Chapter 12 Ujian Terakhir Sukirman

Tiga hari setelah Sukirman menjalani tirakat tahap pertama dan dinyatakan lulus oleh gurunya, Datuk Putu Alam, setelah Sukirman melewati ujian yang kedua sekaligus ujian terakhir untuk tahap pertama itu, saat mana Sukirman berjumpa dengan sosok yang menyerupai istrinya, Murniati dengan tampilan alam sekitarnya yang benar-benar mirip dengan desa Medasari nyaris membuat Sukirman percaya bahwa ia benar-benar berada di rumahnya, namun ingatan yang kuat akan kematian Murniati serta kesadarannya bahwa saat itu ia sedang menjalani tirakat di sebuah hutan di bawah derasnya guyuran air terjun, maka Sukirman pun berhasil melewati ujian kedua tersebut, kini setelah kondisinya menjadi pulih kembali Sukirman mulai memasuki tirakat tahap kedua.

Tirakat yang kedua ini Luthfi juga ikut bersemedi bersama Sukirman dan terjadi pertukaran tempat, kalau sebelumnya Sukirman yang berada di bawah guyuran air terjun, kali ini Luthfi yang duduk bersila di sana, sedangkan Sukirman duduk di sebuah batu besar di tengah-tengah derasnya aliran air sungai, dia harus menjalani ujian tersebut sama seperti sebelumnya, tidak makan dan minum selama 40 hari.

Mungkin untuk ukuran orang biasa tidak makan dan minum 40 hari itu hal yang mustahil, lagi pula selama 40 hari tersebut Sukirman juga tidak buang air besar maupun kecil, hal itu pun tampaknya mustahil, namun jika dikembalikan lagi kepada kuasa Allah, apa yang mustahil? pasti tidak ada.

Sukirman sendiri teringat akan kisah ketika raden Syahid di perintah gurunya untuk menunggu di sebuah sungai dan tertidur selama dua tahun, ternyata raden Syahid berhasil melalui tahapan itu, itulah yang membuat tekad Sukirman bulat bahwa ia pun akan berhasil menjalani ujian pada tahap kedua ini.

Hari demi hari berlalu seperti biasa, kali ini gurunya, Datuk Putu Alam tidak pergi kemana-mana, menjalani hari-hari sama seperti Luthfi saat Sukirman melakukan tirakat tahap pertama.

Hingga pada suatu malam, tepatnya malam ke-27, malam itu udara tidak seperti biasanya dingin dan mencekam, melainkan terasa begitu panas, sekujur tubuh Luthfi dan Sukirman mendadak penuh dengan keringat, udara malam itu terasa seperti membakar dan sangat menyiksa, namun kedua orang yang bertekad menjadi orang-orang sakti itu tidak mempedulikan panasnya udara.

Tiba-tiba sebuah tawa yang berat dan besar terdengar di atas langit, Sukirman tetap memejamkan mata, walau pun suara itu sebenarnya sedikit banyak membuat kecut hati karena suara yang tawa itu benar-benar mirip suara raksasa.

Sukirman merasa ada desiran angin yang begitu kuat dari atas, saat desiran angin itu hilang tiba-tiba Sukirman merasa tubuhnya seperti terhimpit dan reflek ia membuka kedua mata, betapa kagetnya Sukirman karena saat itu yang menghimpitnya adalah satu sosok raksasa, Sukirman tergencet dalam genggaman tangan raksasa berwarna hijau yang berdiri di hadapannya, satu makhluk tinggi besar yang juga seluruh kulitnya berwarna hijau, matanya melotot, giginya bertaring dan rambutnya yang gimbal acak-acakan.

