NovelToon NovelToon
Dear Alvin

Dear Alvin

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Yatim Piatu / Murid Genius / Keluarga / Bad Boy
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Fantastic World Story

"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari

rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku

nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.

membuat Alvin yang sedang melamun

segera terperanjat.

"Berhenti bicara yang tidak-tidak

Ela!!" hardik pak Rohman.

"Kamu pilih aku dan anak anak yang

keluar apa anak sialanmu ini yang keluar

pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.

Beliau tak pernah berfikir akan

dihadapkan pada situasi se rumit ini.

"Alvin yang akan keluar pak buk"

ucap Alvin.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

1 Masuk Ruang BK

"Khususnya bagi siswa penerima

beasiswa, sebagai penerima beasiswa di

sekolah ini, saya harap kalian bisa

memanfaatkannya dengan baik, belajar

dengan sungguh-sungguh, mendapatkan

nilai yang tinggi, bersedia untuk

mengikuti lomba dan wajib menjadi juara

demi mengharumkan nama sekolah, agar

sekolah tidak sia-sia memberikan

pendidikan gratis untuk kalian" sepenggal

kalimat pidato penyambutan siswa baru

yang di lontarkan oleh kepala sekolah.

"Cuk, gendeng" umpat Alvin, yang

saat ini berada di barisan tengah para

siswa baru.

Beberapa Temannya pun hanya menoleh dan mencibirnya, sedikit umpatan yang keluar dari mulut Alvin nyatanya membuat beberapa teman seangkatannya merasa tak nyaman.

"Kenapa bro, gak suka? Kalo emang

pinter dapet beasiswa sih pantes, gak bakal

protes. Tapi kalau dapet beasiswa cuma

karena miskin dan bodoh yah cuma jadi

beban" sahut Alex, siswa yang berdiri

selisih satu siswa dengan Alvin.

Mendengar hal itu, Alvin pun

menoleh dan menatap tajam pada Alex.

"Kenapa? Gak suka aku ngomongin

fakta?" ucap Alex dengan senyum

mengejek, memancing emosi Alvin.

Alvin masih bergeming, ia terus

meyakinkan dirinya untuk tak membuat

masalah di hari pertamanya. Sebagai siswa

penerima beasiswa, tentu ia harus

menjaga sikap, mengingat banyaknya

peraturan yang harus ia patuhi sebelum

masuk ke sekolah ini.

" Yah cemen... gerutu sendiri aja bisanya. Dasar beban Sekolah!" Pancing Alex Lagi.

Tanpa bicara Alvin pun segera

mendekati Alex dan melayangkan sebuah

pukulan ke wajah Alex. Membuat para

SiSwa perempuan refleks berteriak karena

terkejut.

Alex pun tak tinggal diam, ia yang

memang menyukai perkelahian tentu

menyambut bogem yang di layangkan oleh

Alvin dengan senang hati. Dengan

senyum mengejek Alex terus menangkis

pukulan Alvin yang terasa semakin

membabi buta.

Sedikit kekaguman timbul di benak

Alex, sejauh ini belum ada yang berani

memukul dirinya terlebih dahulu, terlebih

saat ini dirinya hampir babak belur,

sedangkan Alvin hanya terlihat acak-

acakan.

" Aku Memang Miskin beasiswa memang membiayaiku bersekolah disini, tapi tahukah kamu apa yang sedang ku

usahakan? Jika tak tahu apapun sebaiknya

kamu diam. Anak sepertimu tak ubahnya

seperti pengemis, yang hanya bisa

meminta uang saku pada orang tua!" ujar

Alvin setelah puas memukuli Alex, yang

masih mengusap ujung bibirnya yang

berdarah.

"Hei kalian, berhenti!! Ikut saya ke

ruang BK!!" perintah seorang guru, seraya

meraih Alvin dan menyeretnya untuk

dibawa ke ruang BK. Dengan diikuti oleh

Alex yang hanya bisa tersenyum masam di

belakangnya.

la tak menyangka jika hari

pertamanya sekolah akan se seru ini.

Wajah teman-temannya yang lain yang

seperti komputer itu, hanya memberikan

ekspresi datar saat awal mereka bertemu.

Berbeda dengan Alvin, yang meski

tampak acuh tapi terlihat lebih kritis.

Hal yang membuat Alex tertarik

hingga membuat dirinya dan Alvin kini

berada di sebuah ruang BK, ruangan yang

pertama kali mereka masuki di hari

pertama masuk sekolah. Bukan kelas

untuk belajar, melainkan ruang BK.

"Apa yang membuat kalian bisa-

bisanya saling pukul di tengah upacara

yang sedang berlangsung?!" tanya Bu Yuli

dengan tegas.

Alex dan Alvin terdiam, keduanya

tak ada yang menjawab, membuat Bu Yuli

geram dan mengulang pertanyaannya

hingga beberapa kali.

