Happy reading ....
"Neng, dipanggil Tuan."
"Iya, Bi. Terima kasih. Nisa ke dalam dulu ya."
Annisa dengan sangat senang melangkahkan kaki hendak menemui Ayah Adi.
"Sepertinya ayah sedang ada tamu," gumam Annisa setibanya di ruang makan.
Annisa yang berniat ke luar untuk kembali ke dapur menghentikan langkahnya saat mendengar namanya disebut.
"Annisa? Memangnya kenapa dia?"
"Mengapa ayah menyebut namaku?" Karena penasaran, Annisa mendengarkan pembicaraan mereka dari balik pintu.
"Dia bayi yang kau titipkan pada saudari Bi Susi kan? Aku benar kan, Adi? Aku melihat sendiri bekas operasinya. Meski orang awam tidak dapat melihat dengan jelas, tapi aku ini dokter. Aku tahu itu bekas operasi lima belas tahun lalu. Apa maksudmu? Kau ingin Rianti tahu kalau anak itu anak kandungnya?" cecar Rika.
"Biarkan Rianti tahu Annisa itu bayi yang dulu dilahirkannya. Begitu juga Annisa, dia berhak tahu kedua orang tuanya masih ada. Apa salahnya dengan hal itu?" Adisurya balik bertanya.
"Apa kamu setega itu pada Dita? Kalian sudah sangat menyayanginya. Bagi Dita, kalian adalah orang tuanya. Tega sekali kamu, Adi." Sahutnya dengan manik berkaca-kaca.
"Tidak akan ada yang berubah, Rika. Dita akan tetap menjadi putri kami sampai kapanpun juga. Dia akan mendapatkan kasih sayang kami seperti halnya selama ini."
"Aku tidak percaya. Bahkan sekarang pun kasih sayangmu sudah terbagi. Jadi jangan membual dihadapanku."
"Lalu aku harus bagaimana? Aku ini seorang ayah. Belasan tahun menahan diri untuk tidak mencari tahu keadaan anak itu. Apa kau tahu bagaimana perasaanku mengetahui kesulitan Nisa selama ini. Dia itu putriku, Rika. Dia putri Adisurya. Tidak seharusnya hidup seperti itu. Bahkan anakku tidak makan dengan benar. Dia juga tidak bisa melanjutkan sekolahnya. Apa kau akan tega melihatnya jika dia anakmu?" Suara Adisurya terdengar bergetar.
"Sejak hari pertama aku melihatnya, sejak itu pula aku merutuki diriku sendiri. Kau bahkan tidak tahu selama ini aku dihantui mimpi buruk tentang anak itu. Membiarkan Asih membawa Annisa adalah kesalahan terbesar dalam hidupku, Rika." Imbuhnya.
Rika terdiam mendengar penjelasan Adisurya. Sekilas ia melihat Adisurya memalingkan wajah untuk menyembunyikan air matanya.
Rika tentu mengerti posisi Adisurya. Tapi bagaimana dengan Raydita? Anak itu pasti akan hancur hatinya jika mengetahui kebenaran akan jati diri Annisa.
"Aku mohon. Jangan ungkap kebenaran ini, Adi. Berjanjilah padaku, demi Dita yang sudah kau anggap sebagai putrimu. Kau bisa bersama putrimu tanpa menyakiti perasaan Dita. Kumohon Adi, berjanjilah." Rika menangkupkan kedua tangannya dengan raut wajah mengiba.
Adisurya berdehem pelan. Rika yakin sahabatnya itu pastilah berat mengabulkan permintaannya.
"Baiklah," jawab Adisurya singkat.
***
Setelah makan malam, Adisurya dan keluarganya menonton berkumpul di ruang keluarga. Rayhan dan Raydita asik dengan ponselnya, begitu juga dengan Adisurya. Tak lama, Rianti dan Bi Susi datang dengan membawa teh herbal dan camilan sebagai dessert.
"Bi, Nisa sedang apa? Dari tadi sore tidak kelihatan," tanya Adisurya.
"Ketiduran, Tuan. Tadi saya lihat di kamar Neng Nisa sedang tidur."
"Pemalas. Sore-sore kok tidur," decih Rianti.
"Tidak sakit kan?"
"Tidak, Tuan. Tadi Neng Nisa baik-baik saja."
"Udah deh, Mas. Jangan berlebihan, nanti dia ngelunjak." Deliknya.
Menyadari majikan perempuannya dalam mood yang buruk, Bi Susi bergegas meninggalkan ruangan tersebut
Adisurya memang sempat lupa bahwa tadi sore ia meminta Annisa datang padanya. Sepeninggalnya Rika, Adisurya berlalu ke kamar untuk mendinginkan pikirannya yang kacau di balkon.
Sementara itu di dapur, Bi Susi merasa heran dengan apa yang didengarnya barusan.
"Bukannya tadi sore Neng Nisa habis bertemu tuan? Kok tuan bilang tidak bertemu," gumam Bi Susi.
"Kenapa, Bu?" Mang Asep mengjampiri dan terduduk di kursi makan.
"Itu loh, Pak. Setahu ibu tadi Neng Nisa bertemu Tuan tadi sore, tapi kok kata Tuan tidak bertemu."
