Hong Zhi Shi, seorang putri dari garis keturunan Klan Dewa Pengetahuan. Cantik sudah pasti, karena ia seorang Dewi yang tinggal dialam surgawi. Pintar, tak perlu ditanya lagi, secara Klannya adalah Dewa pengetahuan.
Hidup abadi, cantik, pintar, tinggal dialam surgawi yang semua serba indah dan ada, tentu menjadi anugerah diingini banyak manusia.
Tapi akibat ia menolak lamaran Dewa neraka untuk menjadikannya selir, Hong Zhi Shi dijatuhi hukuman. Ia akan menjalani hidup dialam dunia fana dalam tiga kali masa kehidupan.
Ada banyak misi yang harus ia emban, salah satunya mendapatkan cinta tulus dari seorang pria yang juga ia cintai. Karena hanya dengan itu, Hong Zhi Shi akan kembali bisa hidup dialam surgawi setelah kematiannya didunia fana.
Entah dikehidupan yang keberapa cinta itu akan ia dapatkan, pasalnya sudah enam kehidupan sudha ia jalani. Sekarang dimasa ini, adalah kehidupannya yang ketujuh.
Bagaimana kisah Hong Zhi Shi dikehidupan ketujuh ini..?
Mari ikuti kisahnya..!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Datu Zahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Membangun
Rumah Jang Bing mulai didirikan hari ini. Bilik mandi dibuat berdekatan dengan sumur dan tempat mencuci pakaian. Sedangkan kakus dibuat jauh dibagian pojok pekarang belakang.
Pada masa ini sudah mengenal WC, tidak lagi yang membuang kotoran disembarang tempat atau sungai. (WC jongkok cemplung)
Jang Bing membuat hunian tipe 60 dengan tiga kamar, dapur yang menyambung dengan ruang makan, ruang tamu, dan satu gudang pangan.
Dengan dibantu tiga buruh bangunan, Bai Fang, Jang Lei, Wang Chun dan Bai Heng. Diharapkan rumah itu akan cepat rampung.
Untuk pondasi menggunakan batu, direkatkan dengan tanah liat dicampur dengan jerami padi dan gandum, yang sebelumnya sudah dicincang halus.
Karena nantinya dinding rumah bukan menggunakan papan tapi bambu utuh.
Jadi Jang Mei, Su Zihan dan istri Bai Fang (nyonya Bai), bertugas menganyam bambu untuk dijadikan lapisan bagian luar dan dalam.
Sedangkan Yu Lan memasak dan dua putranya menjaga Jang Yin Hua bersama putri Bai Qin, putri dari Bai Fang yang berusia empat tahun.
Bagian pekarangan belakang, akan dipagari keliling dengan kayu gelondongan sebesar lengan lelaki dewasa setinggi lima meter. Dan supaya lebih kokoh, akan Jang Bing double dengan bambu utuh.
Agar kegiatan dihalaman belakang tidak akan kelihatan oleh orang luar. Itu juga mencegah adanya pencuri atau orang jahat yang berniat mengintip.
Sementara untuk pagar depan dibuat dengan menggunakan bahan yang dipakai untuk pondasi rumah setinggi pinggang orang dewasa.
Kabar mengenai Jang Bing yang membeli tanah didesa Sing-ji serta mulai mendirikan hunian, akhir sampai ketelinga keluarga Hong. Tentu itu mengundang reaksi murka dan iri dengki dari mereka.
Kebetulan hari ini putri keempat Hong Jia dan suaminya Ming Zhe, sedang berkunjung kesana.
"Dari mana dia mendapatkan koin untuk membeli tanah dan membangun rumah..?" tanya geram tuan Hong.
"Jangan-jangan selama ini dia sudah bermain curang kepada kita..?" sahut Putra kedua.
"Bermain curang bagaimana..?" tanya nyonya Hong.
"Bisa saja dia menyembunyikan sebagian hasil panen lalu menjualnya secara diam-diam." sahut Chong Xi.
"Pantas saja berani pergi dari rumah ini, ternyata dia menyembunyikan banyak koin perak." sambar istri Chong Xi.
Tuan dan nyonya Hong meremas tumpuan tangan kursi dengan erat. Netra keduanya menggelap, terhunus nyalang memancarkan kebencian.
"Berani-beraninya dia mencuri dari rumahku." ucap tuan Hong.
Hong Jia dan Ming Zhe memutar bola mata jengah. Keluarganya ini sama sekali tidak juga berubah dari dulu.
"Kalian itu selalu berprasangka buruk. Kakak ketiga mendapatkan koin dari paman Lei. Beliau juga membeli tanah dan lahan didesa itu." beritahu putri keempat Hong Jia.
"Dia itu hanya seorang prajurit biasa, mana mungkin bisa mempunyai koin sebanyak itu. Aku tahu berapa gaji prajurit." sahut Chong Lu.