Sosok itu tertawa melengking, mengangkat tubuh Sukirman kemudian membanting kuat-kuat tubuh Sukirman, melayang dengan deras meluncur ke arah sungai dengan batu-batu besar yang sebentar lagi siap meluluh lantakkan sekujur tubuhnya, kalau saja Sukirman saat itu adalah Sukirman yang dulu dan tidak mengenal ilmu silat apapun dan tidak memiliki kesaktian sebagaimana yang ia dapatkan selama tirakat yang pertama, tentulah sudah bisa dipastikan tubuhnya akan hancur berkeping-keping tak berbentuk lagi, namun Sukirman kali ini adalah Sukirman yang berbeda, maka saat tubuhnya meluncur deras Sukirman membentuk beberapa gerakan salto, saat tubuhnya sedikit lagi akan menyentuh batu-batu sungai kaki Sukirman sudah menjejak dengan posisi kuda-kuda di atas sungai.

"Hai makhluk bertubuh hijau, siapa kau sebenarnya?" teriak Sukirman, dia menengadahkan kepalanya menatap tajam kepada makhluk hijau tersebut.

"Hahaha ... Aku adalah Buto Ijo, penunggu hutan ini, keberadaan kalian semua telah mengganggu ketentramanku, kini saatnya aku akan ******* habis tubuhmu."

Baru saja makhluk hijau itu yang mengaku sebagai Buto Ijo menyelesaikan kata-katanya, dengan cepat ia mengangkat kakinya dan diayunkan ke arah tubuh Sukirman, lagi-lagi Sukirman dibuat terkejut, karena kalau ia tidak sempat mengelak maka pijakan kaki raksasa itu jelas akan membuat tubuhnya hancur, namun Sukirman yang memang sudah bersiap itu segera mengerahkan ajian Pemusnah Arwah-nya, kelebatan cahaya berwarna hijau muda yang sangat terang keluar dari kedua tangan Sukirman dan menghantam bagian bawah telapak kaki raksasa tersebut membuat raksasa itu mengurungkan injakan kakinya, menarik kembali kaki tersebut, ia menjerit kesakitan.

Sukirman tidak melihat sedikit pun luka di kaki yang tadi hendak menindih tubuhnya, sosok Buto Ijo itu kali ini mulai tampak marah.

"Berani sekali kamu melawanku dengan ilmumu yang tidak seberapa itu, hai makhluk kecil. Kali ini kamu akan kulumat habis." Bersamaan dengan ucapannya tersebut sosok Buto Ijo itu melayangkan pukulan tangannya ke arah tubuh Sukirman.

Sukirman yang sadar bahwa ilmu Pemusnah arwah-nya tidak mempan kepada Buto Ijo langsung melompat bersalto beberapa kali ke arah belakang.

Pukulan Buto Ijo tersebut begitu cepat dan mengandung tenaga yang luar biasa hingga menghancurkan batu-batu yang ada di sungai tersebut, membuat cipratan air sungai yang besar terkena hantaman pukulannya.

Bertubi-tubi sosok Buto Ijo itu mengarahkan pukulan-pukulannya membuat Sukirman selalu berkelit sambil berusaha memikirkan cara untuk mengalahkan sosok Buto Ijo.

Hingga pada suatu kesempatan Sukirman memiliki peluang untuk melancarkan serangan balik, dengan kuat Sukirman kali ini merapalkan pukulan yang di sebut "Tangan Besi", dikepalkan tangan kirinya yang saat itu mengeluarkan asap putih, secepatnya Sukirman melesat menghantamkan tangan ke dada sosok Buto Ijo, Buto Ijo yang tidak sempat mengelak terkena pukulan tangan besi Sukirman langsung terjungkal jatuh menimbulkan percikan air sungai dan lontaran batu-batu, sosok itu kembali berusaha bangkit.

