Kereta api menuju Kebumen mulai berangkat meninggalkan Pasar Senin, Jakarta. Kalau tak ada halangan sekitar 8 jam Kereta akan tiba di tujuan.
Di salah satu sudut kereta duduk dua orang yang tengah berbincang, yang seorang adalah perempuan, dia adalah Riyah, sedang seorang lagi yang duduk di sebelahnya adalah Krisna Dipati. Mereka berdua ternyata memiliki tujuan yang sama yaitu Kebumen.
"Sekali lagi terima kasih ya, Mas, untuk pertolongannya," kata Riyah.
"Sudah saya katakan, bahwa itu memang sudah kewajiban saya untuk menolong orang yang dalam kesusahan. Lagipula sejak awal sudah saya katakan bahwa yang lebih pantas menerima ucapan terima kasih bukanlah saya, tetapi Ki Jenar Songgolangit, karena Beliaulah yang akhirnya menumpas lelaki terkutuk itu sampai ajalnya."
Di depan mereka duduk sepasang suami istri, istrinya tengah memangku sorang anak lelaki yang usianya baru sekitar 3 tahun.
"Kalau Bapak dan Ibu ini turun di Kebumen juga? tanya krisna.
"Oh tidak, Mas, tujuan kami Surabaya, di Jakarta kami menghadiri acara pernikahan salah seorang saudara," kata suaminya.
"Ooh," kata Krisna singkat.
"Putrane ganteng loh, Bu, asmane sinten? (Putranya ganteng, Bu, namanya siapa?)" tanya Riyah.
“Asmane Bagus Wicaksana, Mbak. Baru usia 3 Tahun."
"Waah ... Umur 3 tahun sudah jalan-jalan jauh ya, ke Jakarta."
"Iya, Mbak, soalnya gak bisa di tinggal, tadinya mau di titipkan sama Neneknya di sana, tapi anaknya ini nangis terus, nggak mau di tinggal, jadi ya akhirnya kami bawa juga ke jakarta."
Keempat orang yang duduk dalam satu gerbong itu akhirnya terlibat perbincangan hangat layaknya satu Keluarga, tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang sejak tadi mengawasi mereka, sesosok lelaki separuh baya, dengan mengenakan pakaian serba hitam dan blangkon hitam, tatapannya lebih mengarah kepada anak yang tengah di pangku ibunya itu, Bagus Wicaksana.
Saat tatapan mata mereka beradu, Bagus Wicaksana tersenyum kepada lelaki itu, yang juga balas tersenyum kepadanya, selanjutnya lelaki itu berlalu meninggalkan gerbong mereka.
\=\=\=
"As salaamu 'alaikum," sebuah suara, seorang wanita, Sukirman mengenali suara yang tak lain adalah adiknya, Ratna.
"Wa 'alaikumus salaam, masuk, Dik. Bagaimana kabarmu dengan Suamimu?".
"Alhamdulillaah, Kang, baik-baik saja, gimana kabar Mbakyu Murni, Mas?"
"Keadaannya semakin memburuk, Dik. Tubuhnya semakin kurus saja, Mas sudah bawa berobat ke beberapa Dokter tetap tak ada perubahan."
"Jangan-jangan sakitnya Mbakyu itu gak umum, Kang, apa Kamu sudah menemui Orang Pintar?" tanya Ratna.
"Belum, Dik, Mas juga akhirnya berfikir sama, bahwa Murniati memang sakitnya tak wajar, dan rencananya hari ini Pak Daim akan kembali dari perjalanan Umrohnya, mudah-mudahan Beliau bisa membantu mnyembuhkan penyakit mbakyumu itu."
"Kapan kira-kira Pak Daim kembali dari Umroh, Mas," tanya Ratna dengan ekspresi sedih.
"Mudah-mudahan Beliau bisa membantu menyembuhkan penyakit Mbakyumu itu."
