Chapter 14 Pertemuan dengan Misriyah

Empat hari lamanya Sukirman berada di desa Putri Agung dan Sukirman berhasil memusnahkan Wewe Gombel yang meneror desa itu, sayangnya Sukirman tak bisa menyelamatkan para bayi yang telah diculik oleh Wewe Gombel karena semua bayi di temukan hanya tinggal tulang belulang saja di gua sarang Wewe Gombel. Namun Sukirman masih sempat menyelamatkan seorang bayi korban penculikan terakhir dan akhirnya keluarga pemilik bayi tersebut mengangkat saudara kepada Sukirman.

Hal yang sangat disayangkan dari Sukirman adalah dendamnya yang membara telah membutakan mata, hingga satu-satunya tersangka pembunuh istrinya dimata Sukirman tidak lain dan tidak bukan adalah mantan pacarnya sendiri Misriyah yang kini berada di Kebumen, tinggal bersama keluarga dari kakak ibunya, budhe Masnah dan pakdhe Warso.

Setelah bertanya kepada beberapa orang penduduk desa Medasari tentang kemana kepergian Misriyah, Sukirman memutuskan untuk menyusulnya ke Kebumen.

"Mas, apakah Mas tidak terburu-buru menuduh Misriyah sebagai pembunuh Murniati, istrimu?" tanya Ratna yang tiba-tiba masuk ke kamar Sukirman, duduk di sebelah kakaknya.

"Tidak, Ratna. Hanya dia satu-satunya orang yang sakit hati dengan pernikahan mas, karena mas menikah dengan sahabatnya, dan tentulah hal itu menimbulkan luka yang begitu dalam. Maka sudah pasti rasa dendam dihatinya membuat Riyah gelap mata dan mencari dukun sakti untuk menyantet istri mas." Wajah Sukirman mengeras, menandakan emosi yang tertahan sejak lama.

"Terserah Mas Sukir saja, kalau begitu. Aku hanya bisa mendoakan semoga Mas Sukir bisa selamat selama perjalanan."

"Kalau begitu aku akan berangkat sekarang ke Kebumen dan akan kupastikan aku sendiri yang akan menghancurkan kepala perempuan keparat itu."

Ratna adik Sukirman hanya menatap dengan pandangan datar, sementara Sukirman memasukkan beberapa lembar pakaian ke dalam sebuah tas. Setelah semua dirasa cukup Sukirman pun berpamitan, meninggalkan rumahnya menuju Kebumen.

\=\=\=

Ratna tersenyum puas, karena apa yang selama ini dia rencanakan sebentar lagi akan menjadi kenyataan. Ya ... Sudah begitu lama Ratna memendam dendam kepada Murniati dan juga sahabatnya, Misriyah, karena selama ini setiap pemuda yang disukai oleh Ratna selalu saja berpaling dan lebih menyukai Murniati dibandingkan dirinya. Hal itulah yang menimbulkan dendam kesumat di hati Ratna.

Ratna mengeluarkan smartphonenya kemudian menekan sebuah nomor telpon, terdengar bunyi nada panggilan, tak lama telpon pun diangkat.

"Ada apa, Ratna ...."

"Ki, aku hanya ingin mengabarkan bahwa kakakku telah pulang dari berguru mencari ilmu kesaktian, ternyata dia masih belum tahu siapa pembunuh istrinya."

"Hahahahaha ... Lanjutkan."

"Jadi, Ki, saat ini kakakku sedang menuju ke Kebumen untuk membunuh sahabat dari Murniati, yaitu Misriyah, karena kakakku mengira Misriyahlah yang menjadi dalang akan kematian istrinya itu."

"Hmmm ... Kenapa bisa begitu?" tanya seorang lelaki yang dipanggil Ki di telpon tersebut.

"Misriyah itu sebenarnya adalah sahabat dari Murniati, sebelumnya memang kakakku berpacaran dengan Misriyah. Aku sendiri tidak tahu apa yang membuat mereka putus, dan bagaimana kisahnya sampai kakakku bertemu dengan Murniati, tapi aku tidak peduli dengan semua itu. Saat ini yang terpenting adalah dendamku telah terbalas dengan kematian Murniati, dan ternyata malah kini sahabatnya juga akan menemui kematian di tangan kakakku sendiri. Hahahahaha ...."

Lelaki di ujung telpon tersebut ikutan tertawa. "Ratna, kamu jangan lupa bahwa kamu belum membayarku secara penuh untuk tugas yang kulakukan, yaitu mengirimkan santet Getih Sewu kepada istri kakakmu itu."