Sementara Sukirman sendiri malah jadi semakin bingung karena semua jurus yang sudah ia keluarkan tidak mempan dan hanya sedikit melukai sang raksasa, namun tiba-tiba Sukirman mendapatkan sebuah ide, bahwa kalau seluruh tubuh raksasa itu kebal terhadap pukulan-pukulannya, apakah kekebalannya itu juga berlaku pada kedua matanya? maka sebelum sosok raksasa itu sempurna bangkit berdiri Sukirman kembali melabrak dengan satu loncatan tinggi dan mendarat tepat di muka sang raksasa, kali ini Sukirman merapalkan dua ajian sekaligus, yaitu pukulan Pemusnah Arwah dan pukulan Tangan Besi-nya, tanpa menunda lagi Sukirman menghantamkan kedua tagannya pada kedua mata raksasa tersebut, sudah bisa diduga ... karena saat itu kedua tangan Sukirman langsung amblas menembus mata sang raksasa yang sontak langsung menjerit kesakitan menggelepar-gelepar, Sukirman yang mengetahui bahwa sang raksasa itu kini sudah buta maka dengan sigap langsung menyiapkan kembali kedua pukulan saktinya, kali ini yang di arah Sukirman adalah hidung sang raksasa, benar saja, ternyata hidung raksasa Buto Ijo itu tidaklah sekebal kulit tangan dan kakinya, hidung sang Buto Ijo itu langsung hancur terkena hantaman kedua pukulan sakti Sukirman.

Raksasa tersebut terjerembab dengan satu teriakan keras terakhir sebelum akhirnya dia diam tak berkutik lagi. Tubuh itu perlahan menghilang.

Sukirman lalu menatap ke tengah batu, tempat sebelumnya dia melakukan tirakat, dia tidak melihat dirinya berada di atas batu tersebut, jelas saja hal ini membuat kecut hati karena dia sadar betul bahwa dia kini telah melanggar pantangan gurunya untuk tidak membuka mata selama tirakat, dilihatnya sosok Datuk Putu Alam tengah berdiri di depan gubuk tua di pinggiran sungai, Sukirman bergegas berlari ke arah gurunya dan menjura hormat.

"Maafkan, Datuk, aku telah gagal malam ini, malam ke-27 aku telah melanggar pantangan tirakat yang telah Datuk tetapkan, saya siap untuk mengulangi kembali jika Datuk berkenan mengizinkan."

"Sukirman, bangkitlah. Kamu tidak salah."

"Maksud Datuk bagaimana?"

"Betul bahwa kamu bertemu sosok Buto Ijo pada malam ke-27, tapi apa kamu tidak sadar bahwa kamu telah bertarung dengan sosok itu selama belasan hari? dan malam ini saat kamu mengalahkannya adalah sudah masuk malam ke-40."

"Haa ... malam ke-40? bagaimana mungkin, Datuk?"

"Apa yang tidak mungkin? saat kau bertarung, kau tidak berada di alam dunia kita yang sekarang tapi kau sedang berada di alam lain yang memiliki zona waktu berbeda dengan kita, maka satu malam kamu berada di sana, sementara di sini sudah menjadi belasan malam. Kamu sudah lulus menghadapi ujianmu yang ketiga."

Sukirman menghembuskan nafas panjang, begitu lega hatinya karena ternyata dia tidak melanggar pantangan yang ditetapkan gurunya.

"Sekarang Sukirman, aku tidak akan menunda lagi. Kamu akan memasuki tahapan terakhir dari tirakatmu, dan inilah ujian terakhir yang akan kamu jalani."

"Baik, Datuk. Aku akan siap untuk melakukan ujian yang terakhir, katakan padaku apa yang harus kulakukan."

"Ujian terakhir kali ini kamu tidak punya pilihan lain ...."

"Maksud Datuk?"

"Ujian terakhirmu adalah ... kamu harus mengalahkan dan membunuhku, jika kamu berhasil maka artinya kamu telah lulus menjadi muridku, namun jika gagal maka pilihannya hanya satu ... mati."

"Maaf, Datuk. Apakah saya tidak salah mendengar Datuk berkata seperti itu?"

"Tidak Sukirman, kamu tidak salah dengar, memang itu ujian terakhirnya. Sekarang bersiaplah, tidak ada waktu lagi."

