" Hidup memang harus berani, berani pergi dari sesuatu yang tak pantas untuk di tinggali.
kisah Ana wanita paruh baya yang terpaksa menjadi tenaga kerja wanita(TKW) demi masa depan Anak-anaknya dan juga perjuangannya terlepas dari suami patriaki.
Ana yang selalu gagal dalam rumah tangga merasa dirinya tak layak di cintai sampai dia bertemu dengan laki-laki bernama Huang Lhi yang juga majikan tempatnya bekerja. Namun kisah cinta Ana dan Lhi tak semulus drama perbedaan kasta menjadi penghalang utama. bagaimana kisah mereka? Bisakah Ana mendapatkan cinta sejati? Kemana Akhir akan membawa kisah mereka?
Malam berakhir dengan gemerlap bintang-bintang dan bunga-bunga yang bermekaran mengantarkan pada mimpi yang menjanjikan sebuah harapan. Malam ini Ana lupa akan traumanya bunga di hatinya memaksa bersemi mesti tak pasti akankah tumbuh atau kembali layu dan mati.
ikuti terus kisah Ana dan jangan lupa dukungannya ....
terimakasih .. Update setiap hari, No libur kecuali mati lampu!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 Tangis
Wanita 37 tahun itu menangis sesak sembari memandang ke tiga buah hatinya yang Sedang tertidur lelap. Sesekali diciumnya pipi gembul si kecil Aidar yang masih berusia 6 bulan.
Kenapa dunia masih tidak baik-baik saja?. Pernikahan kedua kalinya nyatanya tak memberi kebahagiaan untuk Ana. Seorang wanita paruh baya yang masih saja harus berjuang mencari nafkah untuk dirinya dan ke tiga buah hati nya, bahkan untuk suaminya.
Roy laki-laki yang menikahinya setahun lalu tak lebih hanya sebuah beban
Baru untuk Ana.
Bayangkan saja dalam keadaan hamil besar, ah sedari Ana hamil muda Roy sudah terang-terangan meminta Ana untuk turut membantunya mencari nafkah.
Atau malah lebih tepatnya jika Ana sendiri yang berjuang, karena jika di lihat suami nya itu tak lebih hanya makan tidur kerjaannya.
Ana sudah tidak beruntung di pernikahan pertama. Mantan suami nya terdahulu kasar, Main tangan, dan berakhir selingkuh. Lama Ana menjanda, sempat terpikir pula untuk tidak menikah lagi. Sampai Ia bertemu dengan Roy laki-laki yang lebih muda 5 tahun dari nya.
Roy mampu meluluhkan hati Ana dan anak-anak nya. Namun nyatanya semua itu hanya sesaat. Baru beberapa bulan menikah mental Ana sudah di hajar habis-habisan. Roy sudah menunjukan sifat asli nya. Kasar, egois, suka mabuk, dan cenderung tidak peduli dengan Ana dan anak-anaknya. Sangat berbanding terbalik dengan saat Dia ingin mendapatkan Ana. menyesal...?" jelas Iya, tapi apa daya Dia terlanjur hamil, sudah pasti Dia harus bertahan Demi anak yang di kandungnya. Meski harus banting tulang sendiri .
Dalam keadaan hamil besar, Ana harus berjuang mencari uang. Bangun pagi-pagi buta menyiapkan dagangan, untuk kemudian Ia jajakan ke rumah-rumah warga. Belum lagi urusan rumah dengan segala tetek bengek nya. Dan suami sialannya itu, tidak berguna. Lebih seperti mayat hidup yang kerja nya hanya makan dan tidur. Ana hanya menghela nafas panjang tiap kali pulang berdagang, Ia lelah namun tak berdaya.
"Masak apa sayang pagi ini?" Tanya Roy dengan wajah khas bangun tidur.
"Masih ada nasi uduk sisa pagi tadi mas,'' jawab Ana sedikit malas.
Roy yang masih dengan muka bantalnya, mendekap Ana yang sedang berganti pakaian.
"Jatah sayang,'' bisik Roy genit. Tidak mau? "Capek?" Cerca Roy sembari menciumi tengkuk Ana. "Sebentar saja, An. Ini kewajiban lo jangan lupa!"
Ana hanya tersenyum, menatap sayu sang suami tanda menyetujui permintaan laki-laki itu. Begitu hari-hari berat yg harus di lalui Ana. Kewajiban selalu menjadi dalih Roy menuntut haknya meski dia sendiri lupa akan kewajibannya sebagai kepala keluarga.