"Jangan khawatir, Ki. Seperti janjiku, akhir bulan ini saat suamiku mendapatkan uang hasil panen aku pasti akan langsung menemuimu dan membayar sisa hasil pekerjaannya. Oh ya, Ki Rekso, aku ingin bertanya ...."

"Hmm ya, ada apa lagi?"

"Bagaimana kiranya kalau kakakku menyadari bahwa yang membunuh istrinya bukanlah Misriyah, melainkan aku?"

Lelaki yang dipanggil Ki Rekso itu tertawa terbahak-bahak. "Ratna, aku telah mengirimkan santet ganas yang telah mampu membunuh Murniati, nyatanya tidak seorang pun di kampung itu sanggup menyembuhkannya, maka apakah kamu masih khawatir akan kemampuanku?"

"Ya, aku percaya, Ki. Tapi masalahnya kakakku sekarang bukanlah kakakku yang dulu yang tidak mengerti apa-apa ...."

"Halaah! Sehebat apa kakakmu itu? kalau memang nanti ternyata dia tahu aku yang menyantet istrinya, aku tidak takut. Hmm ... Jangan-jangan kamu yang takut aku membunuh kakakmu?"

Untuk sejenak Ratna terdiam, "Tidak, Ki. Kalau memang kakakku harus mati di tanganmu aku tidak masalah, daripada aku yang mati di tangan kakakku karena dia tahu akulah yang telah meminta Ki Rekso untuk mengirimkan santet Getih Sewu."

"Haah ... Sudah, berhentilah khawatir, toh saat ini kakakmu sedang dalam perjalanan ke Kebumen. Mudah-mudahan semua berjalan seperti apa yang dia pikirkan hingga rahasia kita selama ini tetap aman ... Hahahaha."

"Baiklah, Ki. Terima kasih, sampai jumpa bulan depan. Aku yang akan datang sendiri ke rumah Ki Rekso mengantarkan uang."

"Aku akan menunggu." Ki Rekso menutup telpon.

Ratna memasukkan kembali smartphone ke dalam saku bajunya, namun yang tidak disadari oleh Ratna adalah bahwa saat itu di balik jendela dari ruangan tempat ia menelpon Ki Rekso ada sesosok pemuda yang tidak lain adalah Yudistira, sahabat dari Sukirman telah mendengarkan semua pembicaraannya tadi.

'Hmm jadi yang menjadi dalang meninggalnya Murniati ternyata adalah adik iparnya sendiri, benar-benar biadab! Aku tidak menyangka kalau Ratna yang selama ini telah mengurusi Murniati selama sakit justru dialah yang menjadi penyebab sakitnya Murniati. Aku harus cepat-cepat mengejar Sukirman sebelum dia sampai menjatuhkan tangan membunuh orang yang tidak bersalah,' membatin Yudistira.

Yudistira hendak beranjak, namun tanpa sengaja ia menjatuhkan tumpukan bata yang berada di balik jendela.

"Siapa itu?!" Terdengar suara Ratna dari dalam ruangan.

Yudistira berlari dengan cepat agar tidak ketahuan oleh Ratna.

Ratna yang mengetahui bahwa pembicaraannya di telpon tadi ternyata ada yang mendengarkan menjadi sangat khawatir, wajahnya langsung memucat. Buru-buru dibukanya jendela untuk melihat siapakah orang yang telah mencuri dengar pembicaraannya, namun dia tidak melihat Siapa-siapa. Jantung Ratna berdegup kencang, dia takut kalau orang itu membocorkan rahasia apa yang telah di dengarnya kepada kakaknya, Sukirman.

\=\=\=

Menjelang pukul 5.00 para pembeli di toko oleh-oleh milik bu Yuni telah mulai sepi, beberapa karyawannya juga sudah mulai bersiap-siap untuk pulang.

Seorang wanita keluar dari dalam ruangan, tersenyum kepada Misriyah.

"Riyah, bagaimana penjualan hari ini?"

"Alhamdulillaah, Bu. Hari ini juga ramai, sebagaimana hari-hari biasanya."

"Kalau memang sudah beres semuanya kamu boleh pulang."

"Iya, Bu."

Wanita yang tadi dipanggilnya ibu itu tidak lain adalah bu Yuni pemilik dari toko oleh-oleh tempatnya bekerja.

