NovelToon NovelToon
JEDA

JEDA

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / CEO / Romansa
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Wiji

Nathan mengira ia hanya mengambil jeda, sedikit waktu untuk dirinya sendiri, untuk menyusun ulang hidup yang mulai tak terkendali.
Kayla mengira ia ditinggalkan. Lagi-lagi diabaikan, disisihkan di antara tumpukan prioritas kekasihnya.

Saat jarak berubah jadi luka dan diam jadi pengabaian, cinta yang semula kokoh mulai goyah.
Tapi cinta tak selamanya sabar.
Dan Nathan harus bertanya pada dirinya sendiri.
Masih adakah yang bisa ia perjuangkan saat semuanya nyaris terlambat?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wiji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31

Kayla menunduk pelan, menatap lantai di antara mereka. Ujung jarinya gemetar, tapi suaranya tetap tenang. "Kamu tahu, Nath… selama ini aku selalu mikir, asal kita saling cinta, semuanya bisa disembuhin. Tapi ternyata nggak segampang itu."

Nathan menatapnya tanpa suara. Matanya memerah, tapi bukan karena marah. Ia tampak seperti seseorang yang baru sadar betapa besar hal yang ia biarkan pergi.

"Aku cuma… nggak mau kamu khawatir, aku nggak mau bikin kamu kecewa, aku takut kehilangan kamu," akhirnya ia berucap, pelan. "Aku pengin nyelesain dulu semuanya, baru ngomong ke kamu. Aku pikir itu cara yang paling… dewasa."

Kayla tersenyum miring, getir. "Dewasa versi kamu, Nath. Selalu kamu. Dan cara kamu nyembunyiin ini justru bikin kamu kehilangan aku."

Nathan ingin mendekat, tapi langkahnya tertahan. Ada sesuatu di wajah Kayla yang membuatnya sadar  bahwa tidak semua luka bisa diperbaiki dengan permintaan maaf.

"Aku nggak marah kamu mau ke Kanada," katanya lirih. "Aku cuma kecewa karena kamu nggak percaya aku cukup kuat buat tahu. Aku gagal menjadi orang yang tahu soal kamu."

Suasana jadi makin senyap. Dari luar, suara langkah orang melewati lorong apartemen terdengar samar, disertai gemerisik angin dari jendela terbuka. Tapi di antara mereka, waktu seolah berhenti.

Nathan akhirnya berkata, "Aku takut, Kay. Takut kamu pergi duluan sebelum aku sempat bilang. Takut kamu berhenti percaya kalau kita bisa bertahan."

"Dan dengan nyembunyiin semuanya, kamu pikir aku bakal tetap percaya?"

Pertanyaan itu sederhana, tapi menikam. Nathan terdiam. Untuk pertama kalinya, ia tidak punya jawaban.

Kayla menghela napas panjang. "Kadang aku pengin kamu tahu… aku juga capek nunggu kamu terbuka. Capek nebak-nebak isi kepala kamu yang nggak pernah aku ngerti. Aku pengin dicintai tanpa harus mikir keras."

Nathan menunduk. Jemarinya yang tadi menggenggam jemarkli Kayla kini gemetar.

Kayla menatap Nathan lama. Tatapan itu tidak lagi penuh amarah, justru terlalu lembut untuk disebut benci. Tapi di balik kelembutan itu, ada keputusan yang sudah bulat.

"Nath…" suaranya lirih, hampir seperti bisikan. "Aku nggak bisa lanjut kayak gini."

Nathan mengangkat wajahnya cepat, matanya membulat. "Jangan bilang gitu, Kay. Kita bisa benerin ini, aku janji. Aku bakal—"

"Udah cukup, Nath."

Nada suaranya pelan, tapi tegas. "Setiap kali kamu janji, aku selalu percaya. Tapi tiap kali juga, aku yang ngerasain kecewanya sendirian."

Nathan menggeleng pelan, matanya mulai berkaca. "Aku masih cinta sama kamu. Aku nggak mau kehilangan kamu."

Kayla tersenyum samar, meski air matanya jatuh di saat yang sama. "Aku tahu. Tapi cinta doang nggak cukup, Nath. Nggak pernah cukup."

Nathan melangkah selangkah ke depan, nyaris memohon. "Kasih aku satu kesempatan lagi, Kay. Sekali aja."

Kayla memandangnya lama. Ada kilatan ragu di matanya — bukan karena ia tak lagi mencintai, tapi karena ia tahu, jika ia tetap di situ, semuanya hanya akan mengulang luka yang sama.

Ia menggeleng pelan, menatap Nathan dengan mata yang basah tapi jujur.

"Kesempatan terakhir itu udah kamu pake waktu kamu milih diam."

Nathan terpaku. Kalimat itu sederhana, tapi terasa seperti pisau yang menembus perlahan. Ia mencoba bicara, tapi suaranya tidak keluar. Hanya dada yang terasa perih, dan napas yang tiba-tiba berat.

Kayla melangkah mundur, jaraknya kini hanya sejauh pintu yang belum tertutup. "Aku sayang kamu, Nath. Tapi kali ini, aku harus sayang diri aku dulu."

