Chapter 2 Serangan Makhluk Menakutkan

Sebulan sudah Sukirman lalui dengan kebahagian bersama istrinya, Murniati.

Namun tetap tidak di lalaikannya kewajibannya sebagai pekerja di penggilingan padi Pak Hendarto, dan karena kini Murni sudah menjadi istri dari Sukirman, maka otomatis Pak Hendarto mencari orang lain, untuk menggantikan posisi Murni yang selama ini juga bekerja di rumahnya.

Setelah menunaikan Sholat Maghrib, seperti biasa Sukirman pamit pulang.

Kini pekerjaannya semakin meningkat, karena bukan hanya padi dari Desa tetangga yang harus ia urusi, tapi juga padi milik warga Desa Medasari sendiri yang telah datang masa panennya.

Biasanya kalau tengah musim panen seperti ini, banyak warga dari daerah luar yang datang, untuk menjadi pekerja di Desa ini, membantu penduduk yang tengah memanen padi.

Mereka akan di bayar setelah padi yang di panen menjadi beras dan di jual pada Pemasok.

Lantas Sukirman teringat akan sahabatnya sejak kecil, bernama Yudistira yang rencananya akan datang dari Menggala ke Medasari, yang tujuannya tidak lain sama dengan penduduk dari luar daerah lainnya.

“Kang Sukir, aku Yudistira, Kang!” teriak seseorang yang tengah duduk di balai bambu depan rumahnya.

Sukirman mempercepat langkahnya demi mengetahui sahabatnya sudah datang.

“Apa kabar, Yud? Lama gak pernah berkunjung lagi ke sini, sudah sukses ya merantau ke Menggala?" tanya Sukirman.

"Ah.. bisa saja Kang Sukir ini, kalau aku sukses di Menggala, mana mungkin sekarang aku ke Desa ini mencari sesuap nasi?"

Kedua sahabat itu tertawa bersama.

"Yuk masuk, Yud."

"Di sini dulu sajalah, Kang, anginnya semilir, apalagi di depan rumahmu ini pemandangannya langsung mengarah ke sawah. Walau malam hari, namun pemandangannya masih bisa di nikmati hanya dengan cahaya Bulan Purnama malam ini."

"Terserah kamu saja, Yud, mau ngopi?"

"Boleh, Kang, jangan terlalu manis, ya."

Sukirman lalu masuk kedalam, di panggil-panggilnya istrinya, namun tak ada suara sahutan.

"Kang Sukir!" teriak Yudistira dari arah depan.

Bergegas Sukirman mendatanginya.

"Aku lupa, Kang, tadi istrimu pamit, katanya mau kerumah orang tuanya."

"Oh.. kalau begitu tak apa, yang penting jelas tujuannya, aku bisa menyusulnya nanti."

Selanjutnya Sukirman menghidangkan dua buah kopi, yang satu tentulah untuk dirinya.

Kedua sahabat lama itu pun tampak larut dalam perbincangan seru tentang masa-masa kecil mereka, di selingi tawa, hingga tanpa mereka sadari bahwa hari sudah semakin larut malam.

\=\=\=

"Titip salam saja untuk suamimu, Murni," kata Pak Karyoto.

"Nggih, Pak, Bu, Saya pamit. Sudah larut malam, takutnya Mas Sukir mencari Saya," di ciumnya tangan Bapak dan Ibunya, kemudian Murni melangkah meninggalkan rumah orang tuanya.

Sepanjang jalan menuju rumahnya sudah tampak sepi, tak ada orang yang lalu lalang, sesekali terdengar lolongan ****** yang saling bersahutan, membuat Murni merinding ngeri.

Di percepatnya langkah agar segera tiba di rumah, tentulah suaminya, Sukirman sudah lama menunggunya.

Namun sepanjang jalan itu ia merasa ada sesuatu yang mengikutinya.

Di tolehkannya wajah kebelakang untuk melihat siapa yang ada di belakangnya.

Sepi, tak ada siapa-siapa.

Murni pun kembali melangkah cepat.

Lagi-lagi terdengar suara langkah yang mengiring dari belakang, kali ini murni tak mau melihat, suara langkah itu terasa kian mendekat, Murni pun semakin mempercepat langkahnya, hatinya sudah tak karuan rasanya, jantungnya berdegup kencang, orangkah yang tengah mengikutinya, atau …

Lolongan ****** di kejauhan masih terdengar, suaranya menyayat hati siapapun yang mendengarnya.

Tiba-tiba suara langkah kali yang mengikuti Murni hilang, Murni pun ikutan menghentikan langkahnya.

Perlahan ia membalikkan badan, rasa penasaran begitu menguasai dirinya.

Saat ia sudah membalikkan badannya ke belakang, ternyata tetap seperti tadi, tak ada siapa pun.

Matanya menatap sekeliling dengan penuh selidik, karena ia benar-benar yakin ada sesuatu yang sejak tadi mengikutinya.

Cukup lama Murni mengamati jalanan yang baru saja di laluinya sampai tiba-tiba terdengar sebuah suara tepat di belakangnya.

“HOAAAAA ...” suara yang terdengar berat dan menggidikkan, membuat Murni terlonjak kaget dan segera berbalik.

Alangkah terkejutnya Murni demi melihat sosok yang ada di hadapannya, sesosok makhluk yang seluruh kulit tubuhnya mengelupas, sekujur tubuhnya berlumuran darah, dan tercium bau busuk bercampur aroma anyir darah yang keluar dari tubuh sosok itu.

Matanya melotot ke arah Murni.

Murni hanya bisa terpana, perhalan sosok itu mendekatinya dan tubuhnya tampak mulai menipis menjelma bayang-bayang, berubah menjadi gumpalan asap berwarna merah pekat dan langsung masuk ke dalam mulut Murni yang ternganga itu.