Bu Yuni segera bergegas keluar menaiki mobilnya dan segera berlalu pulang, beberapa karyawan lain sedang beres-beres, Misriyah mengambil tasnya lalu melangkah keluar.

'Kenapa hari ini perasaanku tidak enak ya? jantungku tiba-tiba berdebar, ada apa sebenarnya?'

Seperti biasa Riyah menunggu jemputan, ia berdiri di depan toko, dengan gelisah dipandangnya ke kiri dan ke kanan untuk memastikan apakah orang yang ditunggunya sudah datang atau belum. Tak lama sebuah motor yang sangat dikenalnya mendekat.

"As salaamu 'alaikum."

"Wa 'alaikumus salaam, Mas."

"Kamu pulang lebih cepat? biasanya sampai lewat jam 5.00 masih cukup ramai."

"Iya, Mas, kebetulan hari ini pembelinya tidak sebanyak yang kemarin walau pun masih tetap ramai juga. Oh ya, Mas Krisna, hari ini jadi kan Mas Krisna memperkenalkanku kepada kedua orangtua Mas?"

"Iya dong, tentu saja. Biar kamu lebih yakin bahwa aku serius ingin menikahimu," kata lelaki yang dipanggil Krisna.

"Ah Mas ini ...." Riyah mencubit pinggang Krisna yang langsung meringis kesakitan.

"Sudah yuk, ini kenakan helmnya," kata Krisna. Riyah pun mengenakan helm.

Krisna tidak lain adalah Krisna Dipati, sosok pemuda yang di kenal Riyah saat di kapal beberapa waktu yang lalu. Seiring berjalannya waktu hubungan mereka menjadi dekat dan ternyata keduanya memiliki perasaan lebih. Krisna Dipati dan Misriyah sekarang telah menjadi sepasang kekasih.

Motor yang dikendarai Krisna Dipati pun bergegas meninggalkan toko oleh-oleh bu Yuni untuk langsung ke rumah orangtua Krisna, memperkenalkan Misriyah sebagai calon istrinya kepada orangtuanya.

Krisna Dipati tiba-tiba menghentikan motornya di sebuah jalanan yang sepi, di mana kiri kanannya hanya ditumbuhi oleh pepohonan. Dilihatnya tepat berdiri ditengah jalan seorang lelaki bertubuh tinggi tegap yang seakan menghadangnya.

Getih Sewu season II Chapter 5

Pertemuan dengan Misriyah

bagian 2

By Deva Shastravan

\=\=\=

Krisna Dipati dan Misriyah turun dari motor kemudian mendekati sosok bertubuh tegap itu.

“Maaf, Mas. Mas ini sebenarnya siapa? Ada keperluan apa menghadang kami di sini? Kalau memang Mas berniat baik silahkan katakan apa yang mas inginkan, tapi jika berniat buruk maka lebih baik lekas-lekas menyingkir, jangan sampai Mas terluka di tangan saya.”

Sosok berbadan tegap itu tertawa terbahak-bahak, namun anehnya meski pun tertawa Krisna dapat merasakan bahwa lelaki berbadan tegap itu tertawa dengan terpaksa, Krisna dapat melihat mata lelaki tersebut berkaca-kaca seperti orang yang hendak menangis.

“Aku ingin bertanya, kamu siapa?”

“Laah ditanya kok malah bertanya balik? Sampeyan ini siapa? Kok menghadang kami di sini? Saya sudah kasih peringatan ya, kalau sampeyan tidak mau minggir dan tidak mau mengatakan apa kepentingan sampeyan, maka jangan salahkan kalau saya berlaku kasar.”

Sukirman kembali tertawa, kali ini matanya tertuju ke arah Misriyah. Misriyah yang mengenali sosok yang berdiri di hadapannya sangat terkejut dan wajahnya menjadi pucat pasi.

“Loh Mas Sukir? Mas Sukir ada di sini? Bukankah Mas Sukir sudah menikah dengan Murniati?”

“Ya Misriyah, aku telah menikah dengan Murniati, tapi kamu dengan sangat keji telah merenggut kebahagiaan kami, maka kini aku jauh-jauh datang dari Medasari ke Kebumen untuk menuntut balas.”

“Mas Sukir ini ngomong apa sih? Saya tidak mengerti,” kata Misriyah.

“Jangan berpura-pura, Riyah. Aku tahu bahwa kamu yang telah menyewa seorang dukun untuk mengirimkan santet kepada istriku.”

