam Ben lirih.
“Peristiwa itu menyadarkanku bahwa ada seseorang yang selalu mendukungku tanpa meminta balasan. Sekarang, aku hanya ingin menghabiskan hidup bersamamu. Tapi… apakah kau akan sudi? Apakah hatimu sudah jatuh pada Wilson Fang?”
Ben terdiam lama, hanya menatap wajah Moon dalam hening hampir satu jam. Akhirnya, ia berdiri, lalu membungkuk perlahan dan mengangkat tubuh gadis itu dengan hati-hati. Moon tetap terlelap, tanpa menyadari bahwa Ben membawanya kembali ke dalam kamar.
Keesokan harinya.
Saat membuka mata, Moon terkejut mendapati dirinya berada dalam dekapan Ben yang tertidur pulas di sampingnya. Matanya langsung melebar kaget, lalu refleks ia menjerit kecil.
“Aaah!” serunya, sambil buru-buru menggeser tubuhnya untuk menjauh.
Namun karena gerakannya panik dan tubuhnya masih lemas setelah bangun tidur, langkahnya jadi goyah dan hampir saja ia terjatuh ke belakang. Untung saja Ben yang baru terbangun segera meraih pinggangnya dan menahan tubuh gadis itu agar tidak jatuh.
“Moon Lee!” seru Ben, menariknya kembali sehingga jarak mereka sangat dekat, wajah keduanya kini saling berhadapan.