"Apa kakak tahu sekarang jabatan paman Lei apa..?" tanya sengit Hong Jia dan tidak bisa dijawab oleh Chong Lu.
"Apa kakak juga tahu selama ini gaji paman Lei digunakan untuk apa..?" tanya Hong Jia lagi.
"Perlu kakak pertama ketahui, paman Lei sejak lima tahun lalu naik pangkat menjadi komandan berkuda." ucap gamblang putri keempat dengan dagu terangkat tinggi.
"Apa...!" pekik tiga pasang suami istri.
"Bagaimana bisa orang miskin rendahan seperti dia menjadi komandan..?" tanya menghina nyonya Hong.
Ming Zhe menghela nafas "ibu, dalam kemiliteran yang dilihat bukan status dan kekayaan. Tapi kemampuan, kejujuran serta keberanian. Aku rasa dalam pekerjaan apa pun juga seperti itu."
"Kenapa kau tidak memberitahu kami..?" tunjuk tuan Hong.
Dahi Ming Zhe mengkerut kasar. Matanya memicing, memandang aneh pada sang mertua.
"Untuk apa ayah..?" tanya Ming Zhe.
Tuan Hong membisu.
Ya, untuk apa juga Ming Zhe memberi tahu soal itu, toh selama ini ia tidak pernah menganggap Jang Lei ada. Bahkan perlakuannya saja tidak pernah ramah jika Jang Lei mengunjungi Jang Mei.
Putri keempat Hong Jia satu-satunya keturunan Hong yang baik dan dekat dengan Jang Mei, Jang Bing dan Yu Lan.
Yang lebih banyak mengurus Hong Jia juga adalah Jang Mei. Memperhatikan waktu makan, baju dan juga kesehatannya. Jika wanita itu sakit, Jang Mei lah yang akan menjadi orang pertama dalam merawat dan menjaganya setiap waktu.
Jang Mei pula yang mengajari Hong Jia memasak, menyulam, menjahit dan membersihkan rumah.
Makanya saat Hong Jia menikah, wanita itu sudah tidak kaget dengan pekerjaan rumah tangga. Bahkan ia menjadi menantu paling disayang oleh orangtua Ming Zhe, karena rajin, pandai memasak dan berbudi luhur.
Meski Hong Jia kerap dimarahi atau kadang dipukul, setelah bermain menghabiskan waktu bersama dengan Jang Mei dan kedua adiknya. Tapi Hong Jia tidak pernah berniat menjauhi mereka.
Terlebih setelah menikah dan suaminya juga bersahabat dengan pamannya, hubungan mereka makin dekat saja.
"Ini tidak bisa dibiarkan, mereka tidak boleh melampaui keluarga kita." gumam nyonya Hong.
"Sebenarnya masalah ibu itu apa..? Kenapa selalu membenci mereka..?" tanya kecewa Hong Jia.
"Kau tidak tahu apa-apa, jadi diam saja." sengit nyonya Hong.
"Justru karena aku tahu semua, makanya aku bertanya. Ibu selir tidak pernah jahat, begitu juga dengan adik kelima dan keenam. Mereka selalu diam saja setiap kali diperlakukan semena-mena dirumah ini. Apa lagi yang ibu mau..?" ucap Hong Jia dengan suara bergetar.
"Jangan menjadi anak yang tidak berbakti. Apa kau mau mengikuti jejak orang tidak berguna itu..?" kata nyonya Hong dengan suara sedikit meninggi dan mata melotot.
Ming Zhe meraih telapak tangan sang istri, saat wanita itu akan membuka bibir untuk membalas perkataan sang ibu mertua.
Ming Zhe menggeleng perlahan, lalu beralih menatap kedua mertuanya secara bergantian. Ia kemudian berdiri begitu juga dengan sang istri.
"Ayah, ibu..! kami pamit dulu, masih ada tempat yang harus kami kunjungi." ucap sopan Ming Zhe.
"Kakak, kakak ipar..! Kami pamit." sambungnya, menundukkan kepala tanda hormat lalu keluar dari ruangan itu. Mengabaikan teriakan amarah dan makian dari nyonya Hong.
Keduanya kini akan menuju kedesa Sing-ji.
Ming Zhe berasal dari desa Jai-gu. dua puluh menit dengan menggunkan gerobak kuda kekota Guizhou, dan empat puluh menit kedesa Sing-ji.
Mereka tiba dirumah Wang Chun bertepatan dengan jam makan siang. Jadi keduanya pun langsung ikut bergabung.
Setelah itu Ming Zhe ikut membantu mendirikan rumah kakak iparnya, sedangkan Hong Jia menimang bayi Jang Yin Hua.
IBUKOTA TAMING
trusss semangat ya thorrr💪💪💪