Aluna Haryanti Wijaya, gadis lembut yang menikah demi menjaga kehormatan keluarga. Pernikahannya dengan Barra Pramudya, CEO muda pewaris keluarga besar, tampak sempurna di mata semua orang. Namun di balik janji suci itu, Aluna hanya merasakan dingin, sepi, dan luka. Sejak awal, hati Barra bukan miliknya. Cinta pria itu telah lebih dulu tertambat pada Miska adik tirinya sendiri. Gadis berwajah polos namun berhati licik, yang sejak kecil selalu ingin merebut apa pun yang dimiliki Aluna.
Setahun pernikahan, Aluna hanya menerima tatapan kosong dari suaminya. Hingga saat Miska kembali dari luar negeri, segalanya runtuh. Aluna akhirnya tahu kebenaran yang menghancurkan, cintanya hanyalah bayangan dari cinta Barra kepada Miska.
Akankah, Aluna bertahan demi cintanya. Atau pergi meninggalkan Barra demi melanjutkan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Karma itu datang sesuai perbuatannya
Dua Minggu Kemudian.
Suasana penjara terasa pengap. Miska dan Tuti dipaksa ikut gotong royong membersihkan halaman bersama para tahanan lain. Peluh bercucuran, namun lebih dari itu, tatapan sinis para tahanan membuat mereka tidak tenang. Sesekali terdengar ejekan kasar, bahkan ada yang sengaja mendorong Miska hingga hampir terjatuh ke lumpur.
“Mau sok cantik juga percuma, di sini lo cuma sampah!” bentak salah satu tahanan dengan tawa penuh hinaan.
Miska menggertakkan giginya, menahan air mata. Namun penderitaannya bertambah ketika seorang sipir pria tua yang sedang patroli mendekat. Tatapannya melekat pada tubuh Miska, penuh nafsu, perlahan ia berjalan ke arahnya, tangannya hampir meraih dagu Miska.
“Anak manis seperti kamu, bisa bikin masa tugas saya lebih menyenangkan,” gumamnya dengan suara rendah.
Miska menegang, tubuhnya bergetar hebat. “Jangan … jangan sentuh aku!” teriaknya panik. Tuti yang melihat itu menjerit, hendak melindungi putrinya. Namun sebelum tangan sipir itu benar-benar menyentuh, seorang sipir wanita muncul. Dengan keras ia menepis tangan rekan kerjanya.
“Hei! Apa yang kau lakukan?!” suaranya lantang membuat semua orang terdiam.
Sipir pria itu hanya mendengus, lalu pergi dengan wajah kesal. Miska terisak histeris, tubuhnya gemetar hebat. dia memohon pada Tuti, “Mama … aku gak kuat. Tolong … tolong bebaskan aku dari sini…”
Tuti memeluk anaknya, matanya basah. Dia tahu mental Miska sudah di ujung tanduk. Hari itu juga, Haris Yanto menerima panggilan dari kantor polisi. Dia datang dengan wajah tegang, dan di ruang kunjungan, Tuti langsung bersujud di depannya.
“Haris … kumohon. Bebaskan aku dan anak kita. Aku janji, aku tidak akan pernah mengusik Aluna lagi … aku tidak akan mendekati dia, aku tidak akan mendekati Raka. Kumohon, Haris…” suaranya lirih, penuh rasa takut.
Haris hanya terdiam, lalu akhirnya mengangguk pelan. “Aku akan coba bicara dengan Aluna.”
Di rumah, Haris benar-benar menemui putrinya. Aluna duduk di ruang tamu, wajahnya dingin meski matanya sedikit bengkak. Haris membuka percakapan dengan suara hati-hati.
“Aluna … ayah tahu kamu sakit hati. Tapi Miska dan Tuti … mereka sudah cukup menerima hukuman. Tolong, bebaskan mereka…”
Aluna tertawa getir, lalu berdiri perlahan. Tatapannya menusuk ayahnya sendiri. “Bebaskan? Ayah masih punya muka bicara tentang pembebasan?!” suaranya meninggi, gemetar karena emosi.
Dia melangkah maju, air mata menetes. “Dulu … waktu Mama menangis, memohon agar Ayah berhenti berselingkuh … apa Ayah mendengarnya? Tidak! Ayah terus menghancurkan hatinya! Dan sekarang … Mama sudah tidak ada … bunuh diri karena depresi! Semua karena kalian!!!”
Tangis histeris pecah dari bibir Aluna. Ia memukul dadanya sendiri, seakan ingin melampiaskan seluruh sakit yang selama ini terkubur. “Aku tidak akan pernah membebaskan dua manusia itu, Ayah! Tidak sebelum rasa sakitku … hilang!”
Dia lalu berbalik hendak pergi. Haris mencoba menahan lengannya, “Aluna...”
Namun langkah Haris terhenti saat Taka muncul dari arah pintu, menggendong Raka yang masih dengan perban tipis di kepalanya. Tatapan Taka tajam, seakan memberi peringatan. Haris melepaskan tangannya, terdiam.
Taka melangkah mendekat, berdiri di samping istrinya. Aluna menggenggam tangan Taka erat, seakan menemukan kekuatannya kembali. Dengan tegar, ia berjalan pergi bersama suami dan anaknya, meninggalkan Haris dalam keputusasaan. Namun, Aluna menghentikan langkahnya.
"Setahun aku hidup dengan Barra. Apa pernah ayah sekali saja membelaku? Meminta Miska untuk menjauhi, Barra? Padahal ayah sendiri tahu Barra itu suamiku, ipar Miska. tetapi, ayah tak pernah memihak padaku!" kata kata itu menyadari Haris dari semua kesalahan yang pernah dia buat. Pegangan Taka pada Aluna semakin erat, dia membawa Aluna pergi dari sana.
penyesalan memang dtang belakangan kalau didepan namanya pendaftaran🤣🤣🤣
Kamu sdh sadar kesalahanmu,maka kamu jga berhak bahagia Bara, bkn dngn Aluna tapi dngn orng lain,,,,
Dan andaikata Aluna menerima permintaan Taka supaya dia kembali lgi sm Barra ,"Yaaa,,,Terrlaaaluuu!!,,,,kasian Taka donk!! 😭😭
Skrng stlh 6thn mantan istrinya di Ratukan oleh Taka,dan anaknya sendiri tidak memanggil dia Ayahnya,dan lbih menganggap Taka Ayahnya,,,,,,puas apa puas readers??? Puas bngt laaahh 🤗🤗🤗