Azura Eliyena, seorang anak tiri terbuang. Ibu dan Ayahnya bercerai saat usia Azura masih tiga tahun. Bukan karena ekonomi, melainkan karena Ibunya tak sudi lagi bersama Ayahnya yang lumpuh. Ibunya tega meninggalkan mereka demi pria lain, hidup mewah di keluarga suami barunya. Menginjak remaja, Azura nekat kabur dari rumah untuk menemui Ibunya. Berharap Ibunya telah berubah, namun dirinya justru tak dianggap anak lagi. Azura dibuang oleh keluarga Ayah tirinya, kehadirannya tak diterima dan tak dihargai. Marah dan kecewa pada Ibunya, Azura kembali ke rumah Ayahnya. Akan tetapi, semua sudah terlambat, ia tak melihat Ayah dan saudaranya lagi. Azura sadar kini hidupnya telah jatuh ke dalam kehancuran. Setelah ia beranjak dewasa, Azura menjadi wanita cantik, baik, kuat, tangguh, dan mandiri. Hidup sendirian tak membuatnya putus asa. Ia memulai dari awal lagi tuk membalas dendam pada keluarga baru Ibunya, hingga takdir mempertemukannya dengan sepasang anak kembar yang kehilangan Ibunya. Tak disangka, anak kembar itu malah melamarnya menjadi Istri kedua Ayah mereka yang Duda, yang merupakan menantu Ayah tirinya.
“Bibi Mackel… mau nda jadi Mama baluna Jilo? Papa Jilo olangna tajil melintil lhoo… Beli helikoptel aja nda pake utang…” ~ Azelio Sayersz Raymond.
“Nama saya Azura, bukan Bibi Masker. Tapi Ayah kalian orangnya seperti apa?” ~ Azura Eliyena.
“Papa ganteng, pintel masak, pintel pukul olang jahat.” ~ Azelia Sayersz Raymond.
“Nama kalian siapa?”
“Ajila Ajilo Sales Lemon, Bibi Mackel.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11. ANAK TIRI TERBUANG MENJADI ISTRI TANGGUH DUDA KILLER
Keesokan harinya, si kembar masuk ke restoran kecil. Mereka datang tak sendirian, melainkan bersama Ayah mereka dan Hansel. Seharusnya Ayah mereka tak ikut ke dalam rencana, berbeda dengan Hansel yang memang diajak.
“Kak Jilo, gimana ini? Jila takut Papa usil Bibi Mackel,” bisik Azelia gelisah.
“Nda pellu takut, Papa pasti nda mungkin suluh Bibi Mackel pelgi. Pasti Papa nanti tekkejut lihat Bibi Mackel milip sama Mama. Ental kita minta aja Bibi Mackel itu jadi Mama pula-pula kita supaya kita ental nda tinggal di lumah Kakek Mat,” balas Azelio panjang lebar dan sedikit terengah-engah.
Ia seakan nyaris kehabisan nafas. Namun, demi tujuan mereka tercapai, mereka harus berusaha tampil baik dan sempurna. Si kembar merasa Azura yang cocok menjadi Ibu pengganti mereka sementara sampai tuntutan hak asuhnya dicabut.
Ulang tahun ke-5 mereka sudah dekat, inilah waktu yang pas menemukan Ibu pengganti untuk menghadiri pesta meriahnya yang terasa membosankan tanpa kehadiran Ibu kandungnya.
“Han,” bisik Joeson ke Hansel di sampingnya.
“Ya, Tuan?” tanya Hansel berbisik juga.
“Apa kau membawa surat yang aku minta kemarin?” tanya Joeson serius dan Hansel mengeluarkan berkas dari jasnya.
“Surat kontraknya sudah saya siapkan, Tuan.”
“Bagus, kamu memang bisa diandalkan.”
Hansel batuk-batuk kecil, ia tersanjung diberi pujian itu. Lalu, asisten itu membawa Joeson dan si kembar ke meja pesanan mereka. Joeson duduk di kursi, bersebelahan dengan si kembar. Sedangkan Hansel, ia hanya berdiri di samping Joeson.
