Xander tubuh dengan dendam setelah kematian ibunya yang di sebabkan kelalain sang penguasa. Diam-diam ia bertekat untuk menuntut balas, sekaligus melindungi kaum bawah untuk di tindas. Di balik sikap tenangnya, Xander menjalani kehidupan ganda: menjadi penolong bagi mereka yang lemah, sekaligus menyusun langkah untuk menjatuhkan sang penguasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Jmn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saatnya Membalas
~Lima Tahun Berlalu~
Keringat menetes deras dari pelipis Xander, membasahi lantai kayu yang sudah dipenuhi bercak peluh. Nafasnya memburu, tapi matanya tetap tajam menatap sasaran di hadapannya.
Duar!
Tinju kanannya menghantam samsak keras, membuat rantainya bergoyang dan menimbulkan suara berderak. Tangan kirinya menyusul cepat, lalu satu kombinasi pukulan beruntun dilepaskan tanpa henti.
Setiap hantaman bukan sekedar latihan, ada amarah yang dituangkan, ada luka yang dilampiaskan. Dadanya naik turun, namun ia terus memukul, seakan rasa sakit di kepalanya lebih ringan dibandingkan rasa perih di dalam hati.
"Xander..."
Tinju Xander terhenti di udara. Nafasnya tersengal, peluh mengalir di wajah. Ia menoleh ke arah adit, staf gym yang sudah di anggap saudara.
"Ada apa?" tanyanya datar.
Adit melangkah mendekat sambil tersenyum tipis. "Santai, bro. Gue cuman mau kasih tahu, bentar lagi tempatnya mau tutup.
Xander mengangguk singkat. "Hmm... Gue paham."
Ia kembali menyalurkan tenaganya ke samsak, setiap pukulan terdengar berat dan penuh emosi.
Adit hanya menatapnya lama, seakan bisa membaca beban di balik tinjuan sahabatnya itu. Perlahan ia duduk di bangku, menyalakan televisi untuk menemani waktu sebelum akhirnya gym benar-benar di tutup.
Breaking News
Mayat seorang pria ditemukan di jalan sepi. Tubuhnya kaku, dengan bekas cekikan jelas di leher. Warga sekitar yang pertama kali melihatnya langsung melapor pada pihak berwajib. Setelah penyelidikan singkat, identitas korban terungkap. Ia adalah Antonio, supir pribadi dari seorang pengusaha ternama–Arya Kurniawan. Penemuan ini menimbulkan tanda tanya besar. Bagaimana mungkin seorang supir yang dikenal setia bisa berakhir tragis di jalan yang sunyi tanpa seorang pun saksi?
"Astaga... Bukankah itu supir pribadi Pak Arya kurniawan, pengusaha sukses itu?" gumam Adit, menatap serius ke layar berita malam yang sedang menayangkan peristiwa tragis tersebut.
Xander yang semula sibuk dengan pukulannya langsung menghentikan gerakan. Ia menoleh, pandangannya kosong menatap layar televisi. Wajahnya tetap datar, tapi sorot matanya mengisyaratkan yang sulit di tebak.
Kamera wartawan berjejer rapi di halaman rumah mewah itu. Kilatan kamera meledak bertubi-tubi, pertanyaan wartawan menghujani dengan serius. Di tengah kerumunan, Arya Kurniawan berdiri dengan wajah muram, jas hitamnya rapi, namun sorot matanya redup.
"Pak Arya, dimana bapak saat kejadian berlangsung?" tanya salah satu wartawan, mikrofon mikrofon kearahnya.
Arya menarik napas panjang, lalu menjawab dengan suara berat.
"Kemarin saya berada di luar negri. Saya baru tahu berita pagi tadi dan saya langsung pulang."
Para wartawan saling pandang, suasana makin hening. Arya melanjutkan dengan nada pelan, namun penuh tekanan.
"Sebelumnya, almarhum memang izin untuk menjenguk keluarganya. Saya sama sekali tidak menyangka, kepergiannya justru berakhir tragis seperti ini."
Wajah Arya terlihat sendu, matanya berkaca-kaca seolah menahan duka.
"Akhirnya muncul juga kau..." gumam Xander dalam hati. Kedua tangannya terkepal kuat, matanya menatap tajam ke arah layar televisi yang menampilkan sosok Arya Kurniawan–pengusaha sukses yang selama ini dia benci.
Ia turun dari ring tinju dengan langkah berat, seolah menahan amarah yang sudah membuncah di dadanya. Dengan cepat Xander meraih tasnya yang dari dalam loker, wajahnya tetap dingin tanpa ekspresi.
"Gue balik'" ucapnya singkat pada Adit.
"Hmm..." Adit hanya berdehem tanpa menoleh. Pandangannya masih terpaku pada berita, sementara di belakangnya Xander sudah melangkah pergi, meninggalkan jejak tekad yang semakin kuat untuk menuntaskan dendamnya.
•••
Di dalam rumah yang sederhana, suasana nampak begitu sunyi. Hanya cahaya redup dari sebuah lampu meja yang menemani Xander malam ini. Ia duduk tegak di depan meja kayu, di mana beberapa tumpukan buku tersusun rapi, seolah menjadi saksi bisu kegiatannya.
Jemari lelaki itu bergerak lincah di atas papan keyboard, dentingan tuts terdengar teratur di tengah kesunyian. Tatapannya tajam menembus layar laptop, seakan sedang membaca sesuatu yang hanya ia sendiri yang memahami.
Beberapa saat kemudian, sudut bibirnya perlahan terangkat, menampilkan sebuah senyum tipis penuh misteri.
"Ini saatmu..." bisiknya lirih, nyaris seperti ancaman yang ditunjukan entah untuk siapa.
Angin malam masuk melalui celah jendela, membuat tirat tipis bergoyang pelan. Malam terasa kian mencengkam, suasana ikut menyimpan rahasia yang di sembunyikan Xander.