"Alvin hanya membela diri Bu, saya

yang memancingnya" ucap Alex

kemudian, meski ia nakal, tapi pantang

baginya untuk lari dari tanggung jawab.

"Kami hanya bercanda Bu" sahut

Alvin yang tak ingin masalah berlanjut.

Sejujurnya ia sedikit terkejut dengan kejujuran Alex.

"Jadi mana yang benar ini, kalian itu

siswa baru, bisa-bisanya sudah berulah di

hari pertama! Apalagi kamu anak

beasiswa, ada point yang harus kamu jaga

agar beasiswamu tak dicabut!" ujar Bu Yuli

dengan tegas, seraya menatap Alvin

lebih dalam.

"Kami memang hanya bercanda Bu,

maaf jika kelewatan" ujar Alvin. Meski

dalam hati ia ingin memaki diri karena

harus berbohong.

"Benar begitu Alex?" tanya Bu Yuli kini

beralih menatap Alex.

"Hehe iya Bu" jawab Alex seraya

menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Tentu saja ia lebih memilih mendukung

Alvin, biar bagaimanapun Alex juga tak

ingin masalah ini berlanjut.

"Kamu ini, kalau sampai papamu sampai tau, kamu pasti lebih tau kan apa yang bakal terjadi!" ujar Bu Yuli memberi sedikit

penekanan agar Alex sedikit takut. Namun

bukannya takut Alex malah cengengesan.

"Yah jangan sampai papa tahu dong

Bu" jawab Alex masih bisa tersenyum.

Bu Yuli memang mengenal Alex,

lagian siapa juga yang tak mengenali putra

pemilik sekolah itu, hmmm kecuali

Alvin sepertinya. Karena hanya dialah

yang berani mencari gara-gara dengan

Alex.

"Ya sudah kalau kalian sepakat jika

yang tadi itu hanya sebuah candaan, saya

harap hal itu tak akan terjadi lagi, saya

juga tak akan mengurangi point kalian

untuk kali ini, jadi saya minta kalian harus

saling memaafkan dan berjanji tidak

mengulanginya lagi, mengerti!" perintah

Bu Yuli membuat Alex dan Alvin mau

tidak mau akhirnya bersalaman. Tanpa

mengucapkan sepatah kata pun. Membuat

Bu Yuli hanya bisa menggelengkan kepalanya heran.

"Sudah kalian langsung kembali ke

kelas masing-masing aja, inget jangan buat

onar!" pesan Bu Yuli.

"Baik Bu" jawab Alvin dan Alex

hampir berbarengan.

SMA SANG JUARA sekolah dengan

image pencetak lulusan terbaik, lulusan

dengan presentase tertinggi yang masuk ke

universitas terbaik di Indonesia maupun

di luar negeri.

Sekolah yang di inginkan oleh banyak

siswa kaya dan pintar untuk dapat

berkesempatan bersekolah disana, bagi

siswa yang benar-benar pintar memang

menjadi hal yang benar, namun bagi

mereka yang hanya mengandalkan

kekayaan orang tuanya, masuk ke SMA

SANG JUARA adalah tuntutan agar bisa di banggakan oleh orangtuanya.

Alvin, salah satu penerima

beasiswa berprestasi, yang berasal dari

kampung yang berjarak sekitar satu

setengah jam dari rumahnya, jika

ditempuh dengan jalan kaki.

Ya, ditengah elitnya para siswa di SMA

SANG JUARA, Alvin adalah salah satu

siswa kere dengan dasi yang memiliki

tanda garis 3, tanda yang menunjukkan

bahwa dirinya adalah siswa penerima

beasiswa.

Hal yang membuat siswa lain yang

melihatnya akan tahu jika dirinya adalah

penerima beasiswa. Sedikit lucu, namun

itulah faktanya.

"Hei, siswa beasiswa! Masuk kelas

mana kamu?" sapa Alex yang masih dengan

wajah songongnya, ketika keluar dari

ruang BK.

Tanpa menjawab, Alvin pun hanya

menunjukkan tanda pengenalnya, X-C.

"Wah kelas kita sebelahan, sayang

banget kita gak sekelas. Kalau sekelas kan

bisa punya temen bolos aku, eh tapi siswa

beasiswa kayak kamu mana mungkin bisa

bolos ya" cibir Alex yang segera berjalan

mendahului Alvin dengan menyenggol

bahunya sedikit keras.

Membuat Alvin mengusap lengan

dan hanya menggelengkan kepalanya.

Tanpa berniat membalas dan

meredam emosinya sendiri, Alvin pun

segera berjalan mnelewati koridor untuk

segera menuju kelasnya.