Belum sempat Sukirman mempersiapkan kuda-kuda, Datuk Putu Alam menyerangnya dengan jurus-jurus yang mematikan, hingga membuat Sukirman hanya mampu untuk mengelakkan serangan-serangan tersebut sambil berusaha menenangkan gurunya.

"Datuk, tolong Datuk ... beri saya ujian yang lain, jangan ujian yang ini. Tidak mungkin aku membunuh Datuk, karena Datuk adalah guruku."

"Sukirman! Tidak ada pilihan lain, kamu lulus dengan mengalahkanku atau mati ditanganku, dan semua impianmu untuk membalas dendam menjadi musnah sia-sia!"

Tendangan dan pukulan Datuk Putu Alam begitu gesit mencecar tubuh Sukirman yang saat itu hanya bisa mengelak.

Memenag bisa dikatakan sangat luar biasa, karena Sukirman yang dulu lugu, lemah dan tak punya kepandaian apa-apa, kali ini dia mampu mengelakkan semua serangan-serangan gurunya yang begitu cepat, hingga pada satu kesempatan Sukirman mendapat celah untuk membalas serangan gurunya, "Maafkan aku, Datuk!"

Sukirman langsung menghantam dengan pukulan yang diisi dengan ajian Tangan Besi cepat ke arah wajah Datuk Putu Alam yang menoleh ke arah Sukirman, terlambat ... pukulan itu sudah hampir mendekati wajahnya.

Tiba-tiba Sukirman menghentikan pukulannya yang hanya tinggal berjarak beberapa senti lagi dari wajah gurunya.

"Dasar murid bodoh! kalahkan aku! kalahkan aku atau kau yang mati!"

Baru saja Datuk Putu Alam mengatakan itu, sebuah tendangan yang begitu keras dihantamkan ke waajah Sukirman, dengan jeritan keras Sukirman terjungkal bergulingan kebelakang, wajahnya langsung berlumuran darah, Sukirman berusaha bangkit.

"Ayo Sukirman, kalahkan aku! dan engkau lulus, atau hari ini menjadi hari kematianmu?!"

Sukirman yang saat itu merasakan tubuhnya begitu lemah, namun ia masih berusaha untuk bangkit, semangatnya yang berkobar-kobar untuk lulus ujian dari gurunya masih tampak begitu kuat, dengan tatapan tajam dia menatap sang guru, "Baiklah Datuk, tadi sebenarnya bisa saja kumasukkan pukulan Tangan Besi, karena aku memandang Datuk adalah guruku maka aku masih menahannya, tapi kali ini karena Datuk yang benar-benar meminta dengan paksa, maka aku tidak akan main main lagi."

"Banyak bicara kamu Sukirman!" Bersamaan dengan ucapannya tersebut Datuk Putu Alam kembali menggempur Sukirman dengan serangan-serangan ganasnya, namun Sukirman yang memang kali ini sudah bersiap untuk mengalahkan gurunya tampak lebih tenang, dengan tangkas dia mengelakkan pukulan dan tendangan gurunya, hingga akhirnya kesempatan itu tiba, saat gurunya lengah Sukirman langsung melayangkan pukulan Tangan Besi-nya di kedua tangannya kiri dan kanan, dengan kecepatan yang nyaris tak terlihat mata Sukirman menghantamkan tangannya ke arah telinga sebelah kanan gurunya.

Datuk Putu Alam terpental dan menjerit kesakitan, Sukirman tidak memberikan kesempatan sang guru untuk bangkit, dia terus mengejarnya dan kembali melancarkan pukulan bertubu-tubi yaitu pukulan Tangan Besi-nya ke wajah sang guru, dan bisa dipastikan kepala Datuk Putuk Alam akhirnya hancur tak berbentuk lagi.

