Langit di Desa Medasari pagi itu terlihat cerah, awan-awannya yang putih cemerlang berarak berjajar menjadi sebuah keindahan tersendiri, lukisan alam yang tiap harinya selalu berganti.
Memandangnya seraya menikmati kicauan burung-burung di pagi hari, tentu akan meluaskan hati siapa pun, seluas langit yang di tatapnya.
Hal itu pula yang kali ini di rasakan oleh Sukirman, karena ia kini berjalan dengan mantap menuju rumah Bapak Hendarto untuk memulai bekerja. Di sapanya dengan ramah siapa pun yang di temuinya pagi itu di sepanjang jalan yang di lewatinya, membuat orang-orang yang di sapanya merasa heran melihat perubahan sikap dari Sukirman yang cukup mendadak itu, karena Sukirman selama ini di kenal sebagai pribadi yang tertutup, jarang bertegur sapa dengan penduduk lain, terkesan cuek, dan jarang pula berbaur dengan masyarakat sekitar dalam kegiatan sehari-hari. Berbeda betul dengan sifat bapaknya yang begitu supel pada siapa saya, sering rewang saat ada tetangga yang membutuhkan bantuan dan ramah dalam bertutur sapa. Maka sepanjang jalan yang dilalui Sukirman, mata-mata penuh rasa penasaran mengikuti langkah-langkah Sukirman yang semakin lama semakin jauh.
"Wah ... Pagi sekali Kang Sukir, ini baru pukul 6.30 pagi, belum jam 8.00." kaya Pak Hendarto.
"Gak apa-apa , Pak. Lagi pula kalau Saya harus menunggu sampai jam 8.00 Saya sendiri juga gak tahu mau ngapain, jadi mending langsung kemari saja, siapa tahu ada yag bisa saya kerjakan." jawab Sukirman polos.
"Hmm ... begitu, ngomong-ngomong Kang Sukir pasti belum sarapan, kan? Naah ... Kang Sukir sarapan saja dulu baru mulai bekerja, di depan itu ada beberapa karung padi yang di bawa penduduk dari Desa sebelah, tolong bawa masuk ke dalam gudang, dan nanti yang ada di gudang itu, karung padi yang paling depan ada sekitar 5 karung milik pak Guntur, kamu bawa ke penggilingan karena sudah cukup kering untuk digiling. Naah ... sisanya yang di dalam gudang kamu jemur di halaman depan. Mengerti kang sukir?"
"Iya, Pak, Saya mengerti."
"Kalau begitu sekarang Kang Sukir tunggu saja di belakang, di depan ruang penggilingan ada tempat untuk beristirahat."
Tempat yang di maksud pak Hendarto adalah sebuah bangku dari bambu yang seluas amben, selain untuk duduk bisa pula di gunakan untuk rebahan.
Benar saja, belum lama Sukirman duduk di sana, Murni datang membawakan sarapan untuknya.
Pandangan takjub Sukirman menatap Murni dari ujung rambut sampai ujung kaki, benar-benar cantik alami dan bentuk tubuh yang begitu indah.
"Silahkan di makan sarapannya, Kang."
Sukirman tersadar dari lamunannya, dan sambil melemparkan senyuman di ambilnya piring yang ada di hadapannya, sementara Murni duduk di sebelahnya.
Hari itu Sukirman benar-benar bekerja dengan giat sesuai yang di perintahkan Pak Herdarto, tidak hanya bentuk tubuh kang Sukir yang tegap berotot, tetapi tenaganya luar biasa, ia mengangkat karung-karung padi itu sendirian tanpa terlihat ekspresi lelah di wajahnya.
Siang harinya, setelah Sholat Zhuhur kembali Murni menghidangkan makan siang untuk Sukirman. Hari itu Sukirman pulang ke rumah setelah mengerjakan Sholat Maghrib di rumah pak Hendarto, walau pun sebenarnya pak Hendarto mengizinkan Sukirman untuk pulang pukul 4.00 sore jika merasa lelah, dan kembali lagi esok harinya.
Semua gerak-gerik Sukirman tak luput dari pandangan pak Hendarto, meskipun pak Hendarto juga cukup sibuk melayani penduduk yang ingin menggiling padi di tempatnya. Ternyata sikap Sukirman dalam bekerja itu bukan hanya untuk hari-hari awal ia bekerja. Namun selama sebulan lebih sikap Sukirman tetap sama, datang lebih awal, pulang bakda Maghrib, dan semua pekerjaannya beres di kerjakan dengan baik, tentulah pak Hendarto merasa senang memiliki anak buah yang loyal dan pekerja keras seperti Sukirman, ia memberi bayaran tinggi, melebihi bayaran yang ia berikan pada anak buahnya yang lain.
Hari-demi hari bukan cuma sikap dan cara bekerja Sukirman yang menjadi perhatian pak Hendarto, tetapi juga kedekatannya dengan Murniati yang makin lama makin dekat, sebagai lelaki yang sudah banyak pengalaman dengan urusan cinta, tentulah pak Hendarto sudah bisa menangkap dari pandangan mata keduanya bahwa Sukirman dan Murniati jelas sama-sama saling jatuh cinta, namun pak Hendarto belum tahu sudah sejauh mana hubungan rasa cinta mereka.
Hal yang membuat terkejut sekaligus membahagiakan adalah saat pak Hendarto menyinggung soal itu pada Sukirman, dengan mantap Sukirman menjawab bahwa bulan depan ia akan menikahi Murniati.
Maka sebagai wujud terima kasih pak Hendarto atas kerja Sukirman, ia membantu banyak dalam acara pernikahan Sukirman dan Murniati, hingga acara pesta pernikahan Sukirman dan Murniati pun di langsungkan dengan sangat meriah di Desa itu.
Pesta meriah yang membahagiakan bagi semua orang, namun di antara semua yang hadir ada seseorang yang tatapan matanya penuh dengan amarah, dendam dan rasa sakit hati yang begitu dalam melihat pasangan itu duduk berdua di pelaminan, namun dari sikap dan geraknya tak akan ada yang menyangka bahwa orang tersebut memendam semua rasa itu.
Pasangan pengantin baru tampak begitu bahagia, tetapi kebahagiaan itu takkan lama, karena awan gelap taqdir sebentar lagi akan memasuki Desa Medasari, merenggut kebahagian kedua orang yang saling cinta itu, hingga menebarkan resah di hati penduduknya.
\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Richa Rostika
keren author, aq syuka🤗
2021-02-14
0
World_Simulator🍁
he-he-he, ceritanya mulai menjadi gelap.
Aku suka ini.
2021-01-13
0
i'ts sa🍁 ☘︎
Kenapa kalimatnya di ulang2, agak mengganggu
2021-01-05
2