Happy reading...
🌿
Annisa tertunduk sangat dalam sambil menggenggam erat tangannya sendiri. Mencoba menyembunyikan degup jantungnya yang sedang berpacu agar tak ada yang tahu.
Anak perempuan itu tahu benar posisinya saat ini. Tatapan mereka semua tertuju padanya seakan ia seorang terdakwa.
"Nak, perkenalkan dirimu." Papa Adi mencoba memecah keheningan.
"Sa-saya Annisa, Pak." Sahutnya gugup.
"Nisa, mulai sekarang kamu akan tinggal di sini, di rumah kami sebagai anak angkat keluarga ini."
"Pa." Sontak saja keputusan Adisurya menuai protes ketiga anggota keluarganya.
"Nggak. Dita nggak mau. Amit-amit punya saudara seperti dia," tegas Raydita.
Adisurya meremas jemarinya sendiri mendengar penolakan putrinya. Raut wajahnya terlihat datar menyembunyikan apa yang sedang dirasanya.
"Kenapa enggak? Toh dia itu cuma anak angkat," timpal Rayhan.
"Kak!" Dita menatap tak percaya pada kakaknya. Namun ia mulai mengerti setelah melihat gerak mata dan seringaian yang diperlihatkan Rayhan pada Annisa.
"Ehan saja bisa menerima, kenapa kamu enggak? Kan enak jadi punya saudari. Kalian juga nanti akan berangkat sekolah bersama, hm?"
"Papa kok nggak tanya mama dulu?" protes Rianti sambil mendelik.
"Mama mulai pelupa ya? Kan mama sendiri yang bilang terserah papa." Kilahnya.
Rianti hanya bisa mendengus kesal. Tatapannya pun menajam pada Nisa yang tertunduk semakin dalam.
"Tapi dia tidak boleh tinggal di rumah utama. Dia akan tinggal di rumah belakang. Selain itu juga dia harus mau membantu pekerjaan di rumah ini, karena di dunia ini tidak ada yang gratis." Tegasnya.
"Iya. Dan Dita juga nggak mau berangkat sekolah bareng sama dia. Bisa malu Dita sama Kak Ehan, Pa. Apa kata teman-teman nanti?" Tegasnya namun merengek manja diakhir kalimat.
Lagi-lagi Adisurya hanya bisa menghela nafasnya. Sejenak pria itu terdiam, lalu menatap pada pucuk kepala Annisa.
"Angkat kepalamu, Nisa. Perlihatkan wajahmu pada Bapak dan Ibu juga kedua saudaramu," pinta Adisurya dengan suara yang terdengar bergetar.
"Enak saja ibu, panggil Nyonya. Dan panggil anak-anak saya seperti para pelayan lain memanggil mereka. Paham?" pekik Rianti.
Annisa mengangguk pelan. Kemudian ia memberanikan diri mengangkat wajah yang sedari tadi disembunyikannya diantara rambutnya yang dibiarkan tergerai.
Sesaat Adisurya terkesiap. Manakala wajah ayu anak perempuan itu terlihat dengan senyum tipis yang coba ia perlihatkan. Kemudian ia berdehem dan memanggil Bi Susi.
"Bi, ajak Nisa membeli baju di pertokoan yang ada di sekitar jalan RE. Di sana saya lihat banyak baju anak seusia dia. Setelah itu bantu dia berkemas, karena nanti sore dia akan ikut ke villa. Jangan lupa baju-bajunya dicuci dulu ya." Adisurya mengeluarkan beberapa lembar uang dan memberikannya pada Bi Susi.
"Baik, Tuan. Ayo, Neng."
"Eh-eh... Bibi kenapa memanggil dia 'neng'? Dia itu cuma anak angkat, posisinya sama seperti pelayan lainnya. Bedanya dia disekolahkan. Panggil namanya saja," protes Rianti lagi.
Bi Susi mengangguk, tangannya meraih tangan Nisa dan menuntunnya meninggalkan ruangan tersebut.
"Ma, jangan seperti itu," tegur Adisurya setelah keduanya tak nampak lagi.
"Lalu harus seperti apa? Dia harus tahu posisinya di rumah ini. Biar tidak besar kepala. Dan lagi Pa, kenapa harus di sekolah yang sama sih? Kan masih banyak sekolah SMA negeri atau swasta lainnya. Benar kata Dita, apa kata teman-temannya nanti?"
"Kalian... belajarlah berempati. Di dalam apa yang kita miliki ini, ada hak orang lain."
"Tapi Papa juga kan rutin nyumbang ke panti-panti. Jadi nggak harus ada orang baru dalam rumah kita. Udik lagi," sahut Dita.
"Papa akan tetap pada keputusan papa. Annisa akan belajar bersama kalian di sekolah yang sama. Dan kalau tentang kamar, oke. Dia akan tinggal di kamar belakang. Tapi jangan paksakan dia untuk bekerja. Ingat, Ma. Dia masih anak-anak, tidak boleh mempekerjakan anak di bawah umur. Dan lagi dia seusia dengan Dita. Memangnya mama tidak tergerak untuk mencoba menyayanginya juga?"
