NovelToon NovelToon
If I Life Again

If I Life Again

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Mafia / CEO / Time Travel / Fantasi Wanita
Popularitas:904
Nilai: 5
Nama Author: Ws. Glo

Apakah kamu pernah mengalami hal terburuk hingga membuatmu ingin sekali memutar-balik waktu? Jika kamu diberikan kesempatan kedua untuk hidup kembali di masa lalu setelah sempat di sapa oleh maut, apa yang akan kamu lakukan terlebih dahulu?

Wislay Antika sangat mengidolakan Gustro anggota boy band terkenal di negaranya, bernama BLUE. Moment dimana ia akhirnya bisa datang ke konser idolanya tersebut setelah mati-matian menabung, ternyata menjadi hari yang paling membuatnya hancur.

Wislay mendapat kabar bahwa ibunya yang berada di kampung halaman, tiba-tiba meninggal dunia. Sementara di hari yang sama, konser BLUE mendadak dibatalkan karena Gustro mengalami kecelakaan tragis di perjalanan saat menuju tempat konser dilaksanakan, hingga ia pun meregang nyawanya!

Wislay yang dihantam bertubi-tubi oleh kabar mencengangkan itu pun, memilih untuk mengakhiri hidup dengan melompat dari gedung. Namun yang terjadi justru diluar dugaannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ws. Glo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

IILA 01

Bandara malam itu terasa lebih dingin dari biasanya. Angin menusuk tulang, menyatu dengan rasa kehilangan yang menggantung berat di dada Wislay.

Ia duduk bersama Adi di ruang tunggu, menatap papan keberangkatan yang menyala-nyala dengan informasi pesawat pulang ke kampung halaman mereka. Michelle telah membelikan dua tiket tercepat yang tersedia dan mengantar mereka sejauh pintu keberangkatan. Namun sejak mereka tiba di bandara, Wislay hampir tak bicara sepatah kata pun.

Adi duduk di sampingnya, matanya sembab dan linglung. "Kak... kamu nggak apa-apa, kan?" tanyanya lirih, seolah pertanyaan itu sendiri pun menyesakkan.

Wislay hanya mengangguk tanpa suara. Ia tidak tahu lagi bagaimana menggambarkan perasaannya. Hancur? Sudah lewat. Kosong? Terlalu dalam. Ia merasa seperti lubang hitam berjalan.

Setelah sepuluh menit, Wislay berdiri. "Tunggu di sini, ya. Aku... aku mau cari angin sebentar."

Adi menatapnya dengan heran. "Mau ke mana, Kak? Ini udah malam banget."

"Nggak jauh. Dekat-dekat sini aja. Aku cuma butuh... waktu sebentar."

Tanpa menunggu jawaban, Wislay melangkah keluar dari area terminal. Matanya kosong, langkahnya ringan seolah tubuhnya tidak berbobot. Tak jauh dari bandara, berdiri sebuah hotel bertingkat delapan, dengan akses rooftop yang tak terlalu diawasi. Ia menemukan keberadaan hotel tersebut saat perjalan menuju terminal tujuan mereka.

Dengan langkah pelan namun pasti, ia menyeberang jalan dan masuk ke lobi hotel. Tidak ada yang memperhatikan. Tidak ada yang curiga. Tidak ada yang tahu bahwa malam ini, seorang gadis sedang menggendong duka yang terlalu berat untuk dipikul manusia.

Tangga darurat menjadi pilihannya. Ia mendaki satu per satu anak tangga hingga sampai ke lantai delapan. Nafasnya terengah, tapi bukan karena lelah, melainkan karena emosi yang menyesakkan.

Saat ia tiba di rooftop, kota terbentang luas di hadapannya. Lampu-lampu kendaraan terlihat seperti bintang-bintang yang jatuh dari langit. Suara pesawat dari kejauhan menjadi latar sunyi yang menakutkan.

Wislay berdiri di tepi atap. Angin malam menyapu rambutnya yang kusut. Pikirannya kacau. Matanya sembab. Namun yang paling mencolok adalah ketenangan aneh yang menyelimuti dirinya.

"Entah kesialan macam apa yang tengah menimpaku ini. Rasanya amat sakit dan memuakkan. Mama... Gustro... kalian pergi di hari yang sama..." ucapnya dengan suara parau. "Kenapa? Kenapa harus sekarang? Kenapa harus bersamaan?"

Angin malam menjawab dengan keheningan.

"Aku udah nggak punya apa-apa lagi."

Air matanya jatuh lagi. Tapi ia tak menyekanya. Ia hanya berdiri di sana, menghadap gelap malam, mencoba menerima satu kenyataan pahit yang tidak bisa diterima.

"Mama... aku belum sempat minta maaf atas semua kata-kata menyesakkan dan kebohongan-kebohongan kecil yang telah aku lakukan.. aku bahkan nggak ngelihat wajah Mama untuk terakhir kalinya."

Langkahnya maju satu sentimeter.

"Dan Gustro... kamu adalah alasan aku bertahan. Lagu-lagumu bikin aku tersenyum di saat dunia membenciku. Senyumanmu serta tingkahmu bagai terang dalam gelapku. Kamu penyemangatku waktu semua terasa berat. Tapi, kamu juga malah pergi begitu saja. Padahal... Hiks, padahal aku sudah susah payah menabung mati-matian demi melihatmu bersinar secara langsung di atas panggung."

Langkahnya maju lagi. Satu kaki kini menggantung di ujung atap.

"Untuk apa aku hidup kalau semua yang aku cintai udah pergi?"

Satu tarikan napas dalam. Mata tertutup.