"Neng Nisa sekarang di mana?"
"Tidur. Tadi ibu lihat ke kamarnya, masih gelap. Waktu ibu nyalakan, Neng Nisa sedang tidur."
"Mungkin ketiduran."
"Iya, itu maksud ibu. Neng Nisa ketiduran, makanya lampunya belum dinyalakan. Bapak mau makan sekarang?"
"Nggak ah. Bapak mau bawa kopi ke depan, ngumpul sama bapak-bapak security di pos."
"Oh, ya sudah."
"Nisa lama-lama nggak tahu diri deh, Bi," keluh Hani.
"Jangan asal ngomong, apalagi nuduh nggak jelas begitu."
"Asal ngomong gimana? Buktinya, dari sore nggak keluar kamar. Enak banget jadi dia, kamar pisah sendiri. Saya, harus berdua sama si Santi. Dia disekolahkan, sedangkan saya?" ujar Hani ketus.
"Apa? Kamu mau sekolah juga?" tanya Bi Susi sinis.
"Enakkan kerja dapat uang, bisa ngasih emak di kampung," timpal Santi.
"Enak sekolah dong, banyak cowok ganteng." Deliknya.
Bi Susi hanya bisa menghela nafasnya.
"Kamu tidak tahu saja siapa dia sebenarnya, Hani." Batinnya.
***
Heningnya malam, menemani Annisa yang baru selesai melaksanakan shalat Isya. Kelopak matanya terasa berat akibat terus terisak.
Annisa sempat tertidur dan terkejut menyadari lampu kamarnya telah menyala. Ia enggan keluar dari kamar dan memilih kembali merebahkan diri di tempat tidur.
"Duuh, aku lapar." Gumamnya sambil mengusap-usap perut.
"Kira-kira masih ada makanan nggak ya di dapur," gumam Annisa lagi. Selain lapar, Annisa juga merasa haus. Ia pun memutuskan untuk ke dapur.
Di sisi lain, Adisurya juga belum bisa memejamkan mata. Banyak hal yang ia pikirkan tentang Annisa, Rianti, dan juga Dita. Sebagai ayah, ia ingin leluasa menyayangi Annisa. Ia juga ingin semua orang tahu gadis ayu itu adalah putrinya.
Tapi ada Rianti dan Raydita juga yang menjadi pertimbangannya. Ia tidak ingin melukai dua wanita yang selama ini sangat berarti bagi dirinya.
Adisurya mengacak kasar rambutnya. Ia memutuskan untuk mengambil minuman dingin di ruang makan.
Kening Adisurya berkerut saat melihat lampu dapur masih menyala. Pria itu mendekati gorden dan memperhatikan dengan seksama.
"Nisa?"
Adisurya keluar dari rumah utama. Ia berjalan sangat pelan menuju dapur.
"Apa Nisa merasa lapar? Dia pasti belum makan karena ketiduran." Batinnya saat melihat Annisa membuka tudung saji yang berada di atas meja.
Suara pintu yang dibuka Adisurya membuat Annisa terperanjak. Gadis iti terlihat lega melihat pria yang menghampirinya ternyata Adisurya.
"A-ayah belum tidur?" tanya Annisa tergagap.
"Belum. Kamu lapar, Sayang? Coba ayah lihat wajah kamu," ujar Ayah Adi sambil memperhatikan wajah Annisa yang melengos seakan menghindari tatapnnya.
"Nisa." Ayah Adi meraih dagu Annisa. Ia terkejut melihat kelopak mata Annisa yang bengkak.
"Annisa menangis? Tapi, apa yang dia tangisi." Batinnya.
"Kenapa, Nak? Sini, bilang sama ayah." Adisurya menarik pelan Annisa ke dalam dekapannya. Ia semakin bingung karena Annisa sepertinya merasa canggung.
"Kenapa, Sayang? Apa yang membuatmu bersedih?" Annisa menggeleng pelan.
"Apa kamu bermimpi buruk?" Nisa tak menjawab. Namun kemudian mengangguk pelan.
Suara dari perut Annisa yang keroncongan membuat Ayah Adi tertegun. Kemudian tersenyum sambil menangkup wajah Annisa dengan kedua telapak tangannya.
"Jangan bersedih lagi ya, Sayang. Ada ayah di sini," ujar Adisurya dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Didekapnya erat tubuh Annisa. Bayi mungil itu, kini berada dalam dekapannya.
"Bagaimana kalau sekarang, ayah buatkan makan malam special untuk tuan putri yang cantik ini. Mau?" Tawarnya. Annisa pun mengangguk ragu dengan wajah yang tersipu.
_bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments
noname
ini ntar gmn perasaan rianti y klo yg dibentak2 tuh anknya sendri
2021-10-28
0
noname
yang bikin bingung dimana2 ikatan batin ibu dan ank tuh pasti deket bgt kn.. tp ini kok rianti benci bgt mskioun g kenal masa g ada rasa sama sekali
2021-10-28
1
noname
ini kenyataan nyakitin bgt kn buat nisa udah hidup mnderita taunya dia ank yg dibuang jg.. berasa g adil bgt
2021-10-28
0