“Santet?” tanya Misriyah dengan wajah bingung.

“Riyah, kamu kenal dengan lelaki ini?” tanya Krisna menatap wajah Riyah.

“Iya, Mas. Lelaki yang menghadang kita itu adalah Mas Sukirman.”

“Ada hubungan apa kamu dengan dia?”

Sebelum sempat Riyah menjawab, Sukirman lebih dulu membuka suara, “Riyah adalah mantan pacarku, dan dia ternyata tidak terima kalau harus putus denganku, karena aku pada akhirnya menikah dengan sahabatnya sendiri yang bernama Murniati, tetapi dengan keji perempuan itu telah mengirimkan santet Getih sewu hingga membuat istriku menderita selama berhari-hari sampai akhirnya meninggal dengan cara yang sangat mengenaskan,” kata Sukirman sambil tangannya yang gemetar menunjuk-nunjuk ke arah Riyah.

Riyah hanya menatap mantan kekasihnya itu dengan tatapan bingung tak percaya, bagaimana mungkin Murniati mati dan dia yang dituduh sebagai pelakunya, karena dia sendiri setelah tahu Sukirman menikah dengan sahabatnya, beberapa hari kemudian Riyah pergi ke Kebumen untuk menenangkan diri.

Krisna yang melihat gelagat tidak baik segera menyuruh Riyah untuk mundur. Krisna kini bersiap-siap untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk yang akan dilakukan oleh lelaki yang berada di hadapannya.

Krisna bukanlah seorang pemuda bisa yang tidak memiliki kemampuan apa-apa, karena Krisna sendiri adalah santri dari Kyai Mahesa Wijaya. Krisna adalah santri yang paling baik permainan silatnya dibanding santri-santri lainnya di Pesantren Kyai Mahesa Wijaya. Untuk pelajaran Ilmu silat Krisna Dipati telah diberikan mandat menjadi tangan kanan gurunya, menggantikan saat sang guru berhalangan untuk mengajar.

“Mas Sukir,” kata Krisna Dipati, “Sebelum kamu menjatuhkan tangan, sebelum kamu melakukan perbuatan yang nanti akan kamu sesali sendiri, sebaiknya berpikirlah masak-masak, jangan asal sembarangan menuduh.”

“Aku tidak asal menuduh, karena sebelum aku menikah dengan Murniati, sudah jelas aku yang memutuskan hubunganku dengannya, tentu saja dia merasa sakit hati, apalagi yang menikah denganku adalah sahabatnya sendiri.”

“Tetapi hal itu tidak cukup untuk kamu jadikan alasan menuduh Riyah sebagai pelaku pembunuhan terhadap istrimu.”

“Mau butuh bukti apalagi? Bagiku itu sudah cukup.”

“Jadi sekarang Mas Sukir mau apa?” kata Krisna Dipati yang segera membuat posisi kuda-kuda.

“Hmm … jangan berlaku konyol mencoba menghalangi niatku, urusanku hanya kepada Riyah, bukan kepadamu. Aku tidak punya silang sengketa apapun denganmu.”

“Tapi sekarang apapun masalah Riyah menjadi masalahku, karena aku mencintai Riyah,” kata Krisna Dipati dengan mantap sambil matanya tajam menatap Sukirman.

“Ooo … jadi kamu pacarnya Riyah, ya? Siapa namamu?” tanya Sukirman.

“Namaku Krisna Dipati, sekarang aku minta kamu pergi dari tempat ini sebelum aku membuatmu babak belur.”

“Hahaha … besar juga nyalimu, Krisna. Sekali lagi kukatakan kepadamu, jangan mencampuri urusanku dengan ….”

Krisna Dipati yang sudah merasa kesal dan sejak tadi ditahannya itu tidak bisa berlaku lebih lama lagi menahan emosi, sebelum Sukirman menyelesaikan kata-katanya Krisna Dipati segera melabrak maju dengan cepat dan menghantamkan beberapa pukulan ke arah Sukirman.

Sukirman yang tidak menduga bahwa lelaki di hadapannya akan langsung menyerang dengan membabi buta seperti itu segera mundur beberapa langkah untuk menghindari serangan-serangannya, kalau tidak tentulah dia akan terkena pukulan-pukulan yang demikian cepat yang dilancarkan oleh Krisna Dipati.

