Chapter 3 Pertarungan di atas Kapal

Kapal Fery "Gayatri" meninggalkan Bakauheni menuju Merak, sementara di sandaran kiri kapal berdiri seorang wanita, dari matanya yang sembab tampak sekali kalau ia baru saja menangis.

Dia tak lain adalah Riyah, gadis dari Desa Medasari yang kini akan pergi ke Candi Wulan, Kebumen, Jawa Tengah.

Di sana ia memiliki seorang Budhe, Kakak perempuan dari ibunya.

Riyah sudah bertekad bulat untuk pergi meninggalkan Desanya ke Kebumen.

Tidak lain karena ia tak sanggup, jika harus setiap harinya melihat Sukirman.

Apalagi berdua dengan istrinya.

Hatinya terasa teriris, karena yang lebih menyakitkan bagi Riyah adalah Murniati, istri dari mantan kekasihnya, adalah sahabat dekatnya.

Kedekatan Riyah dengan Murniati sudah sejak lama.

Sejak kecil mereka adalah dua sahabat akrab.

Maka Pernikahan Sahabatnya dengan mantan kekasihnya tentulah menjadi pukulan berat bagi Riyah.

Kini ia akan mengubur segala kenangan dengan sahabat dan mantan kekasihnya, membuka lembaran baru di rumah Budhenya.

Menyatukan lagi hatinya yang hancur.

Tiba-tiba mata Riyah tertuju pada dua orang muda-mudi yang tampak tengah bertengkar hebat.

Beberapa penumpang lainnya yang merasa terusik memilih pergi dari sekitar mereka dengan menggerutu, namun ada pula yang malah menontonnya seperti sedang ada pertunjukan hiburan.

"Jadi Kamu mengajakku ke Jakarta, hanya untuk menggugurkan bayi Kita, Bang?"

"Ya, itu tujuanku sebenarnya, kalau memang kamu masih mau hubungan kita berlanjut."

"Lelaki bejat! aku mengandung anakmu, Bang, Kamu bilang akan menikahiku di rumah saudaramu di Jakarta."

"Aku belum siap kalau harus menikahimu saat ini," jawab lelaki itu enteng.

"****** kamu, ya!!"

"PLAK!!!"

Wanita itu menampar wajah cowoknya.

Tanpa di duga si cowok justru memukul balik wajah wanita itu yang membuatnya langsung terjungkal dengan darah mengucur dari hidungnya.

Riyah yang sejak awal mendengarkan pertengkaran mereka sudah mengerti duduk permasalahannya, menjadi naik emosinya.

Spontan ia berjalan cepat ke arah lelaki itu yang tengah memegangi pipinya, bekas tamparan wanita tadi.

Dengan cepat Riyah hendak melayangkan pukulan ke wajah lelaki itu sambil berteriak, "Lelaki jahanam!!"

Namun rupanya langkah Riyah sudah terbaca, dengan mudah lelaki itu menghindari pukulan Riyah.

Malah kini, lagi-lagi pukulan tangannya mendarat tepat di wajah Riyah.

Riyah terhuyung dengan pandangan gelap, lalu jatuh pingsan.

"Woi, ******!! Beraninya sama perempuan, hadapi gw kalo Lo jantan!"

Seorang pemuda dengan memakai baju koko maju, muncul dari kerumunan para penumpang yang tengah menonton itu.

Tanpa menunggu lawannya siap lelaki dengan baju koko itu menyerang, perkelahian pun tak terelakkan. Lelaki berbaju koko itu menyerang lawannya dengan pukulan dan tendangan bertubi-tubi.

Namun tak satu pun mengenai lawannya.

Serangannya hanya bergeser sekitar satu jengkal dari sasaran.

'baik, punya Ilmu apa ******** ini?' batin lelaki berbaju koko itu, ia sudah terengah-engah kelelahan.

Kalau orang biasa yang menjadi lawannya saat itu, tentulah sudah tumbang.

Gerakannya sangat gesit, jelas sekali pemuda itu memiliki Ilmu Beladiri tinggi, namun lawannya seperti punya Aji Kesaktian aneh yang membuat dirinya tak terjangkau jarak sejengkalan.

"Gimana? Masih mau sok jadi Pahlawan kesiangan Lo, Bocah?" tanya lawannya dengan pongah, tersenyum sinis penuh sikap meremehkan.