"Kapan Pak Daim pulang, Mas? tanya Ratna.
Belum lagi Sukirman menjawab pertanyaan Ratna, terdengar ucapan salam dari pintu depan, usai menjawab salam Sukirman membukakan pintu.
"Monggo mlebet, Pak Daim, (silahkan masuk, Pak Daim)."
"Sudah lama sakit Istrimu?" tanya Pak Daim setelah duduk di ruang tengah.
Hampir seminggu ini, Pak, dan kondisinya makin parah saja."
"Kalau begitu, mari antarkan saya untuk melihat keadaan istrimu."
Sukirman dan Pak Daim berjalan masuk ke ruang tengah, Ratna yang melihat kedatangan Pak Daim lantas berdiri dan mencium tangannya.
Sebenarnya aku baru saja tiba dari perjalanan Umroh, namun karena pesan yang Kamu titipkan pada Istriku, maka aku pun langsung kesini."
"Maaf kalau sudah merepotkan, Pak."
"Oh ndak kok, ndak merepotkan, justru ini memang harus di tangani secara cepat, Sukirman dan Pak Daim masuk kedalam kamar di mana berbaring sosok Murniati, istri Sukirman yang saat itu terlihat dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
Begitu melihat Murni, Pak Daim langsung kaget.
"Masya Allah, ini bukan sakit biasa, Kir, ruangan ini terasa sangat panas, tolong ambilkan segelas air putih."
Sukirman bergegas ke dapur untuk mengambil air yang di minta Pak Daim lalu dengan cepat ia kembali, belum lagi Ia sampai ke kamar terdengar teriakan keras dari istrinya, Sukirman masuk ke kamar.
Betapa terkejutnya Sukirman yang melihat istrinya tengah berdiri di atas ranjang dengan posisi kaki seperti kuda-kuda orang yang ingin berkelahi. Matanya melotot tajam ke arah Pak Daim.
Pak Daim sendiri tampak dengan tenang tetap berdiri menatap sosok Murni.
Sukirman bingung luar biasa melihat istrinya, bagaimana mungkin ia kini bisa bangkit dan berdiri dengan posisi seperti itu, karena selama ini ia tahu betul kondisi istrinya yang lemah, untuk menegakkan punggungnya saja harus di bantu olehnya.
“Koen sopo? Opo arep coba-coba ngusir Aku songko awak iki? hahaha, ora iso ... ora iso ..., (Kamu siapa? Apakah mau mencoba mengusirku dari tubuh ini? Hahaha, gak bisa ... Gak bisa ...)"
Suara yang keluar dari lisan Murniati sangat berbeda, seperti bukan Murni yang bicara.
"Aku Daim, Koen wis nyakiti awak'e arek iki, koen ora gelem metu bakal kupekso metu, ngerti?! (Aku Daim, Kamu telah menyakiti badan anak ini, Kamu tak mau keluar akn kupaksa keluar, mengerti?!)" jawab Pak Daim tegas.
"Ilmumu sepiro wani-wani ngusir Aku? Ayo buktik'e wae, ojo kakean cocot! (Ilmumu semana beraninya untuk mengusirku?Ayo buktikan saja, jangan banyak mulut!)"
"Sukirman, kemarikan air yang kuminta tadi."
Sukirman lantas memberikan gelas berisi air pada Pak Daim.
Pak Daim memegang gelas dengan erat di tangan kirinya, tangan itu bergetar sementara mulutnya seperti tengah berkomat-kamit membaca sesuatu, dengan gerakan cepat Ia memasukkan jari-jari tangan kanannya ke dalam air lantas menyipratkannya pada tubuh Murni, seketika keluar asap putih dari tubuh Murni, seakan-akan air yang di cipratkan itu adalah air panas.
"Aaah ... !!! panas ...panas ... !!" teriak Murni, tubuhnya seketika ambruk.