Selanjutnya Sukirman yang memang telah memiliki kemampuan ilmu beladiri sangat tinggi, segera memapasi serangan-serangan dari Krisna Dipati, hingga akhirnya di tempat itu terjadilah perkelahian hebat yang membuat debu-debu di atas jalanan kecil itu menjadi beterbangan.

Krisna Dipati tampak kesal sekali, pukulan-pukulannya tidak mampu bersarang ke tubuh lawan, sementara Sukirman lebih banyak menghindar daripada menangkis dan dia belum sama sekali melayangkan serangan ke arah Krisna.

“Mas Sukir, kalau memang kamu jantan jangan hanya menghindari serangan-seranganku, lawan aku!” teriak Krisna Dipati.

Sukirman yang saat itu hanya menangkis dan menghindar serangan lawan menjadi jengkel dengan ucapan lawan, “Baik kalau memang itu maumu, jangan salahkan aku kalau aku meremukkan beberapa tulangmu.”

Sukirman mulai melancarkan serangan-serangannya yang luar biasa cepat ke arah Krisna, kini posisi menjadi terbalik, Krisna tampak kerepotan untuk mengimbangi Sukirman. Jangankan untuk melayangkan serangan, untuk bisa menghindari atau menangkis serangan dari Sukirman saja Krisna sudah tampak kepayahan. Hingga pada satu titik dimana Krisna Dipati lengah, sebuah pukulan tangan kiri Sukirman mendarat tepat ke arah pipi kanan Krisna.

Krisna berteriak kuat dengan tubuh terjengkang ke belakang, pipinya langsung membiru dan rasanya sakit bukan buatan. Krisna berusaha untuk bangkit.

“Krisna! Sudah kukatakan jangan mencampuri urusanku, atau kamu akan menemui ajal di tanganku hari ini, karena melindungi seorang pembunuh keji.”

“Mas Sukir, lebih baik aku mati untuk membela kekasihku yang telah kamu fitnah, daripada aku harus mengalah melihat kamu menganiaya kekasihku di depan mataku sendiri.”

Krisna Dipati segera pasang kuda-kuda kembali, dan berusaha unrtuk menyerang Sukirman, namun Sukirman yang sudah tidak sabar ingin menghabisi Misriyah segera melayangkan tendangan dan pukulan bertubi-tubi ke arah Krisna Dipati.

Krisna Dipati yang kuda-kudanya belum kuat itu mau tak mau menjadi bulan-bulanan Sukirman, pukulan dan tendangan Sukirman masuk dengan telak ke wajah, dada, tangan dan kakinya. Beberapa tulang di tubuh Krisna remuk terkena hantaman tendangan dan pukulan Sukirman, dalam waktu singkat Krisna Dipati sudah terkapar di atas jalanan sepi itu.

Misriyah yang melihat kekasihnya tergeletak dengan tubuh berlumur darah segera menghambur mendekati Krisna yang terbujur di jalan.

“Mas Sukir! Mas benar-benar tidak punya perasaan! Tidak punya hati! Sudah memfitnahku dengan tuduhan keji, sekarang menyakiti kekasihku yang tidak punya salah apa-apa kepada …”

Belum sempat Riyah menyelesaikan kata-katanya tangan Sukirman dengan cepat menyambar kerah baju Misriyah dan langsung mengangkatnya, saat itu juga tubuh Riyah terangkat ke udara dalam satu cengkeraman tangan kiri Sukirman.

“Hari ini akan kuakhiri kebusukan sifatmu, Riyah!”

Sukirman mengepalkan tangan kanannya, dipusatkan tenaganya di tangan kanan dan siap memukul Riyah.

Pukulan yang disiapkan oleh Sukirman bukanlah pukulan layaknya manusia biasa, karena dengan pukulan tersebut sebuah batu karang yang besar pun bisa hancur berkeping-keping terkena hantaman pukulan tangannya, maka apalagi kini Misriyah yang hanya seorang wanita biasa.

“Misriyah! Bersiaplah kamu menerima kematian!” Sukirman bersiap untuk menghabisi nyawa Misriyah dengan satu pukulan dahsyatnya. Namun tiba-tiba …

Bersambung

Terpopuler

Comments

Richa Rostika

Richa Rostika

ah sukirman slah sasaran pdhal ratna adik'y yg jahat

2021-02-15

0

Kookie Bunny

Kookie Bunny

sinetron

2021-01-17

0

Rania Puspa

Rania Puspa

Dendam membutakan mata & hati sukirman.. gk inget pesan gurunya.

2020-09-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!