Roy memang bekerja sebagai juru parkir di sebuah pasar tradisional di daerah mereka,
Tapi dengan dalih parkiran sepi Roy nyaris tidak pernah membawa uang saat pulang.
bagaimana mau dapat uang jika dia saja selalu bangun siang, sedang parkiran di pasar tradisional hanya ramai saat pagi saja.
Ana hanya tersenyum getir tiap kali suami nya justru meminta uang kepadanya. Hasil jualan yang tak seberapa masih harus dibagi untuk suami sialannya.
Tangis getir kembali mendominasi saat Ana mengingat-ingat semua kepedihan itu, terlebih ketika ia melihat ke tiga buah hati nya, ''bagaimana masa depan mereka nanti jika keadaan masih begini-begini saja.'' batin Ana menggumal perih.
Ana kembali mengingat obrolan nya dengan Roy sore tadi, niatnya hanya mengobrol agar sang suami peka dan berfikir untuk mencari kerja tapi justru jawaban penuh ambisi yang Ana dapat.
Sore tadi .
''Mas,'' panggil Ana pada sang suami yang sedang sibuk dengan Handphonenya,
'' bagaiamana kalau aku kerja keluar negeri? Tanya Ana ragu.
"Kemana? Sahut Roy masih dengan menatap layar handphonenya.
"Taiwan."
''Ya bagus kalo kamu ada niat kaya gitu, aku malah memang mau kasih saran kamu. Keadaan kita juga gini-gini aja, Nanti biar anak-anak sama aku di rumah, yang penting kamu tiap bulan kirim buat kebutuhan aku sama anak-anak, sisa nya kita tabung buat bikin rumah.'' Sahut Roy kali ini fokusnya sudah pada Ana.
''Iya sih, tapi aku kasian sama Aidar,'' ucap Ana sembari menatap bocah gembul yang tertidur dipangkuannya. "kamu apa nggak ada info kerjaan apa gitu mas, maksut ku selain parkir." Ucap Ana ragu.
Roy menatap Ana sesaat, ''kamu pikir selama ini aku nggak usaha.'' Jawab Roy ketus.
Ana terdiam, suaminya itu memang mudah sekali tersinggung tiap kali di ajak berbicara urusan yang menyangkut rumah tangga. Apalagi perihal uang.
'' Kalo kamu sekiranya keberatan ya nggak usah pergi, urus anak-anak aja di rumah, hidup seadanya,'' lanjut Roy.
Ana membatin sesaat, ''yang jadi permasalahan yang buat hidup seadanya itu yang tidak ada, bahkan untuk sekedar membelikan jajan Danu dan Raka saja tidak ada.
Ana terkadang merasa bersalah dengan kedua anaknya dari pernikahan terdahulu.
Danu dan Raka, dulu sebelum menikah lagi Ana mampu mencukupi kebutuhan mereka berdua,Bahkan tidak pernah kekurangan, tapi sekarang jangankan untuk makan enak untuk jajan saja mereka kesusahan.
Ana menghela nafas berat, ''Aku sudah cari info mas, ada temen yang bisa bantu proses,'' ucap nya kemudian.
Roy meletakkan hanphone nya dengan kasar saat melihat bagaimana Ana menghela nafas seolah tau rutukan keluh kesahnya, ''Kamu kalo seolah berat ya nggak usah di lakuin, An. Jangan seolah-olah kamu yang paling capek aja.'' sungut Roy.
Ana tersentak, ''Lho kok ngomongnya gitu sih mas, aku kan emang ada niat mau kerja."
''Ya kamu hela nafas begitu, kalo sekira nya berat ya nggak usah,'' sela Roy semabri beranjak meninggalkan Ana dalam kebingungan.
Selalu seperti itu setiap kali Ana membuka obrolan tentang kebutuhan, berakhir salah paham. Beruntung Roy hanya pergi, terkadang jika benar-benar sudah emosi laki-laki itu akan mengamuk dengan menghancurkan berbagai barang, dan itu sudah umpama makanan sehari-hari untuk Ana.
masih dengan segala kebimbangan Ana kembali berfikir tentang niatnya, namun begitu melihat wajah lolos Danu dan Raka tekad Ana bulat, ia tetap ingin pergi ke luar negeri entah apa yang akan Terjadi Di kemudian hari, Ana hanya ingin memperjuangkan masa depan Anak-anak nya.
___Bersambung
Anna.