Seketika tubuh Murni mengejang, matanya membelalak ke atas, ia ingin berteriak, karena kini tubuhnya terasa begitu panas, namun lidahnya seolah kaku, tak ada suara yang keluar dari mulutnya.

Dengan tertatih Murni mencoba melangkah, sambil menahankan rasa panas yang kian menjadi-jadi.

Tak lama tubuhnya ambruk, Murni masih mencoba untuk merangkak, namun rasa sakit itu telah menjalari kepalanya dan merasuk kedalam otak.

Murni pun akhirnya terjatuh dan pingsan di tengah jalan, tanpa ada seorang pun yang tahu.

Lolongan ****** di kejauhan seakan kini menjelma rintihan kepedihan.

\=\=\=

Sukirman tampak gelisah, Yudistira bisa menangkap perubahan sikap sahabatnya itu.

"Kok istriku belum pulang juga ya, Yud, perasaanku jadi nggak enak begini, tadi dia bilang mau menginap atau pulang, Yud?" tanya Sukirman pada sahabatnya.

"Seingatku sih tadi Mbakyu Murni bilang akan pulang, Kang."

"Tapi kenapa jam segini belum pulang juga? Aku benar-benar khawatir, Yud." Di liriknya jam dinding yang ada di dalam rumah, pukul 11 malam.

"Kalau begitu mending kita susul saja istrimu ke rumah orang tuanya," usul Yudistira.

"Ayolah!" Sukirman bangkit.

Lantas Yudistira juga bangkit dari balai-balai dan bersiap berangkat.

Sukirman mengambil senter dari dalam, keduanya lantas berjalan ke arah rumah orang tua Murni.

Rembulan telah tertutup oleh awan gelap, sepanjang jalan yang akan mereka lalui kini hanya di terangi dari cahaya senter yang di pegang sukirman.

"Kamu dengar kan tadi, Yud, nggak biasanya ******-****** liar itu melolong dengan panjang, suaranya membuat bulu romaku berdiri," kata Sukirman.

"Iya ya, Kang, kalau di perhatikan suara lolongannya aneh, menakutkan, hiyy ..."

"Ya sudah, kita harus cepat, kok perasaanku makin nggak enak saja."

Tidak beberapa lam Mereka berjalan Yudistira melihat sesosok tubuh yang terbaring tertelungkup di ujung jalan, bulu kuduknya meremang.

"Kang Sukir, lihat, itu ada sesuatu yang terbaring di jalan."

"Mana?!"

"Itu yang di ujung jalan, seperti orang yang berbaring tengkurap."

Sukirman menyorotkan cahaya senternya ke arah sosok yang di maksud Yudistira.

"Astaghfirullah!! itu istriku, Yud, Aku kenal dari pakaian yang di kenakannya."

Tanpa menunggu jawaban dari Yudistira, Sukirman lantas berlari ke arah sosok yang memang adalah istrinya itu.

Di balikkan tubuh istrinya, betapa kaget Sukirman melihat wajah istrinya yang pucat, dan dari mulutnya mengalir darah segar.

"Murni ... Murni ... Kamu kenapa?!" tanya Sukirman panik seraya menggoyang goyangkan tubuh Murni.

Yudistira yang baru tiba di situ menghentikan Sukirman, "Sudah, Kang. Lebih baik Mbakyu Murni kita bawa pulang saja dulu."

Sukirman lantas membopong tubuh Murni, bajunya sendiri kini sudah berlumuran darah segar yang keluar dari mulut Murni, matanya yang sudah berkaca-kaca sejak tadi kini tak bisa di bendung lagi, mengalir deras di pipi Sukirman, ia berjalan cepat, sementara Yudistira berjalan di sampingnya sambil memegang senter dan mengarahkan ke jalan yang akan mereka lalui.

Sesampainya di rumah, Sukirman segera membaringkan istrinya di kamar.

"Hooeek..!!" tubuh Murni terguncang, dan kembali darah segar muncrat dari mulut, membasahi sprai kasurnya.

Sukirman bingung tak tahu harus berbuat apa.

"Kang, apakah ada yang bisa mengobati di Desa ini?" tanya Yudistira.

"Ada, Pak Da'im, Beliau Ustadz di sini, dan banyak juga yang meminta bantuannya, tapi istriku ini seharusnya di tangani Dokter, dan jam segini mana ada Dokter yang buka," jawab Sukirman.

"Maaf, Kang Sukir, bukannya aku lancang, tapi kurasa istrimu ini bukan sakit alami."

"Maksudmu apa, Yud?" tanya Sukirman bingung.

"Kurasa ini adalah sakit Kiriman, bukan Medis," jawab Yudistira singkat, namun dengan mantap, tanpa Sukirman ketahui sebenarnya Yudistira sedikitnya punya Ilmu Ghaib yang selama mereka berpisah, di pelajarinya di perantauan.

"Istriku di santet?" tanya Sukirman ingin kejelasan dari kata-kata Yudistira barusan.

Yudistira hanya menganggukkan kepala, tak kuasa lidahnya untuk menjawab tanda mengiyakan, dan itu pun sudah cukup membuat Sukirman mulai faham pada gejala sakit yang di alami istrinya.

\=\=\=

Terpopuler

Comments

Richa Rostika

Richa Rostika

lanjut...

2021-02-14

0

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nny🌺N⃟ʲᵃᵃ🍁❣️

🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nny🌺N⃟ʲᵃᵃ🍁❣️

bagus

2020-06-21

1

Fitria Valentina

Fitria Valentina

seruuuu...

2020-05-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!