Sukirman segera mendekati istrinya yang terjerembab di atas kasur, namun saat ia hendak mengangkat istrinya, tangan Murni memberontak dan memukul Sukirman.
Pukulannya begitu kuat hingga membuat Sukirman terpental dan meringis kesakitan sambil memegangi dadanya.
Pak Daim lantas membuat beberapa gerakan dengan tangannya, seperti gerakan mengurung dari jarak jauh, dan benar saja, saat itu juga sosok Murni yang sudah bangkit itu kini seperti tak bisa menggerakkan kedua tangannya.
"Hrrrr ... ilmumu cetek, Daim!!ora sepadan karo Aku!! (Ilmumu dangkal, Daim!!, tidak sebanding denganku!!)"
Selesai mengatakan itu tiba-tiba sosok Murni melompat menerkam Pak Daim.
Pak Daim yang tak siap dan tak menduga kalau kunciannya berhasil di buka oleh sosok Murni langsung terjengkang kebelakang, bajunya langsung robek terkena cakaran Murni.
"Allahu akbar!!!"
Pak Daim lantas menyiramkan sisa air yang ada dalam gelas yang di genggamnya.
Kembali sosok Murni mengepulkan asap putih, kali ini kepulannya lebih banyak dari sebelumnya, sosok Murni lalu terjatuh tak sadarkan diri.
Sukirman yang masih merasakan sakit di dadanya akibat di pukul Murni tadi langgsung bangkit kemudian mengangkat tubuh Murni yang terkulai lemah itu, meletakkannya lagi ke pembaringan.
Baru saja tubuh Murni di letakkan, tubuh itu seperti tertarik kedepan dan …
"Hooeek … "
Muncratan darah segar segera berceceran di sprai dan lantai kamar, setelah itu tubuh Murni kembali terkulai pingsan.
"Sukirman, sudah. Ayo keluar, untuk sementara istrimu aman, tak apa-apa."
Sukirman dan Pak Daim keluar, sementara di luar rumah sudah banyak orang yang berkumpul ingin tahu ada kejadian apa di rumah Sukirman, karena teriakan Murni tadi memang cukup keras hingga bisa di dengar oleh para tetangganya.
“Sukirman, secara pribadi aku minta maaf karena tak bisa membantu menyembuhkan sakit istrimu, tetapi kalau kulihat tadi maka sudah tak ragu lagi, istrimu terkena Santet."
"Jadi memang benar istriku di Santet, Pak? tanya Sukirman seakan ingin memperjelas.
"Ya, dan Santet yang menyerang istrimu ini bisa di bilang sangat ganas, ia terkena ... SANTET GETIH SEWU."
"Apa?! Santet Getih Sewu?!Santet apa itu, Pak, aku baru dengar ada santet itu."
"Santet Getih Sewu, adalah termasuk Santet langka, tidak sembarang orang bisa menguasainya. Orang yang terkena Santet itu akan selalu mengeluarkan darah dari tubuhnya, dan bisa dari mana saja, Santet ini bukan dengan cara memasukkan benda fisik kedalam sasarannya, melainkan sesosok Jin jahat yang masuk ke badannya dan menggerogoti dari dalam.
Ilmuku tak sanggup mengobatinya, namun ... kurasa Guruku bisa, secepatnya Kamu berangkat menemui Guruku, katakan kalau Aku yang mengutusmu, Aku minta kertas, aku akan menuliskan alamatnya."
Setelah menerima kertas berisi alamat Gurunya Pak Daim, Sukirman kembali bertanya.
"Nama Gurunya Pak Daim siapa?" tanya Sukirman.
"Namanya ... Ki Jenar Songgolangit."
\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Mina Karel
nah gitu dong ada kiyainya
2021-03-22
0
Richa Rostika
bgus bnget crita'y thor
2021-02-14
0
pak lurah
aing macan... ggrrrrrrhhh..... 😂😂😂
2021-01-15
0