Ia menatap Nathan sekali lagi, cukup lama untuk meninggalkan bekas, tapi tidak cukup untuk membatalkan keputusan. Lalu pintu tertutup perlahan. Tanpa bentakan, tanpa salam perpisahan. Hanya suara engsel yang berderit dan mengunci semuanya di belakang.

Nathan berdiri di sana, diam. Dingin menelusup ke kulitnya, tapi yang lebih dingin adalah kesadaran bahwa kali ini… tidak akan ada yang menunggu di balik pintu.

Nathan masih berdiri di depan pintu yang kini tertutup rapat. Suara kunci di balik sana terdengar samar, tapi cukup untuk membuat sesuatu di dalam dirinya runtuh pelan-pelan. Udara pagi yang tadinya terasa sejuk kini berubah dingin, menusuk kulit, menembus ke dada yang terasa kosong. Ia tidak bergerak. Tidak mundur, tidak pergi. Seolah tubuhnya menolak menerima kenyataan bahwa semua sudah selesai.

Air matanya jatuh perlahan, tanpa isak. Satu, dua, lalu hilang di garis rahangnya. Ia mengangkat wajah sedikit, tapi pandangannya kosong. Napasnya berat, seperti setiap tarikan udara terasa menyesakkan.

Dalam diam itu, otaknya memutar ulang semua hal yang kini terasa jauh.

Ia sadar sekarang, betapa selama ini Kayla lebih banyak mencintai daripada dicintai.

Ia yang terlalu sibuk membuktikan bahwa dirinya bisa, tapi lupa kalau dalam setiap “bisa” itu ada seseorang yang selalu mendorong dari belakang dan sekarang, orang itu sudah pergi.

Nathan menatap ke bawah. Jemarinya yang tadi sempat menggenggam tangan Kayla kini terasa hampa.

"Kay, tolong jangan gini. Aku minta maaf. Tolong Kay, buka  pintu untuk kali ini aja. Kali ini aja, Kay. Aku pengen peluk kamu."

Nathan mengangkat tangannya pelan, mengetuk pintu itu dengan gemetar.

Sekali. Dua kali. Lalu tiga kali, tapi tak ada jawaban.

Yang terdengar hanya gema ketukan yang memantul di lorong sepi itu, seperti ejekan kecil dari ruang yang kini memisahkan mereka.

"Kay…" suaranya serak, nyaris tak terdengar. "Tolong buka pintunya.  Aku janji akan pergi setelah ini." Ia menunggu. Tak ada gerakan dari balik pintu.

Suara detak jam di dinding apartemen sebelah terasa lebih keras dari napasnya sendiri.

Nathan mengetuk lagi, kali ini sedikit lebih keras, suaranya mulai pecah.

"Kayla, aku minta maaf. Aku tahu aku salah. Aku tahu semua ini salahku. Tapi jangan tutup pintu kayak gini, tolong…"

Tidak ada jawaban.

Hanya keheningan.

Dan di antara keheningan itu, ada suara kecil yang terdengar dari balik kayu, sesuatu yang hampir tak kentara: isakan tertahan.

Nathan menunduk, keningnya bersandar di pintu.

Air mata jatuh satu per satu, membasahi lantai dingin di bawahnya. Tubuhnya akhirnya menyerah, melorot perlahan hingga ia duduk bersandar di depan pintu itu, tempat terakhir yang masih bisa ia rasa dekat dengan Kayla.

"Maafin aku, Kay…" suaranya pecah. "Aku beneran nggak tahu gimana caranya tanpa kamu."

Di balik pintu, Kayla duduk dengan posisi yang sama. Lututnya ia tarik ke dada, kedua tangannya melingkar erat seolah berusaha menahan seluruh dunia agar tidak runtuh bersamaan.

Air matanya jatuh tanpa bisa dikendalikan. Ia bisa dengar setiap tarikan napas Nathan. Setiap lirih permintaan maaf. Dan setiap kali Nathan berucap namanya, hatinya serasa diremas.

Tapi ia tahu, kalau ia buka pintu itu sekarang, semua luka akan mulai dari awal lagi. Mereka akan menangis, berpelukan, berjanji… lalu saling menyakiti lagi. Dan Kayla sudah tidak sanggup.

Ia menutup mulutnya, berusaha menahan suara tangis yang nyaris pecah. Namun suara dari luar tetap menembusnya: Nathan masih di sana. Masih memohon. Masih berharap.

Waktu berjalan lambat. Tidak ada yang bicara lagi.

Hanya dua orang yang duduk di sisi berbeda dari pintu yang sama. Saling merindukan, saling mencintai, tapi tak bisa saling memeluk.

Dan di antara jarak yang setipis kayu itu, mereka sama-sama tahu…kadang cinta tidak berakhir karena hilang, tapi karena terlalu sering diabaikan hingga tak punya tempat untuk pulang lagi.

1
Paradina
Lanjut kakak, seru setiap bab
no name: Terima kasih, kak. tiap hari up kok, meskipun cuma 1. hehe.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!