Selina Ratu Afensa tak pernah menduga hidupnya berubah drastis saat menerima pekerjaan sebagai pengasuh di keluarga terpandang. Ia pikir hanya akan menjaga tiga anak lelaki biasa, namun yang menunggunya justru tiga badboy yang terkenal keras kepala, arogan dan penuh masalah
Sargio Arlanka Navarez yang dingin dan misterius, Samudra Arlanka Navarez si pemberontak dengan sikap seenaknya dan Sagara Arlanka Navarez adik bungsu yang memiliki trauma dan sikap sedikit manja. Tiga karakter berbeda, satu kesamaan yaitu mereka sulit di jinakkan
Di mata orang lain, mereka adalah mimpi buruk. Tapi di mata Selina, mereka adalah anak anak kesepian yang butuh di pahami. Tanpa ia sadari, keberaniannya menghadapi mereka justru mengguncang dunia ketiga badboy itu dan perlahan, ia menjadi pusat dari perubahan yang tak seorang pun bayangkan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Blue🩵, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
First kiss dua kembaran
Tanpa berkata apa apa, Samudra berjalan mengitari mobil, membuka pintu pengemudi, lalu duduk di kursi itu
Sagara melotot “Hei itu kursi gue! Mobil ini punya gue. Lo duduk di belakang, kayak tadi”
Samudra menatapnya sekilas, lalu dengan santai menyalakan mesin “No no no... Gue pengen duduk di depan sekarang”
“Apa?!” Sagara hampir meledak “Gue yang bawa mobil ini dari rumah, Gue-”
“Terserah. Kalau kau mau ribut, silakan ribut di jalan. Yang jelas gue nggak mau duduk di belakang” potong Samudra tenang, tangannya sudah menggenggam kemudi
Sagara mengepalkan tangan, wajahnya memerah menahan kesal “Samudraa!”
Sagara mendengus, rahangnya mengeras. Ia sempat berdiri beberapa detik, seolah menimbang apakah akan tetap ngotot atau menuruti situasi. Tapi tatapan dingin Samudra lewat kaca spion cukup untuk membuatnya menyerah
“Argh, sialan lo Sam”
Dengan kasar, Sagara masuk ke kursi belakang dan menjatuhkan tubuhnya tepat di samping Sargio
“Pintar” Samudra tersenyum tipis sambil menyalakan mesin mobil, suaranya penuh kemenangan “Sekarang duduk manis, jangan bikin ribut lagi, oke?”
Sagara hanya mendengus keras, menyandarkan kepala ke sandaran kursi dengan ekspresi masam. Ia menendang ringan punggung kursi depan sebagai pelampiasan, membuat Samudra meliriknya lewat kaca spion
Mobil pun melaju meninggalkan area bandara dengan suasana tegang bercampur kesal
Samudra memarkirkan mobil merah itu tepat di sudut area parkir rumah sakit. Mesin di matikan, suasana mendadak hening. Selina membuka pintu perlahan, lalu meraih sesuatu di kursi belakang, sebuah hoodie besar milik salah satu dari mereka. Ia cepat cepat mengenakannya, menarik tudung hingga menutupi sebagian wajah
Begitu kain tebal itu menutupi tubuh mungilnya, Selina menoleh ke arah tiga kembar yang memperhatikannya
“Kalian tetap di sini, jangan ikut keluar. Aku cuma sebentar. Aku khawatir ada orang yang melihatku” katanya cepat, lalu menutup pintu mobil dengan bruk! agak keras
Tanpa menunggu reaksi mereka, ia setengah berlari menuju pintu masuk rumah sakit
Di dalam mobil, Samudra membeku sejenak. Lalu bahunya berguncang, menahan tawa “Kalian… kalian lihat itu?” suaranya serak menahan ledakan
Sagara, yang duduk di kursi penumpang depan, juga tertegun. Namun hanya butuh beberapa detik sebelum tawanya pecah
“Hahaha! Astaga, itu hoodie gue! Ukurannya L, panjangnya aja cuma sampai pinggangku!”
Samudra tak bisa menahan lagi, tawanya benar benar meledak hingga kepalanya terhantuk ke setir “Tapi lihat... Di tubuh Selina itu kayak… kayak dress! Serius, dia kayak anak kecil nyolong baju kakaknya!”
Sagara terus tertawa, menirukan gerakan Selina yang terseret seret oleh panjangnya hoodie “Bahkan lengannya aja kepanjangan, tangannya nggak kelihatan sama sekali!”