“Papa…” panggil Azelia sambil mendongak ke Ayahnya yang selesai memesan makanan pembuka sebelum Azura datang.
“Hm, apa? Mau makan es krim sekarang?”
Kepala Azelia menggeleng cepat. “Napa Papa ikut juga? Papa nda kelja?” tanya si kembar bingung.
“Hari ini… Papa lagi malas kerja,” jawab Joeson tersenyum.
Si kembar saling melempar pandangan, mereka makin bingung. Ayah mereka terkenal gila kerjaan, dan kata “malas” tak ada di kamusnya.
“Papaaa… napa nda kelja?” tanya Azelia lagi, tak percaya.
“Halus jujul nda boleh bohong lagi, nda baik bohong lho Papa,” celetuk Azelio melipat tangan di dada. “Benal, kan, Om Cel?” tanyanya ke Hansel yang mengangguk, membenarkan.
“Ternyata kalian sudah pintar curiga ke Papa ya,” ucap Joeson tersenyum dan satu tangannya menopang dagu.
“Papa gelik-gelikna aneh, sih… men..culilaga…kan,” kata Azelio sambil mencoba mengeja kata terakhir yang baginya lumayan rumit.
“Baiklah… sebenarnya Papa ke sini…” ucap Joeson terhenti saat mendengar suara wanita menyahut di sebelahnya.
“Per-permisi…” ucap Azura gugup. Ia menggunakan gaun polos dengan panjang rok di bawah lutut. Meskipun pakaiannya dari bahan biasa, tapi gaun biru itu sangat cocok dengannya sebab si kembar cukup terpesona. Sementara Joeson, mulutnya kaku, matanya menganga dan tubuhnya menegang. Perempuan di depan mereka sungguh persis mendiang istrinya. Hanya saja plaster di pipi kirinya sedikit mengganggu. Hansel juga merasa bingung mengapa Azura memakai plaster di pipinya.
“Bibi, Bibi Mackel di supelmaket itu ya?” Tanya si kembar dan Azura mengangguk sedikit gugup sambil melirik-lirik ke arah Joeson yang tatapannya amat dingin, sedingin kutub utara.
“I-iya…” jawab Azura makin gugup dan berusaha tersenyum, walau senyumnya terlihat kaku menanggung malu.
“Woah… Bibi Mackel lupana milip sama Mama Jila.”
“Eh… maksudnya?” Kaget Azura, seluruh badannya membeku dirinya dianggap mirip seseorang.
“Sebentar… jangan-jangan nama Ibu kalian itu… Aina?” tebak Azura dan langsung si kembar menganggukkan kepala.
Sontak, Hansel menahan pundak Azura yang tiba-tiba wanita itu limbung, nyaris terjatuh.
“Bibi Mackel! Bibi Mackel napa? Bibi, belum isi pelut ya?” tanya Azelia lalu melihat Azelio yang geleng-geleng kepala. Joeson di depan mereka, keningnya sedikit berkerut karena panggilan si kembar pada Azura. ‘Bibi Mackel? Puftt.. nama yang aneh, tapi cocok juga untuknya. Dia pantas memakai itu untuk menutupi wajah oplasnya itu,’ batin Joeson masih tak terima wajah Azura mirip mendiang istrinya.
“Bibi, sini duduk dulu,” ajak Azelio menarik tangan Azura. Ia mendudukkan Azura di sebelah Ayahnya, membuat Joeson pun langsung bergeser hingga mentok ke jendela. Saking jauhnya jaraknya dari Azura, tiga orang dewasa bisa duduk di bangku kosong di tengah mereka.
Tak hanya menjaga batasan, tatapan Joeson juga berubah dari dingin menjadi tatapan curiga dan waspada. Tingkahnya jadi aneh di mata Azura. Tapi daripada itu, ia tak menyangka akan bertemu adik ipar dan dua keponakannya secepatnya ini. ‘Apa ini hanya kebetulan?’ pikir Azura masih syok.
Joeson ingin memperkenalkan dirinya, tetapi duda tampan itu mengurungkan niatnya karena si kembar lebih cepat darinya.