"Kalau memang hidupku harus berakhir sekarang... biarlah... Tapi..."

Air matanya jatuh.

"Kalau aku bisa hidup sekali lagi... kalau aku bisa kembali ke waktu sebelum semua ini terjadi... aku janji... aku akan selamatkan Mama... aku akan selamatkan kamu, Gustro... Dengan cara apa pun... Aku bersumpah!"

Dan dalam bisikan yang lirih, Wislay membiarkan tubuhnya terhempas ke udara. Meluncur ke bawah menuju kematian, pikirnya.

Atau mungkin... Malah sebaliknya? Misalnya seperti kesempatan kedua? Tidak ada yang tahu bahwa betapa misteriusnya dunia tempat kita tinggal. Sebab terkadang, apa yang kita kira mustahil... Nyatanya tidak sama sekali.

...****************...

...****************...

Gelap.

Hening.

Tidak ada rasa sakit. Tidak ada suara benturan. Tidak ada akhir seperti yang ia bayangkan. Hanya kekosongan, lalu perlahan—cahaya.

Wislay membuka matanya dengan lambat. Pandangannya buram, cahaya matahari yang menyusup lewat jendela tipis terasa menyilaukan. Aroma khas kayu tua bercampur wangi kapur barus menyapa hidungnya. Ia mengenal aroma itu.

Dengan panik, ia terduduk. Matanya membelalak ke sekeliling. Ini... kamarnya. Kamar kecil di rumah tua mereka di kampung halaman. Tirai biru dengan motif bulan-bintang. Lemari usang peninggalan almarhum kakek.

"Apa... ini mimpi?"

Ia menampar pipinya sendiri. Sekali. Dua kali. Perih. Tapi nyata.

"Aku... aku di rumah? Aku hidup?" Wislay menatap kedua tangannya yang gemetar lalu meraba-raba sekujur tubuhnya. Lengkap tanpa ada yang lecet atau terluka. Jantungnya berdegup kencang. Ia bangkit dari ranjang, membuka pintu kamar dan berlari ke ruang tengah.

Masih sama. Meja kayu bundar di sudut, toples kerupuk di atasnya. Gorden kuning pucat yang bergoyang ditiup angin.

Tanpa pikir panjang, Wislay berlari keluar rumah. Matanya menelusuri setiap sudut halaman yang ia rindukan. Lalu matanya menangkap dua sosok di teras.

"Mama... Bapak...?"

Ibunya duduk di kursi bambu, mengenakan daster kuning sambil menopang seekor anak anjing bernama Turbo, tertawa kecil saat mendengar Ayahnya yang sedang menceritakan kisah lawas. Ibunya... Hidup. Dan dia ada di sana.

Wislay tersentak. Bibirnya bergetar. Air mata jatuh tanpa bisa ditahan. Dengan langkah tergesa, ia berlari ke arah mereka dan langsung memeluk keduanya dengan erat.

Takk.... Takkk... Takk.

"Ma... Pak..." isaknya. "Aku... Hiks... aku kangen..."

Ibu dan ayahnya tampak terkejut.

"Astaga, Lay! Ada apa ini? Kamu kenapa nangis begini?" tanya ibunya panik, mencoba melepaskan pelukan putrinya agar bisa melihat wajahnya.

Wislay tak bisa menjawab. Ia hanya menggeleng sambil menangis, memeluk erat tubuh kedua orangtuanya, seolah takut mereka menghilang jika dilepaskan.

Ayahnya tertawa kecil. "Apa kamu mimpi buruk?"

Ibunya mengerutkan dahi, lalu menatap wajah Wislay yang penuh air mata. Kemudian, dengan nada bercanda yang khas, ia berkata, "Jangan-jangan kamu berubah pikiran ya? Kamu nggak jadi berangkat ke kota buat kuliah, besok? Makanya nangis sesenggukan begini?"

Wislay terdiam. Perlahan, kalimat ibunya itu menyatu dalam pikirannya.

'Kuliah... Besok...?'

Matanya melotot. Ia segera melihat ke arah kalender tua yang tergantung di dinding luar rumah. Tangannya gemetar saat membaca tanggal.

Lima tahun yang lalu.

Tepat... Lima tahun sebelum Gustro meninggal. Lima tahun sebelum Mama pergi. Serta lima tahun ketika usianya masih 19 tahun.

"Aku... beneran kembali... Aku beneran kembali ke masa lalu...!"

"Karena sudah begini, aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang telah dianugerahkan oleh sang Kuasa. Aku harus mengubah hidupku menjadi lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Aku akan membebaskan mama dari belenggu beban hidup yang berat, lalu menyelamatkan Gustro juga mama dari kematian!"

Di tengah haru, Wislay tersenyum di balik tangisnya. Kali ini, ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan.

"Ma.. Aku janji, kali ini tidak akan membuat mama, bapak dan kedua adikku kecewa apalagi bersedih. Aku pastikan bahwa ke depan bakal penuh kebahagiaan."

"Begitupun denganmu, Gustro. Tunggu aku di kota. Sebentar lagi aku datang. Melindungi dan menjagamu, agar terhindar dari segala musibah."

~

1
Anonymous
ceritanya keren ih .....bagus/Bye-Bye/
Y A D O N G 🐳: Makasih lohh🥰
total 1 replies
😘cha cchy 💞
kak visual x dong juga. ..👉👈😩
😘cha cchy 💞
ini tentang lizkook kan...??
😘cha cchy 💞
kak kalo bisa ada fotonya kak biar gampang ber imajinasi...😁
😘cha cchy 💞: minta foto visual x juga nanti kak..😁🙏🙏
harus lizkook ya KK..😅😃
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!