"Enggak. Untuk apa mama menyayangi anak orang. Anak mama juga masih butuh perhatian dan kasih sayang." Deliknya.
Adisurya kembali menghela nafasnya. Menatap langkah Istri dan anak perempuannya yang akan berkemas untuk rencana liburan mereka.
***
Cuaca sore ini cukup cerah. Beberapa pelayan hilir mudik membawakan barang-barang yang diperlukan tuannya. Tak terkecuali Nisa. Ia ikut membantu membawakan tas anggota keluarga itu ke dalam mobil.
"Bi, memangnya tidak bisa ya pulangnya ditunda jadi minggu depan? Nggak biasanya bibi minta izin pulang mendadak begini," ujar Rianti heran.
"Maaf, Nya... Bibi juga tadinya tidak ada niatan untuk pulang ke kampung halaman. Tapi karena istri almarhum kakak saya meninggal, saya tentunya harus pulang dan menguruskan semuanya." Sahutnya.
"Ya sudah, jangan terlalu lama ya. Dua hari saja. Rumah ini saya percayakan pada siapa kalau bukan pada bibi?"
"Baik, Nya. Terima kasih, hati-hati di perjalanan."
Satu persatu mereka masuk ke dalam mobil yang akan dikemudikan oleh Mang Asep, suami Bi Susi. Adisurya yang baru tiba di halaman, menoleh pada Annisa.
"Nisa, masuk Nak. Kamu bisa duduk di kursi belakang dengan Hani. Sini..." Adisurya membukakan pintu mobil untuk Annisa. Membuat kedua anak dan istrinya menatap jengah dengan sikapnya yang dianggap berlebihan.
Di kursi belakang ada Hani, asisten rumah tangga yang akan ikut, menggantikan Bi Susi. Wanita muda yang usianya baru 20 tahun itu tersenyum masam pada Annisa.
Bi Susi menatap mobil yang berlalu dengan tatapan sendu. Setelah membuang nafasnya perlahan, ia membalikkan badan. Hendak berkemas, karena esok ia harus kembali ke kampung seorang diri.
Di dalam mobil, Annisa hanya terdiam menatap ke luar. Ia teringat pada janjinya yang akan mengunjungi makam ibunya hari ini. Ia juga tidak bisa membayangkan reaksi Bi Titin dan tetangga lainnya saat mengetahui dirinya tidak ada.
📱 "Hai, Bro. Jadi kan lo ke villa gue? Jangan lupa ajak si Raka ya." Suara Rayhan yang menelepon temannya mengalihkan tatapan Nisa. Ia menatap pucuk kepala Rayhan yang kebetulan duduk di bagian depan kursinya.
📱 "Oke. Gue tunggu. Selama seminggu kita bisa bersenang-senang. Di sana juga kita bisa rafting. Arus sungainya asik dan pastinya menantang."
📱 "...."
📱 "Boleh juga ide Lo. Nanti kita bicarakan lagi, oke? By the way, Lo dianter siapa? Nyokap apa tante Lo?"
📱 "...."
📱 "Oh, oke deh. Bye..."
"Agas sama siapa kesananya, Han?" tanya Mama Rianti.
"Mamanya, Ma. Tante Rika," sahut Rayhan tanpa menoleh.
"Kalian ada rencana apa, Kak? Dita boleh ikut nggak?"
"Nggak laah, kakak sama teman-teman mau kemping."
"Hmm... Dita ingin ikut Kak, pasti seru." Rengeknya.
"Ngapain sih, Sayang. Tidur di tenda kan dingin. Apalagi kalau malam di sana dingin banget," ujar Mama Rianti.
"Pengen, Ma. Please, Kak... Tempatnya kan dekat dengan villa, kalau ingin pulang tinggal nelepon. Mang Asep pasti jemput, ya... please."
"Nggak ah. Yang ada kamu ngerepotin. Merusak suasana," tolak Rayhan.
"Jahat ih. Jangan-jangan nanti ada teman perempuan kakak ya?" todong Dita.
"Enggak. Enak saja, memangnya siapa?"
"Bohong, terus kenapa Dita nggak boleh ikut?" Deliknya.
Rayhan mendengus kesal dengan sikap adiknya. Adisurya menoleh sambil tersenyum dan menawarkan solusi.
"Kamu boleh ikut, asal ada yang menemani. Nggak mungkin kan kalau kamu satu tenda dengan anak laki-laki. Memangnya kamu berani kalau di tenda sendiri? Bagaimana kalau kamu ajak Nisa, hmm?"
Dita tertegun mendengarnya. Ia menoleh pada Rayhan, yang memberi jawaban terserah dengan isyarat wajahnya.
_bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments
Rhina sri
semangat nisa
2021-07-31
0
annin
aroma2 kejahatan mulai tercium.
2021-05-29
0
piyak 🐣🐣
semoga ank dan istri pk adisurya bisa segera menerima Nisa,,, 😁😁
smngat mnk el 😘😘😘😘
2021-04-24
2