Samudra menyeka air mata di ujung matanya karena terlalu keras tertawa “Sumpah… lucu banget. Jalannya juga lari kecil gitu, kayak kelinci di kejar srigala”
Sementara itu, Sargio yang duduk di belakang hanya diam. Ia bersandar ke kursi dengan wajah setengah menoleh ke jendela. Tapi senyum tipis jelas terlihat di bibirnya, bahkan matanya sedikit berkilat seolah menahan tawa
Lorong rumah sakit terasa sepi. Hanya suara detak sepatu Selina yang berusaha ia buat sehalus mungkin terdengar samar. Tudung hoodie masih ia kenakan, menutupi sebagian wajahnya. Nafasnya sedikit memburu, bukan karena lelah, tapi karena perasaan was was yang menekan dadanya
“Aku harus hati hati… Ini hari Minggu. Jenni pasti ke sini” batin Selina sambil melangkah pelan
Begitu sampai di depan ruang rawat bibinya, ia berhenti. Tubuhnya menempel pada dinding, matanya mengintip melalui kaca kecil di pintu. Dan benar saja, di dalam sana, Jenni sedang duduk di samping ranjang, mengobrol santai dengan Vera
Selina menahan napas. Matanya panas. Ia merindukan bibinya begitu dalam, ingin sekali berlari masuk dan memeluknya. Tapi ia tahu… kalau bibinya melihat dirinya dalam keadaan sekarang, hanya akan membuat keadaan semakin runyam
Tangannya meremas ujung hoodie. Air mata hampir pecah, tapi ia tahan
Tiba tiba, suara samar dari dalam ruangan membuatnya tersadar. Jenni berdiri, merapikan tasnya, bersiap keluar
Panik menyerang Selina 'Astaga, dia keluar-!' bisiknya dalam hati
Refleks, ia membalik badan hendak lari… namun langkahnya terhenti mendadak
Tepat di belakangnya, berdiri tiga bayangan tinggi. Sagara, Samudra dan Sargio. Mereka bertiga menatapnya lurus. Selina terkejut sampai tubuhnya membeku
Mata Samudra dan Sagara melebar, nyaris ingin bertanya tapi sebelum sempat, Sargio yang sejak tadi berada paling belakang langsung bergerak cepat. Ia menangkap kepanikan Selina lebih dulu
Tangannya menarik Selina dengan kuat hingga punggung gadis itu membentur tembok dingin. Tubuh Sargio lalu maju, berdiri begitu dekat menutupi tubuh Selina agar wajahnya tak terlihat dari arah pintu
Deg. Jarak mereka terlalu dekat. Selina bisa merasakan aroma maskulin Sargio dan hangat napasnya di wajahnya
Namun gerakan mendadak itu mendorong Samudra dan Sagara yang berdiri tepat di depan mereka. Kedua kembaran itu terdorong saling bertumbukan
“Eh-”
Brukk!
Mereka berdua kehilangan keseimbangan. Dan tanpa sempat menghindar… bibir Samudra dan Sagara saling menempel
Mata keduanya membelalak. Lorong yang tadinya sunyi kini hening beku
Sargio masih menutupi Selina dengan tubuhnya, wajahnya serius menatap pintu. Selina, walau jantungnya berdebar hebat karena posisi mereka, masih sempat melirik sekilas ke arah dua kembar di depan sana dan hampir saja menjerit tertawa kalau saja bukan karena situasi genting
Klikk
Pintu ruang rawat terbuka. Jenni keluar dengan wajah lelah, menenteng tasnya
Ia berjalan pelan, lalu… berhenti sejenak. Matanya tertumbuk pada pemandangan aneh di lorong
Seorang cowok tegap berdiri membelakangi dirinya, seperti sedang memojokkan seorang cewek di tembok yang wajahnya tak kelihatan karena tubuh cowok itu menutupinya. Lalu, lebih absurd lagi dua cowok lain tepat di depannya terlihat… saling menempel bibir
Jenni mematung sepersekian detik. Lalu wajahnya langsung berubah jijik
'Astaga… di rumah sakit begini? Cowok sama cowok? Ih, geli banget…' gumamnya dengan nada setengah berbisik
Ia merinding sendiri, buru buru mempercepat langkah, berjalan cepat meninggalkan lorong itu tanpa menoleh lagi
Begitu langkah Jenni menghilang di ujung lorong, suasana kembali cair
Samudra dan Sagara sontak meledak bersamaan
“WOY!!!” teriak keduanya serentak, langsung menjauhkan wajah dengan ekspresi syok maksimal
Samudra langsung menyeka bibirnya dengan punggung tangan, wajahnya merah padam
“ANJIR!!! Gara gara lo, Gar! Gue jadi ngerasain first kiss sama lo!!!”
Sagara melotot “First kiss pala bapak lo! Itu bibir gue yang lebih menderita, ngerti gak?! Gue sampe pengen cuci pake tanah tujuh kali!!”
“HEH BAGONG, lo kira gue air liur anjing?!” Samudra makin emosi, berusaha ngelap bibirnya pakai ujung kaus “Mulut lo asem kayak kopi basi, sumpah demi Tuhan!”
Sagara gak terima, balik nyolot “Minimal bibir gue lembut, gak kayak amplas! GUE YANG RUGI DI SINI!”