Begitu masuk kedalam kelasnya,

Alvin pun baru menyadari jika di kelas

itu hanya dirinyalah yang memakai dasi

dengan tanda 3 garis, la pun segera

memilih bangku paling pojok belakang.

Tak lama kemudian seorang siswa

laki-laki juga duduk disebelahnya.

" Gila, cuma kita berdua memakai dasi dengan tanda 3 garis yah, yang lain hanya

satu garis, itu berarti hanya kita berdua

yang dapat beasiswa di kelas ini. Pantas

saja mereka tak menghiraukan saat ku

sapa tadi, dasar orang kaya!" gurutu siswa

tersebut, membuat Alvin

mengernyitkan dahi.

Alvin berfikir dirinya sudah siswa

terakhir yang masuk ke kelas, nyatanya

ada yang lebih terlambat lagi. Siapa lagi

kalau teman baru yang baru saja

meletakkan bokongnya di bangku sebelah

Alvin.

"Eh kita belum kenalan ya, aku

Mingyu bukan Minggu, panggil aja Ming

biar gampang" ujar Mingyu yang ditatap

dengan heran oleh Alvin.

"Alvin" jawab Alvin acuh, meski

ia sedikit heran dengan nama laki-laki

bermata sipit di sebelahnya.

"Gak usah heran, aku memang keturunan cina, dan gak usah heran juga

kalau aku juga murid beasiswa, karena gak

semua keturunan cina itu kaya. Ya seperti

aku ini, usaha papa sedang merosot

padahal sebelumnya sukses, makanya

masuk sini ngajuin beasiswa, untungnya

aku cukup pintar jadi masuk deh" ujar

Mingyu nmemberi penjelasan dengan

cukup berisik. (Tidak bermaksud SARA

ya)

Sementara Alvin hanya

menanggapinya dengan anggukan kepala.

la tak ingin tahu, tapi mau tak mau ia pun

mendengar dengan seksama sebab Mingyu

berbicara dengan suara yang cukup keras.

"Ah gak asik kamu Vin" ucap Mingyu

yang tak mendapat respon apapun dari

Alvin.

"Hey, sttt jangan berisik ada guru tuh"

ucap seorang gadis yang duduk di dekat

mereka, seraya meletakkan jari telunjuk ke

ujung bibirnya, sambil menoleh ke arah

Alvin dan Mingyu.

"Oke" ucap Mingyu tanpa bersuara.

Sementara Alvin tampak tersenyum

sebagai respon pada gadis yang saat itu

langsung menyita perhatiannya.

Sekolah elit memang sedikit berbeda,

MOS yang mereka jalani hanya 3 hari

sebelumnya, para guru bilang jika MOS

yang terlalu kurang penting, tidaklah baik

untuk waktu belajar mereka.

Guru yang masuk pun hanya memberi

sambutan seadanya, mengabsen satu

persatu nama siswa untuk berkenalan,

serta mulai membuat struktur organisasi

kelas.

"Itu yang duduk paling pojok

belakang, murid beasiswa siapa tadi

namanya? Alvin?" ujar Bu Desi dengan

suara sedikit lebih keras. Membuat

Alvin membuyarkan fokusnya yang

sedang menatap gadis di depannya itu.

"Iya bu, ada apa ya?" tanya Alvin dengan wajah polosnya.

"Maju sini kamu!" perintah Bu Desi

membuat Alvin segera maju ke depan

kelas.

"Kamu yang tadi berantem waktu

upacara ya?" tanya Bu Desi dengan tatapan

tajam.

"Iya Bu" jawab Alvin datar.

"Baik mulai hari ini kamu jadi ketua

kelas. Kalian setuju anak-anak?" tanya Bu

Desi pada seisi kelas, keputusan dan

pertanyaan yang membuat Alvin

terkejut.

Seisi kelas pun menatap pada Alvin

sambil mengangguk setuju.

"Wah bisa beneran kayak robot gini

mereka"batin Alvin.

Entah apa yang membuat seisi kelas

tersebut setuju dengan ide Bu Desi, namun

mau takmau Alvin harus menerima jabatan itu.

"Baiklah, Untuk selanjutnya bisa

kamu bentuk sendiri, susunan struktur

jabatan di kelas ini bersama teman-

temanmu yang lain. Saya pasrahkan

mereka padamu!" ujar Bu Desi.

"Boleh saya meminta siswa

perempuan yang duduk di depan saya itu

untuk menjadi sekretaris saya Bu?" tanya

Alvin membuat Bu Desi menoleh pada

tempat duduk Bintang tadi, dan

memperhatikan siapa gerangan yang

duduk di depan Bintang.

1
ラマSkuy
thor nama karakter utamanya sebenernya siapa sih thor kok kadang namanya ganti ganti dari Alvin terus Bintang?
ラマSkuy: oh boleh di spill kah thor di PF mana? hehehe
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!