Sukirman menundukkan kepalanya, tanpa ia sadari airmata telah menetes di kedua pipinya, "Maafkan aku, Datuk, aku tak pernah ada niat untuk membunuhmu, tapi karena ini adalah ujian yang Datuk inginkan untuk aku lakukan, maka dengan sangat terpaksa aku melakukannya, aku begitu menghormati Datuk sebagai guruku. Maafkan aku, maafkan aku."

"Selamat Sukirman, akhirnya kamu telah lulus diujian tahap akhir."

Sukirman begitu tersentak mendengar satu suara dibelakangnya karena suara itu tak lain adalah suara gurunya, dia berbalik ...

"Datuk ...?" Sukirman tak menyelesaikan kata-katanya, dia hanya terpana melihat sang guru dalam keadaan sehat wal afiat tengah berdiri melayang di atas aliran air sungai.

"Kamu telah lulus karena berhasil mengalahkanku."

"Tapi Datuk, bukankah aku telah menghancurkan kepala Datuk?"

Sukirman lalu menoleh kembali ke arah belakang tepat di mana jasad gurunya yang kepalanya telah hancur itu terkapar, Sukirman heran karena ternyata yang dia lihat hanyalah sebatang gedebok pisang yang telah hancur tak berbentuk lagi.

"Sukirman, kamu memang telah mengalahkanku tapi tentu saja bukan diriku yang asli, karena diujianmu yang terakhir aku pergunakan ilmu "Pengganda Jasad" yang bisa mempengaruhi pikiran lawan hingga ia akan melihat jasadku bisa lebih dari satu, maka yang kau hadapi tadi sebenarnya tidak lebih adalah halusinasimu sendiri ... hahaha."

Datuk Putu Alam tertawa terbahak bahak, Sukirman akhirnya sadar dan ia pun ikut tertawa, ternyata kali ini dia sudah dipecundangi gurunya dengan ilmu "Pengganda Jasad".

"Baiklah karena ini sudah hari ke-40 dan Luthfi juga sudah memasuki ujian terakhirnya, kalian kini kunyatakan lulus. Sukirman, cepat angkat tubuh saudaramu itu lalu baringkan dalam gubuk, aku sudah menyiapkan sebakul nasi seperti yang dilakukan Luthfi dulu kepadamu, lakukan pula kali ini pada Luthfi, agar tubuhnya bisa kembali pulih setelah tirakatnya berakhir."

Sukirman bergegas menghampiri tubuh sahabatnya, Luthfi yang masih dalam posisi duduk bersila di derasnya guyuran air terjun, dipanggulnya tubuh Luthfi yang lemah itu lalu diletakkan di atas balai-balai dalam gubuk, sementara sang guru mengalirkan hawa tenaga dalam dari kedua telapak tangannya ke tubuh Luthfi untuk mengembalikan kekuatan tubuhnya, Sukirman dari arah sebelah kanan mengipasi bakul nasi dan mengarahkan asapnya ke wajah Luthfi, perlahan Luthfi membuka mata.

\=\=\=

Pondok Pesantren Al Madiinah tampak sudah mulai sepi, hanya beberapa siswa dalam kamarnya yang masih terjaga untuk mengulang-ulang kembali pelajaran yang mereka dapatkan dari kyai mereka, kyai Mukhtar Zulfiqar.

Dalam rumah utama kyai Mukhtar Zulfiqar duduk berhadapan pada tiga orang santri yang bernama Imron, Arifin dan Rasyid.

"Terima kasih, kalian sudah datang kemari dan memenuhi panggilanku, ada hal penting yang ingin kukatakan, kuminta kalian dengarkan baik-baik."

"Siap, Kyai," kata mereka bertiga serempak.

"Imron, Arifin dan kamu Rasyid. Beberapa hari yang lalu ada seorang tamu datang kemari, dia adalah murid dari almarhum romo Maksum, ayahku, yang sekaligus pendiri pesantren ini. Kami terlibat dialog cukup lama, diakhir dialog itu benar-benar membuatku menjadi resah," kyai Mukhtar diam dan tampak berpikir keras.