“Bibi Mackel… mau nda jadi Mama balu Jilo? Papa Jilo olangna tajil melintil lhoo… Beli helikoptel aja nda pake utang…” pinta Azelio Sayersz Raymond.
“Nama saya Azura, bu-bukan Bibi Masker. Tapi Ayah kalian orangnya seperti apa?” tanya Azura Eliyena, berbisik sambil melirik-lirik ke Joeson.
“Papa ganteng, pintel masak, pintel pukul olang jahat,” jawab Azelia Sayersz Raymond. Gadis mungil itu sangat antusias memuji Ayahnya membuat Joeson segera memalingkan muka ke samping, malu mendengar pujian anaknya sendiri.
“Kalau begitu, nama kalian siapa?” tanya Azura. Dalam hati, ia merasa sedih karena Aina meninggalkan anak kembar yang amat menggemaskan.
“Ajila Ajilo Sales Lemon, Bibi Mackel,” jawab si kembar kompak.
‘Eh, Sales Lemon? Dari keluarga mana?’ pikir Azura, baru kali ini mendengar nama keluarga yang aneh itu.
“Bibi… bibi gimana? Mau nda jadi isteli balu Papa…”
“Maaf ya, Bibi nggak bisa,” potong Azura cepat.
“Heh… napa nda bisa?” Tanya si kembar kecewa. Joeson yang memperhatikan, sudah memprediksi Azura pasti akan menolak. Karena tawaran itu terlalu mendadak baginya. Joeson juga tak habis pikir anak kembarnya ke restoran untuk mencarikan istri baru untuknya.
“So-soalnya…”
“Papa Jila kulang ganteng ya, Bibi?”
“Apa kulang belotot? Kulang laki?”
Uhuk…uhuk…
Joeson terbatuk-batuk, tersedak ludah sendiri. Ia sedikit kesal karena bisa-bisanya ketampanan dan fisiknya diragukan.
Hansel menyodorkan segelas air putih yang dibawa pelayan setelah hidangan mereka datang. Joeson meneguk setengah gelas air itu, namun ia kembali menyembur mendengar ucapan si kembar.
"Bibi, nikah sama Papa nda bakal lugi. Papa nda cuma pintel masak, pintal bikin dedek juga, lhoo. Ental Jila suluh Papa bikinin adek buat Bibi."
Tak hanya Joeson saja yang kaget, Azura dan Hansel juga merasakan hal yang sama, malu sedikit.
“Papa? Napa batuk-batuk? Papa abis selek sendok?”
“Makanna alus pelan-pelan, jangan bulu-bulu. Kalo mati selek, ental sapa yang lawat Jilo sama Jila?”
Bukannya dikhawatirkan, Joeson malah diomeli anak-anaknya. Mereka menggemaskan tapi juga menyebalkan.
“Puftt…” Tawa Azura diam-diam, tapi ia membuang muka cepat saat tatapan Joeson tertuju ke arahnya. Tatapan duda dua anak itu agak menakutkan dan membuatnya merinding. Tatapan matanya itu juga mengingatkan Azura pada dosennya yang killer. Mereka punya aura yang sama, dingin dan menakutkan.
‘Tapi dilihat-lihat, suami Aina ganteng, malah ganteng parah. Aina beruntung sekali punya suami dan dua anak yang lucu. Ihh… kenapa aku malah mikirin duda ini! Aku harus tenang, jangan sampai aku kepincut duda Aina. Aku nggak boleh rebut keluarga adikku sendiri!’ batin Azura menggelengkan kepala membuat si kembar mengernyit heran.
‘Lagian… tipeku yang masih perjaka, masa aku yang masih ting-ting harus nikah sama yang duda? Aku rugi banyak dong?'
______________
Nikah sama duda satu ini nggak bakalan nyesel tau…
Like, komen, subscribe, vote 🌹
pasti lucu tiap ketemu teringat tubuh polos istri nya pasti langsung on
secara dah lama ga ganti oli 😂😂😂
karena klrga joe bukan kaleng3
bapak nymshhidup dn tanggung jawab samaanaj ny, kok malah mauerevut hak asuh.
memang nyari masalah nexh siMatthuas dan Aeishta