"Sebelum Lo, gw bikin mati, biar Lo gak penasaran. Kenalin, nama gw Ronald. Sekarang Lo siap-siap aja buat mati."

Lelaki yang bernama Ronald itu langsung menyerang lelaki berbaju koko dengan tangan membentuk cakaran.

Namun belum lagi serangan itu maju dua langkah ke depan ...

Tiba-tiba terdengar suara keras membentak.

"MANDEK!! (BERHENTI!!)"

Muncul sosok lelaki separuh baya dengan mengenakan pakaian serba hitam dan memakai blangkon yang juga berwarna hitam.

Sosok Ronald sendiri saat itu langsung diam mematung tak bergerak.

Lelaki yang berpakaian serba hitam itu membantu lelaki berbaju koko bangkit, "Ayo, Nak, kubantu Kamu bangun."

"Sampeyan siapa, Pak?"

"Namaku Jenar Songgolangit, panggil saja Ki Jenar. Nama kamu?"

"Namaku Krisna, Ki. Krisna Dipati."

"Kamu tolong saja dua orang wanita itu,

lelaki yang jadi lawanmu bukan lawan yang sepadan buatmu."

"Iya, Ki, aku heran, punya Ilmu apa ******** itu? tiap di serang selalu seranganku melenceng sejengkal.

"Jelas saja, Nak Krisna, di tanah Jawa Ilmu semacam itu masih ada, di kenal dengan nama Ajian Lembu Sekilan."

"Haa ... Lembu Sekilan?"

Ronald yang sejak tadi mendengar percakapan mereka meski tubuhnya menjadi kaku lantas berteriak, "Ki Jenar! Bebaskan aku, Ki."

Ki Jenar hanya tertawa panjang, lantas berjalan mengelilingi Ronald, ganti ia yang kini menatap Ronald dengan remeh.

Ronald yang jengkel akhirnya hanya bisa mengucap sumpah serapah.

"MUNTAH, KOEN!! (MUNTAH, KAMU!!)"

Kembali Ki Jenar berteriak dengan jari telunjuknya mengarah ke Ronald.

Tiba-tiba wajah ronald terlihat merona merah, "Hoeeek... !!!"

Ronald pun langsung muntah, keluar semua makanan dan air yang ia makan sebelumnya dengan berhamburan, karena posisi tubuhnya tetap berdiri kaku.

Walau isi perutnya sudah habis terkuras, ia masih saja terlihat ingin muntah, sementara matanya memandang penuh harap kepada Ki Jenar agar menghentikan perbuatannya.

Seakan mengerti bahasa isyarat dari Ronald, Ki Jenar berteriak berhenti, dan ronald berhenti muntah.

Wajahnya sudah sangat pucat, bukan karena isi perutnya yang sudah habis terkuras keluar, namun karena kini ia sadar bahwa ia tak mungkin mampu menghadapi lelaki separuh baya itu, dirinya kini bagaikan seonggok Boneka yang hanya jadi mainan lelaki berjubah hitam.

"Koen ra pantes urip, ... PECAH NDASMU!! (PECAH KEPALAMU!!)"

Selepas Ki Jenar mengucapkan kata terakhirnya, tubuh Ronald terjatuh, namun anehnya kini ia seperti membentur-benturkan kepalanya dengan kuat di lantai kapal.

Orang-orang yang melihat tampak bergidik ngeri, darah kental sudah mulai muncrat dari kepalanya di iringi jeritan sakit yang menyayat hati.

Ki Jenar sendiri sudah menghilang, tak ada satu pun penumpang yang tahu kemana perginya lelaki itu.

Ketika tubuh Ronald sudah berhenti membenturkan kepalanya, suara teriakannya pun kini sudah berganti suara seperti orang tercekik.

Sebentar tubuhnya tampak mengejang, lalu diam tak bergerak lagi. Mati.

\=\=\=

Terpopuler

Comments

Andie Anna

Andie Anna

aku orang Jawa baru tau ilmu kaya gitu😁

2021-03-19

0

Nawan Damanik

Nawan Damanik

imigran

2021-02-17

0

Richa Rostika

Richa Rostika

ih sereeeem..

2021-02-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!