Imron memberanikan diri untuk bertanya, "Siapakah tamu itu sebenarnya, Kyai, hingga membuat Kyai resah?"

"Dia bukan orang lain, namun kedatangannya membawa kabar yang tidak baik."

Kali ini Arifin yang bertanya, "Kabar tidak baik bagaimana, Kyai?"

"Aku akan ceritakan dari awal agar kalian paham. Dulu romo kyai Maksum memiliki delapan buah keris pusaka yang ia jaga dari leluhurnya beberapa dari keris itu ada yang diberikan kepada santri-santrinya dulu, dan ada juga yang masih kupegang, dan sebilah keris lagi telah di curi, kalian masih ingat kejadian pencurian malam itu?"

'Kami masih ingat, Kyai," kata Rasyid.

"Nah yang di curi adalah keris kyai Kalageni, pencurinya hampir bisa dipastikan adalah salah seorang murid yang pernah belajar di pesantren ini bernama Wira Wisanggeni, tentu saja Wira Wisanggeni saat ini bukan lagi orang yang biasa, dia sudah memiliki banyak kesaktian, dengan keris kyai Kalageni di tangannya, dia tentu akan menyebar petaka, aku punya firasat dia akan membalaskan dendam kepada beberapa santri yang lainnya yang setingkat dengannya dulu."

Arifin bertanya, "Lalu apa yang harus kami kerjakan, Kyai?"

"Kalian bertiga akan aku tugaskan untuk mengunjungi santri-santri yang kumaksud tersebut. Kamu Imron, aku minta kamu untuk berangkat ke Pringsewu, Lampung, ini alamatnya. Kamu temui kyai Suharjono dan kamu katakan tentang hilangnya keris kyai Kalageni, katakan juga agar dia waspada kalau-kalau suatu waktu Wira Wisanggeni akan datang kepadanya."

Imron bertanya, "Apakah kyai Suharjono juga memiliki keris yang guru ceritakan ini?"

"Ya, Suharjono oleh romo diberikan sebilah keris yang di sebut keris kyai Seratjiwo. Kamu Arifin, kamu kutugaskan untuk berangkat ke Tuban, temui di sana KH Abduh Mustaqim, beliau juga menyimpan sebilah keris yang bernama keris kyai Semar Kuning. Sedangkan kamu Rasyid, aku tugaskan untuk berangkat ke Kebumen, di sana kamu temui kyai yang bernama Mahesa Wijaya, karena dia juga menyimpan sebilah keris yang bernama keris kyai Kijang Kencana."

"Baiklah, Kyai, kami siap mengemban tugas," kata mereka bertiga bersamaan.

"Aku minta kepada kalian bertiga untuk pergi dengan pakaian biasa saja, agar tidak mencolok kalau kalian adalah santri, aku tidak ingin ada kejadian yang tak diinginkan di jalan nanti, kita tidak tahu, bisa saja baik Wira Wisanggeni mau pun orang-orang suruhannya akan melihat kehadiran kalian di ketiga tempat kyai tersebut."

"Siap, Kyai. Perintah Kyai akan kami laksanakan."

"Sekarang kalian boleh istrahat, besok pagi kalian bisa berangkat."

Imron, Arifin dan Rasyid bangkit menyalami kyainya, mereka mengucap salam dan keluar, kembali ke kamar mereka masing-masing.

\=\=\=

Terpopuler

Comments

Dian Dmz

Dian Dmz

di tunggu lanjutan'a

2021-04-04

0

Richa Rostika

Richa Rostika

semangat author, lanjut

2021-02-15

0

☠ᵏᵋᶜᶟRoss"kita" 𝕱𝖘🏚ᵉᶜ✿

☠ᵏᵋᶜᶟRoss"kita" 𝕱𝖘🏚ᵉᶜ✿

jd buta ijo beneran skr... wkwkwk

2021-02-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!